Satria memegang pipinya yang panas dan kemerahan, di hadapannya Liany sedang berusaha menahan tangis meskipun matanya tak dapat lagi menahan embun di ujung bulu matanya yang tertumpah. Bahu Liany naik turun, rasanya dia masih ingin mencabik-cabik laki-laki yang telah lancang menuduhnya yang bukan-bukan.
“Semoga kau ingat tamparanku sebelum kau berkata kasar pada perempuan yang tak kau kenal!” hardik Liany lagi, dengan kasar dilapnya matanya yang basah lalu mengambil napas panjang. Dia pun masuk ke toilet seperti niatnya semula, ingin ditahan tangisnya itu tetapi apalah daya hatinya sudah terlanjur sakit dan kini dia terisak dalam bilik kecil itu.
Satria yang berada di dekat pintu toilet mendengar samar isak Liany. Tatapan seorang pengunjung wanita melihat membuat Satria tersadar dan meninggalkan toilet itu segera. Ada sesal yang sedang menelusup di hati Satria yang membuatnya gelisah. Satria sengaja melewati Om Rudy untuk melihat wajahnya lebih jelas lagi.<
Liany meringis kesakitan sambil mencengkram bahu om Rudy kuat-kuat, baru kali ini rasanya kakinya tidak bisa digerakkan. Om Rudy berusaha untuk menenangkan Liany, dan memutar memori jika Katrin dulu juga pernah mengalami kejang otot seperti ini.“Kamu tenang dulu, pelan-pelan luruskan kakimu,” ucap lembut om Rudy menarik kaki Liany pelan-pelan.“Sakiit … Om, aawwhhh…!” Liany berusaha untuk meluruskan kakinya seperti arahan om Rudy tetapi nyeri yang dirasakannya begitu hebat.“Pelan-pelan saja, gerakkan kakimu pelan-pelan,” ujar om Rudy sambil tetap membantu Liany meluruskan kakinya. Wajah Liany masih terlihat meringis, om Rudy berusaha membantu perempuan itu agar otot betisnya bisa kembali semula. Dipegangnya pergelangan kaki Liany dan mendorong telapak kakinya ke atas sehingga Liany bisa merasa baikan. Diulangi beberapa kali gerakan itu sehingga dia benar-benar merasakan sakitnya berkurang.“B
Syukurnya jarak dari mobil taksi Liany mogok tak jauh dari rumah sakit tujuannya. Hanya dalam hitungan menit mereka sudah sampai, Satria mendaftarkan administrasi Liany dan melihat brankar perempuan itu didorong ke arah ruang bersalin.“Anda suaminya? Ayo temani istri Anda untuk bersalin!” perintah seorang dokter yang sudah berumur. Satria tidak dapat menjelaskan situasinya dan tatapan dokter itu seakan hendak menyuntik mati Satria jika tidak menurutinya.Liany yang sudah berganti dengan baju pasien terkejut melihat Satria yang ikut masuk ke ruangan.“Pegang tangan istri kamu, beri dia semangat, dia akan bertaruh nyawa sebentar lagi!” dokter perempuan itu memeriksa pembukaan Liany yang ternyata sudah lengkap.“Tunggu aba-aba saya ya, Bu,” perintah dokter itu.Sejenak Liany yang sudah berpeluh di dahi dan lehernya itu menatap sejenak pada Satria, lelaki itu mengulurkan tangannya agar bisa dipegang Liany. Satria se
Satria baru saja memarkirkan mobilnya di luar gedung Dunant, ada rapat ringan dengan departemen pemasaran mereka. Di saat yang sama mobil Myla pun baru saja berhenti dan gadis itu sedang mempersiapkan dirinya, merapikan rambut, menambahkan bedak dan memoles bibirnya. Satria tanpa sengaja melihat kegiatan Myla, sepintas lalu Satria memberi penilaian cukup cantik pada gadis di sebelah mobilnya. Hari ini Myla ada janji dengan Daisy, owner Dunant yang masih ada pertalian keluarga dari pihak om Rudy.Satria dan Myla turun dari mobil bersamaan dan melangkah memasuki lobi kantor, dengan sikap gentle Satria membukakan pintu untuk Myla. Gadis itu menoleh, sesaat dia terpana dengan sosok tampan yang sedang tersenyum ramah kepadanya, lengan kokohnya menahan pintu agar Myla bisa masuk dengan mudah. Kulit wajah yang bersih, hidung yang mancung dengan alis yang tebal, tubuh tinggi dengan dada bidang yang cukup tercetak karena kemeja slim fit yang digunakan Satria.“Terima kasih,” ujar Myla dengan s
Om Rudy membuka matanya, yang pertama dilihatnya adalah sebentuk bantal guling yang didekapnya erat. Mimpinya barusan terasa nyata dan membuatnya merasa bersalah, tak mungkin dirinya akan memperlakukan Liany layaknya seorang istri. Ranjangnya terasa dingin, tante Katrin sudah pergi dari beberapa jam yang lalu. Samar terdengar tangisan Rangga dari kamar Liany. Om Rudy keluar dari kamarnya untuk melihat bayi Liany.“Rangga kenapa, Lia?” Om Rudy muncul dari balik pintu kamar Lia yang terbuka setengahnya, tampak Liany sedang menggendong Rangga yang menangis sambil duduk di tempat tidurnya.“Gak tahu, Om. Padahal popoknya kering dan habis menyusu juga. Bi Inah lagi keluar sebentar jadi Lia gak tahu harus apa.” Liany tampak cemas, Om Rudy mendekat dan mengambil Rangga dalam gendongan Liany.“Kamu sudah makan malam?” tanya om Rudy lagi, gerakannya lembut menimang-nimang Rangga.“Belum, Om.” Liany perlahan turun dari tempat tidurnya, om Rudy segera mengulurkan tangannya untuk membantu Liany t
Aroma minyak telon dan bedak bayi memenuhi kamar Liany, dibantu oleh bi Inah mama muda itu diajarkan cara memandikan bayi. Liany melakukannya dengan senang hati, ditatapnya dalam-dalam makhluk kecil itu yang sedang menikmati air susu ibunya.“Selamat pagi ponakan Aunty yang ganteeeeng …,” seru Myla menyembulkan kepalanya dari balik pintu. Diiringi senyumnya yang merekah serta tas besar di tangannya gadis itu melangkah riang mendekati Liany dan bayinya.“Hey Aunty Myla, selamat pagi juga, waaah sudah cantik aja niih Aunty,” sahut Liany dengan ceria. Myla mengambil Rangga perlahan dari tangan Liany, baru saja Rangga selesai menyusu.“Halo Ganteng, Aunty bawakan kamu hadiah, ini jadi teman pertama kamu yaaa,” ujar Myla dengan gemas, diciumnya kening Rangga.“Waah … bagus sekali Teddy Bear ini, Myl, pasti harganya mahal.” Liany mengelus bulu boneka yang terasa lembut itu.“Aah harganya biasa aja kok,” kilah Myla yang menimang-nimang Rangga sambil menikmati aroma wangi dari pelembut pakaia
Satria membuka pintu mobil untuk Myla dan mengantarkannya sampai di depan pintu gerbang. Dia hanya pura-pura tidak tahu alamat Myla padahal sebelumnya dia pernah mengambil ponsel Liany yang tertinggal di rumah ini. Satria tidak ingin berlama-lama karena dia tidak ingin tante Katrin melihatnya meskipun Myla memohon kepadanya untuk mampir sebentar. Bahkan kemeja Satria yang dipakai Myla tak sempat dikembalikannya.Myla menatap belakang mobil Satria yang melaju membelah malam, bibirnya melengkungkan senyum yang tak hentinya. Hati Myla berbunga dengan sikap Satria yang gentle layaknya seorang pria sejati yang membelanya. Gadis itu masuk ke rumah ketika mobil Satria benar-benar sudah hilang dari pandangannya.“Kamu dari mana, Myla?” tegur om Rudy yang baru saja keluar teras, dia mendengar pintu gerbang yang dibuka.“Pesta ulang tahun teman, Pa, tapi ada kejadian jadi Myla pulang lebih awal,” jawab Myla lesu.“Ini baju kamu?” tanya om Rudy lagi yang melihat penampilan pakaian Myla yang aneh
Reno masuk menemui Satria di kamarnya, dia heran Rieke cepat sekali meninggalkan pesta. Tidak biasanya Satria melepas para perempuan penghibur itu dengan waktu singkat karena Satria akan bermain sepuas hati bahkan sering membuat perempuan-perempuan itu kapok melayani Satria yang dingin dan tak berperasaan.“Tumben kupu-kupu pulang cepat?” Reno menyodorkan sekaleng minuman kepada Satria.“Apa dia bukan tipe kamu?” tanya lelaki itu lagi setelah Satria menyambut minuman itu dan menyesapnya. Satria hanya berdecak pelan dan menyunggingkan senyumnya yang miring.“Tiba-tiba saja aku gak selera dengan dia,” jawab Satria lalu menyulut sebatang rokok. Dirinya mulai jenuh dengan petualangan cinta semalam ini.“Gak biasanya kamu begini, bahkan terkadang kamu malah mengencani tiga perempuan dalam semalam.” Reno mengamati Satria yang tampak sama sekali tidak bergairah, dia sama sekali tidak terpengaruh dengan suara hingar bingar musik di ruang depan.“Kamu lagi ada masalah?” selidik Reno pada teman
Satria sudah sangat fasih menggendong Rangga, orang-orang yang melihat mereka pastinya tidak akan menduga jika mereka sama sekali tidak memiliki pertalian darah meskipun wajah mereka mirip. Kedekatan mereka sudah terjalin pada keduanya, Rangga sudah sangat mengenali Satria yang selalu menemaninya di waktu senggang Satria. Mata Rangga akan berbinar-binar dan tangan kecilnya akan menggapai-gapai ke arah Satria jika mereka bertemu.Sebuah taman kecil yang asri tak jauh dari perumahan itu tempat ketiganya bertemu. Liany akan membawa Rangga di saat Liany akan berbelanja kebutuhan dapur atau rumah juga kebutuhan Rangga. Sebenarnya Liany agak sungkan untuk bertemu dengan laki-laki yang bukan siapa-siapa Liany. Mereka hanya dekat sebagai teman saja, tetapi perempuan itu melihat ada kasih sayang besar di mata Satria untuk Rangga. Walaupun, di rumah om Rudy laki-laki itu juga memberikan perhatian dan kasih sayang yang sama besarnya.“Halooo Anak Tampan, sini… sini… Om gendong!” seru Satria ket