"SYUUUUU .... SYUUUUU .... DORRRR! DORRR! DORRR!" Suara peluru melesat menembus udara dengan cepat terdengar diiringi bunyi ledakan mesiu membentur benda padat beberapa kali. Arah sumber tembakan itu dari atap gedung yang ada di seberang balai kota. Moncong senapan laras panjang itu tampak membidik ke arah pintu masuk gedung pemerintah yang megah di jantung kota Chicago. Teriakan histeris para pejalan kaki dan warga sipil terdengar membuat kacau suasana di depan gedung balai kota.Sedangkan, Emily yang menjadi sasaran tembak sebenarnya merundukkan kepalanya seraya berlari dilindungi oleh Murat di belakangnya masuk menuju ke dalam gedung balai kota."Apa kamu baik-baik saja, Emily?" tanya Murat memastikan kondisi Emily sembari berjongkok bersama Emily di balik dinding gedung balai kota Chicago.Jantung Emily berdegup kencang tak beraturan, ia merasakan peluh membanjiri tubuhnya karena efek kecemasan yang memuncak dalam dirinya. "Kabar baiknya aku masih bernapas dan utuh, Murat. Rasany
Ketika Sersan Rodney Bradford sampai ke markas kepolisian Chicago, ia dibuat kesal dengan berita melenggang bebasnya Senator Gordon Crawford bersama puteranya, Henry Crawford dari penjara karena jaminan uang dari pengacara kelas kakap yang ia sewa."BRAAKK!" Suara gebrakan tangan di meja itu terdengar nyaring sebelum rentetan sumpah serapah pria itu di hadapan Letnan Benjamin Roosevelt yang duduk santai di kursi kerjanya mengisap sebatang rokok filter."Sialan! Seandainya kau ikut ke balai kota tadi saat penembakan terjadi, Letnan. Situasinya sangat mencekam. Hingga kini aku masih saja menguatirkan Jaksa Emily Carter. Pria busuk itu tak punya hati sama sekali, dia sungguh-sungguh menyuruh sniper menembak Emily, hingga 3 tembakan!" ujar Sersan Rodney kesal sembari mondar-mandir menyugar rambutnya.Rekannya pun berkata, "Aku pun tadi mengamuk di kantor, tapi memang seperti itu bila kasus menyangkut orang kuat secara posisi dan finansial, Rod. Kita harus mengawal Emily dengan lebih ketat
"Apa maksudmu dengan mengatakan Emily adalah wanitamu, Pria Turki?" tuntut Rayden dengan nada keras menekan telunjuknya ke dada Murat yang bidang.Namun, Murat tak gentar sedikit pun menunjukkan posisinya sebagai kekasih baru Emily. Dia menatap lurus-lurus saat menjawab Rayden, "Semalam kami melakukan pembicaraan serius mengenai hubungan istimewa kami ke depannya dan Emily setuju untuk menjalin sebuah ikatan eksklusif denganku.""Ada yang dia katakan benar, Emily?" tanya Rayden gusar menoleh ke arah jaksa wanita itu.Emily mengangguk mengiyakan pertanyaan dari Rayden lalu berkata, "Benar. Murat adalah pria yang kupilih untuk mendampingiku."Dengan bertolak pinggang pria Perancis itu berseru dengan nada satir, "Ohh ... pendamping? Hahaha. Hebat sekali Jaksa Emily Rosalyn Carter. Kupikir hanya ada sebuah profesi wanita pendamping, seperti yang bisa ditemukan di night club. Kau menjadikan seorang pria sebagai pendamping. Nah ... aku bisa menjadikanmu sebagai istriku kalau begitu!" "Maaf
Sesuai janjinya kepada Emily, pagi itu Murat mengantarkan wanita kesayangannya membeli bunga tabur dan juga karangan bunga indah untuk menyekar ke pekuburan mendiang mamanya. Gerbera merah muda, Mawar putih, dan Anggrek ungu dirangkai menjadi sebuah buket bunga yang cantik sesuai pesanan Emily. Seusai membayar harga bunga segar yang ia beli, Emily naik kembali ke mobil CRV bersama Murat. Wanita muda itu memangku buket bunga segar itu selama perjalanan menuju ke Rosehill Cemetery. "Apa kunjungan ini rutin kau lakukan setiap bulan, Emily?" tanya Murat penasaran karena dia baru sekali ini mengantarkannya.Mobil yang berisi pengawal dari kepolisian masih mengikuti mobil yang dikemudikan oleh Murat di belakang persis CRV putih itu. Murat melihatnya dari kaca spion tengah dan merasa tenang. Emily pun menjawab, "Iya. Memang aku selalu menyempatkan waktu sebulan sekali untuk mengunjungi makam mamaku agar beliau merasa aku tidak melupakannya. Mungkin terdengar sentimentil, tetapi semasa bel
"Halo, Sersan Rodney. Tolong kejar Emily sekarang, aku tertembak di Rosehill Cemetery. Dia dibawa anak buah Senator Crawford! GPS ponselnya menuju ke barat luar kota Chicago," ujar Murat dengan cepat. Sersan Rodney segera menyambar kunci mobil dinas dan meminta Letnan Benjamin mengikutinya keluar menuju parkiran mobil markas kepolisian Chicago. "Kami segera meluncur, kau pandu kami harus ke mana, oke?" serunya lalu tancap gas menuju ke arah barat luar kota Chicago.Pria Turki itu tidak memedulikan darah yang mengucur dari bagian perutnya yang tertembak. Sakit memang, tetapi kekuatirannya jauh lebih besar atas kondisi Emily. Rasanya hatinya seolah teremas-remas karena kekuatirannya yang tak terkendali saat ini.Dengan panik ia menekan gas mobil CRV miliknya dalam-dalam dan berpacu mengikuti GPS yang terpasang di ponsel Emily yang untungnya tidak diketahui oleh gerombolan penculik itu tadi. Murat mengirim share location GPS terkini posisi Emily ke nomor Sersan Rodney.Petugas kepolisia
"Bos, transaksi nanti malam sudah kami persiapkan barangnya," ujar Pablo Barbossa di sambungan telepon. Rayden pun menjawab, "Lakukan sesuai SOP (Standard Operation Procedure) jangan sampai terendus oleh pihak kepolisian, Pablo!" "Apa Anda tidak datang ke lokasi nanti malam, Bos?" "Tidak. Aku sedang tidak bisa fokus dengan pekerjaanku, sepertinya aku butuh sedikit istirahat, oke?" jawab Rayden lalu mematikan panggilan telepon dari anak buah kepercayaannya.Seusai mengatur teknis penyelundupan senjata api ke klien Rusia untuk nanti malam, Rayden membaringkan tubuhnya terlentang di atas ranjang lebar di penthousenya. Dia merindukan Emily dan masih sulit menerima pilihan wanita itu yang lebih memilih pria Turki yang juga bekerja sebagai asisten jaksa dibanding dirinya.Namun, dalam benak Rayden pun mungkin ini yang terbaik karena dunia kriminal yang ia jalani selama belasan tahun akan berbahaya bila terendus oleh penegak hukum. Semakin sering ia menjalani kehidupan bersama Emily, maka
Malam itu Emily menginap di Hotel Langham Chicago yang berlokasi di Michigan Avenue. Dia sekamar bersama Murat dan Emily merasa aman sepanjang malam sekalipun tanpa dikawal oleh petugas dari kepolisian Chicago. Mereka berdua benar-benar seolah tak terdeteksi keberadaannya oleh Senator Gordon Crawford."Murat, sepertinya aku harus mengurus kartu-kartu penting dan membeli ponsel baru karena tasku tenggelam bersama barang-barang penting itu ketika aku jatuh ke laut tadi siang," ujar Emily sembari bergelung dalam dekapan Murat di atas ranjang hotel bintang 5 itu.Semua pengeluaran itu ditanggung sepenuhnya oleh Murat, dia memiliki banyak dana di rekening tabungannya. Pria itu pun berkata, "Besok kita membeli ponsel baru untukmu dulu, kalau mengenai kartu identitas dan kartu bank sepertinya kau bisa meminta tolong ke Letnan Ben atau Sersan Rodney.""Ahh ... kau benar, Murat. Baiklah, apa aku bisa meminjam uangmu untuk membeli ponsel baru?" sahut Emily sekaligus menguji apakah sifat Murat p
Sebuah iPhone keluaran terbaru berada di genggaman tangan Emily saat ia duduk di dalam mobil CRV yang dikendarai oleh Murat. Kekasih Turkinya yang membelikan ponsel yang fiturnya lebih canggih dibanding ponsel miliknya yang tenggelam di lautan kemarin dan tentunya jauh lebih mahal."Kau terlalu memanjakan aku, Murat! Sebenarnya ponsel yang biasa saja tidak apa-apa, tapi kau justru membeli iPhone keluaran terbaru untukku," ujar Emily menatap pria di sebelah kursinya yang sedang fokus menyetir mobilnya."Teknologi terus berkembang, Emily. Paling tidak spesifikasi iPhone itu akan tetap up-to-date hingga beberapa tahun ke depan. Kau tak perlu membeli ponsel versi baru selama itu," terang Murat dengan bijak yang mendapat anggukan setuju dari Emily. Mereka sedang berada dalam perjalanan menuju ke kantor kepolisian Chicago untuk menemui Letnan Benjamin Roosevelt dan Sersan Rodney Bradford. Ada beberapa hal yang harus dikerjakan bersama kedua perwira menengah polisi itu sekaligus Emily ingin