Saga mati rasa ketika Nadine mencoba mengobati luka di wajahnya. Luka lebam dan berdarah-darah ini tak ada apa-apanya di banding luka yang di tanggung Senja. Demi Tuhan istrinya itu selain sakit hati juga kini tengah hamil. Saga mendesah ketika diingatkan jika sebentar lagi akan di panggil ayah. Ada satu nyawa yang perlu ia pikirkan masa depannya.
“Sumpah, gue kayak orang begok. Sebenarnya apa yang terjadi sama Saga. Kenapa tadi itu itu dokter bilang selamat. Istri, suami maksudnya apa gue gak ngerti. Kenapa tadi si udik sok pahlawan pakai hadang Troy segala.” Cerocos Icha tanpa mau ada yang berkomentar. Icha tak sepenuhnya salah bilang seperti itu karena belum tahu kenyataan yang sebenarnya. “Loe juga Nadine!!” Tunjuknya pada Nadine yang memegang kapas serta cairan anti septik. “Kenapa ngobatin pacar gue, loe seharusnya pulang sono. Urusin suami loe!!”
“Saga udah nikah.” Jawab Nadine ketus. Hubungannya dengan Icha itu buruk. Icha berstatus adik tiri yang merebut sem
Senja berpikir dewasa. Bayinya tak bersalah, kehadirannya bukan karena kecelakaan. Ia menikah lalu hamil, wajar bukan? Orang tak akan mencibirnya, ia punya surat legal. Hanya saja, tanpa seorang suami. Bagaimana anaknya nanti, karena jika Troy memiliki masa depan sendiri dan menikah maka anaknya kelak akan menuntut tahu siapa ayahnya yang sebenarnya.“Loe capek? Kita istirahat dulu ya?” Minta Fara yang sudah di wanti-wanti Troy untuk menjaga sang adik. Senja menurut, ia duduk di salah satu bangku kampus. Mereka kini ada di kampus untuk mengurus segala tetel bengek, keperluan Senja untuk lulus. “Ada yang sakit?”“Gue hamil bukan sakit parah.” Fara meringis tak enak, perhatiannya kelewat lebay.“Loe mau minum atau makan?”“Kalau perlu apa-apa gue bakal jalan sendiri. Please Fara biasa aja...”“Gue boleh tahu nggak, gimana perasaan loe pas tahu kalau hamil?”“Campur a
“Gimana Om?” tanya Troy pada orang yang sedang duduk tenang di kursi empuk. “Kalau Om setuju, maka saham milik papah akan sepenuhnya jadi hak Om, perusahaan akan mutlak jadi milik Om?”“Tapi Troy...”“Bukannya Om, menikahkan Senja dengan Saga karena memang tak ingin saham perusahaan Om berpindah tangan?” Hermawan tampak berpikir keras, tawaran Troy menggiurkan. Menukar saham hanya dengan satu tanda tangan cerai dari putranya. Tapi tegakah ia memisahkan sepasang suami istri itu. Ah mereka kan tidak saling cinta, cerai malah menguntungkan. Apalagi putranya yang berandalan pasti akan senang.“Iya tapi kamu gak apa-apa kalau adikmu jadi janda muda?” Troy malah tertawa keras. Janda, hanya sebuah predikat. Lebih baik adiknya hidup tanpa Saga. Senja berhak mendapatkan masa depan yang lebih cerah. Dengan keluarganya, Senja akan menjadi serang Mahatya.“Ck... jaman sekarang banyak perempuan yang jad
“Ini yang mamah bilang kabar baik?” Saga membanting berkas perceraiannya ke atas meja kaca. Tertera jelas tanda tangan Senja sudah duluan ada. “Saga gak mau!!” “Dengerin mamah. Kamu bakal mendapatkan kebebasan setelah tanda tangani surat ini. Bukannya itu mau kamu dari dulu?” Dulu memang ia ingin Senja keluar dari kehidupannya. Tapi tidak sekarang, apalagi keadaan istrinya itu kini tengah berbadan dua. Ada bayinya yang perlu Saga pikir. “Senja hamil mah, aku gak bisa ninggalin dia!!” Devi langsung melotot tak terima. Bisa-bisanya Saga membuat anak dengan gadis yang tampangnya di bawah rata-rata. “Kenapa bisa?” “Yah bisa, kita kan yang...” Devi memegang bagian belakang kepalanya. Seketika kepalanya pusing seperti terhantam balok. Ya ampun di saat impian Devi ada di depan mata. Kenapa perempuan itu malah hamil! “Ah itu gampang. Kita ambil anak kamu setelah dia lahir.” Devi menemukan solusi yang menurutnya benar namun ucapan sang ibu memb
Saga lari tergopoh-gopoh, hendak masuk ke sebuah restoran. Tak ada angin ataupun hujan istrinya mengiriminya pesan. Agar mereka bertemu. Ah tentu Saga tak akan sia-siakan kesempatan ini. Ia akan membujuk Senja agar kembali Anda. "Maaf, kamu lama nunggu?" Saga duduk tanpa dipersilahkan. Ia tak mau memesan makanan "Enggak."
Namun Senja dapat bernafas lega ketika sang kakak tak ada. Syukurlah perang tanding bisa di tunda dulu. Saga ternyata gigih, sampai berani mengikutinya ke ruangan Wisnu di rawat. "Kamu di luar aja." "Aku kan mau jenguk, sekalian datang sebagai cucu mantu." Senja yang memegang engsel pintu, memundurkan kepalanya sambil mengernyit jijik. Cucu mantu? Itu bahkan akan jadi mantan. "Ya udah tapi diem." Senja menempelkan telunjuknya di atas bibir di sertai pelototan galak. Saga merapikan pakaiannya sebelum bertemu Wisnu. "Ma... u apa ka... mu... ke sini!!" Astaga sudah stroke separuh badan tetap saja galak. Senja waspada karena tahu, kadar benci sang kakek pada ibunya dan juga dirinya. "Kita mau jenguk kakek." jawab Saga enteng. "Gak... per... lu!!" Aduh ngomong aja udh ngumpulin nafas masih aja gengsi sambil membuang muka. "Per... gi... kalian!! Per... gi!! Ke sini datang baik-baik kok perlakuan kakek Senja kasar. Untunglah Saga tak membawa
“GA, kamu gak boleh gegabah mengambil keputusan.” Kemarin mamanya yang bertandang kini sang kepala keluarga. Kenapa kedua orang tuanya begitu ngotot memintanya untuk menceraikan Senja. “Kalau masalah anak. Itu gampang. Kita bisa ngambil dia setelah lahir.” “Papah sadar ngomong kek gituh? Papah punya anak juga. Apa jadinya kalau aku dulu Cuma di asuh papah dan gak punya mamah.” Hermawan diam seribu bahasa. Anggap saja ia egois. Tawaran saham itu begitu menggiurkan. Hingga ia rela mendepak sang menantu yang tengah hamil. “Seratus persen saham perusahaan kita akan jadi milik kita. Kamu gak usah membagikan dengan siapapun.” Itulah tujuan awal pernikahannya dengan Senja. Agar saham perusahaan yang ayahnya pegang tak berpindah ahli waris. Namun ayahnya terlalu serakah. Ingin memiliki semuanya sendiri. “Papah tahu kamu udah gak betah kan dengan pernikahan ini!” “Papah salah, demi apa pun aku akan mempertahankan Senja dan anakku. Lebih baik papah bawa pergi surat cer
Sebelum makan mereka pergi jalan-jalan ke taman dan juga ke suatu tempat yang mengejutkan Senja ketika sampai. “Ke rumah sakit?” “Iya, aku mau lihat perkembangan anak kita.” Senja memejamkan mata. Ia lupa, belum pernah sekali pun memeriksakan sang anak pada dokter kandungan. Untung saja sang suami mengingatkan. “Gak apa-apa kan setelah ini baru kita makan?” “Gak apa-apa.” Bolehkah kali ini Senja merasa terharu karena perhatian sang suami. Ia merasa tak apa kalau cinta Saga bukan untuknya, asal anaknya mendapat kasih sayang penuh dari sang ayah. “Usia kandungannya udah masuk delapan minggu. Lihat kantung janin sudah terbentuk. Janinnya sehat, tekanan darah ibunya normal. Masih sering mual atau muntah?” tanya dokter kandungan yang tengah menangani Senja. “Alhamdulillah selama hamil gak pernah ngalamin itu. Pas hamil juga gak sadar, sebelum akhirnya pingsan.” Dokter perempuan itu hanya mengulum senyum tipis lalu menyuruh sang asisten membersihkan perut S
Dara dan Senja ter jingkat kaget saat pintu apartemen di tutup dengan kasar oleh Troy. Pandangan Dara dan Senja bertemu. Ada rasa tak enak yang menyergap. “Sorry Ra, aku gak bermaksud mempersulit kamu.” Dara paham namun secara tidak langsung ia juga ikut andil dalam kekacauan ini. “Gak apa-apa. Troy lagi marah suka ngambil keputusan seenaknya.” Dara mendekat, mengelus pundak Senja pelan. “Aku bakal sedih kalau kamu pindah. Aku gak ada temen lagi deh.” “Aku mau pulang ke rumah mamah.” Dara ikut sedih jika Senja terpasung. Troy memang kakak Senja tapi di tak ada hak atas hidup wanita ini. Apalagi Senja punya wali sah yaitu suaminya. “Kalau Troy lagi emosi gini. Jangan di lawan. Kita bisa ngomong pelan-pelan tapi nanti.” Kalau sudah begitu Senja hanya bisa memejamkan mata dan mengurut pelipisnya. Tindakan Troy terlalu jauh. Dia bukan anak kecil yang harus di awasi segala sisi. Senja sudah dewasa bisa mengambil yang baik serta benar untukny