“Selamat siang,” sapa Arley sembari menundukkan kepalanya. Hal yang sama dilakukan oleh Prims. Wanita bergaun hitam dengan tas tentang yang terlihat glamor itu memindai mereka bergantian seraya menganggukkan kepalanya, “Selamat siang,” jawabnya lebih dulu. “Kalian di sini?” “Iya, Mama. Apa yang Mama lakukan di sini?” tanya Arley dengan tangannya yang tetap menggandeng Prims.“Hanya ... akan bertemu dengan teman. Ada acara makan siang.”Prims hanya mendengarnya tanpa sanggup memandang Katie. Pandangannya tertunduk menghindari kontak mata. Menjaga diri dari hinaan yang sewaktu-waktu bisa menghujaninya, mengingat perlakuan Katie yang selama ini tak pernah menyukainya.“Selamat menikmati kegiatan kalau begitu,” ujar Arley dengan sedikit menarik Prims, agar mereka sedikit menyisih sekiranya Katie akan lewat.“Kalian sedang apa di sini? Liburan?”Prims tidak menduga jika Katie ingin tahu apa yang mereka lakukan, padahal wajahnya tadi terlihat ketus, tetapi nada bicaranya sangat jauh deng
“Lima orang anak, bagaimana menurutmu? Rumah kita akan diisi oleh tawa dan pertengkaran mereka.”Prims tak serta merta menjawabnya karena untung saja ada hal yang harus diselesaikan lebih dulu oleh Arley. ponsel miliknya berdering sehingga ia melepaskan tangannya dari Prims dan terlebih dahulu menerima panggilan tersebut.Arley berdiri di dekat meja yang tak jauh dari tempat tas mereka berada. “Jayden,” sapanya saat panggilan mereka tersambung.“Atur saja! Aku akan lihat nanti.”Dari tempat ia berdiri, Prims menyaksikan Arley yang terlihat lucu dengan bando di atas kepalanya itu. Di luar dugaan karena dia benar-benar tidak menolak apapun yang dilakukan oleh Prims kepadanya.“Ada apa?” tanya Prims saat Arley mengayunkan kembali langkah kaki panjangnya dan berhenti di tempat semula, mengambil duduknya lagi menghadap pada Prims dan memeluk pinggang rampingnya seperti sedia kala.Seolah ia ingat bagaimana posisi mereka, presisi serta setiap sudutnya sehingga kini mereka berhadapan seolah
“Bagaimana? Apakah kamu mau?”“Tidak,” jawab Prims dengan gegas karena jika tidak maka Arley bisa saja membawa pembahasan ini ke arah yang lebih jauh.Apa jadinya jika hal itu benar ia lakukan? Yang ada Prims bisa ditemukan pingsan.Maka, pembicaraan soal hal itu segera berakhir karena Prims mengatakan jika mereka sbaiknya tidur siang. Tadinya, Arley menolak. Tetapi karena Prims sedikit mengungkit soal ‘cuddle’ yang mereka sepakati sebelumnya, alhasil mereka menghabiskan waktu siang untuk saling memeluk kala terlelap.Kegiatan sederhana yang mereka lakukan ternyata memberikan efek yang bagus. Dua di antara mereka menjadi semakin dekat hanya karena tenggelam di dalam pembicaraan yang dalam.Di luar dugaan karena Arley memiliki banyak hal yang menjadi topik untuk ia bahas bersama dengan Prims saat mereka membuka mata, atau memutuskan untuk menghangatkan diri dengan sebentar berendam di dalam bath tub.Dan yang mereka inginkan sejak tadi akhirnya tiba, movie date. Prims sudah memilih ser
Hari sudah hampir siang saat Prims dan Arley kembali ke rumah setelah staycation di hotel. Sambutan dari Jodie terdengar hangat saat keduanya memasuki rumah.Senyum Jodie pun terlihat menyapa mereka saat keduanya bergandengan tangan dengan wajah yang cemerlang, “Selamat datang kembali. Apakah liburannya berjalan dengan baik?”“Iya, Bu Jodie.”“Jika begitu, artinya tinggal menunggu kabar baiknya saja,” ucap Jodie yang membuat Prims berdeham sedikit resah karena tahu betul apa yang sedang dibicarakan olehnya.“Kabar baik apa?” tanya Arley yang membuat Jodie sekilas mengangkat kedua bahunya, “Bukankah Tuan Arley tidak perlu bertanya lagi kepada saya?” tanyanya sebelum undur diri dari sana.Senyum masih merekah, menyisakah seberkas kebahagiaan yang bisa dirasakan oleh Prims saat punggung wanita paruh baya itu menghilang dari pandangannya.“Ayo masuk ke kamar!” ajak Arley yang membuat Prims terjaga kemudian memberinya anggukan dan mereka berjalan menuju ke lantai dua.“Apakah kabar baik ya
Meninggalkan sisa hari yang kembali mereka habiskan dengan memadu cinta, pada akhirnya mereka keluar dari kamar meski di dalam sana adalah tempat yang paling nyaman.Dan untuk mengisi libur panjang yang akan berakhir secepat kedipan mata, Arley menepati janjinya bawa mereka akan pergi ke mall, tempat di mana mereka pernah datang dan menonton film di cinema serta mengambil foto di photo box.Kali ini, Prims akan mengambil foto yang lebih banyak dan meminta Arley untuk tersenyum lebih lebar agar bibir lurusnya yang seperti tombol spasi itu tidak seperti itu selamanya.Satu film selesai mereka tonton, kali ini Arley memilih film dengan lebih hati-hati agar—meski di dalamnya terdapat adegan dewasa—setidaknya tidak sepanas menggelora seperti yang penah mereka lihat tempo hari lalu.“Apakah kali ini jauh lebih baik daripada pilihanku yang pertama?” tanya Arley yang disambut anggukan dari Prims.“Iya, jauh lebih baik.”“Dan sekarang aku tahu tipe film kesukaanmu.”“Apa memangnya?”“Pokoknya
Senyum terkembang di kedua sudut bibir Arley saat beberapa paper bag berisi pakaian 'penggoda' itu telah berpindah kepemilikan kepadanya, yang ke depannya akan berpindah tangan kepada Prims, tentunya.Setelah meminta Will untuk mengambilnya, mereka kemudian pergi ke tujuan yang mereka bicarakan sebelumnya, ke photo box.Kurang rasanya jika apa yang dilakukan oleh Arley tak menuai protes dari Prims sebab saat mereka baru saja melewati sekelompok muda-mudi, Arley mendengar Prims yang sedikit kesal saat mengatakan, "Bagaimana kalau nanti aku tidak mau pakai pakaian-pakaian itu?" tanyanya, merujuk pada beberapa lingerie yang mereka beli tadi."Tidak masalah, aku mengajakmu membelinya lebih pada karena menghargai tawaran dari sales-nya tadi," jawabnya di luar dugaan."Aku melihatnya sudah ditolak mungkin lebih dari ... lima atau tujuh orang selama kita berbicara dengan Richard. Dan mungkin membeli darinya membuatnya bersemangat untuk tetap bekerja," lanjutnya.Me
Mungkin karena berada di tempat umum, sehingga Arley tidak melakukan hal yang lebih jauh daripada memberinya sebuah kecupan. Mereka pergi dari photo box dengan hasil cetakan yang disukai oleh Prims.Ia tak bisa menahan senyumnya sekeluarnya mereka dari sana, sesekali menunjukkannya pada Arley, prianya itu sibuk mendengarnya yang terlihat ceria saat mengatakan, “Aku sangat suka yang ini,” tunjuknya pada foto nomor dua dari atas.Itu adalah saat mereka berdiri dan Arley mencium pipinya, “Kenapa kamu suka dengan yang itu?”“Karena kamu terlihat sangat manis di sini.”“Aku pikir kamu suka karena justru kamu terlihat sangat cantik di sini.”Mendengar itu membuat Prims menoleh kepadanya dengan cepat, “Apakah aku cantik?” tanyanya. “Aku penasaran karena Alice selalu bilang kalau aku ini pas-pasan saja. Jadi aku tidak pernah merasa kalau aku begitu.”“Kamu sedang merendah untuk meninggi?” tanya Arley sedikit kesal.“Tidak. Aku sungguh-sungguh.”“Alice bilang begitu karena dia ingin membuatmu
Prims tidak tahu bagaimana ayahnya itu bisa menemukannya di sini. Teriakannya yag menggema mengundang atensi semua orang untuk melihat ke arahnya. Rasa terkejut bukan hanya dirasakan oleh Prims melainkan oleh pengunjung kafa kala mereka melihat Aston bergerak maju dan melayangkan tangannya pada Prims.Gema tamparan hampir saja terdengar jika tangannya tak tertahan di udara.Ketegangan menghampiri mereka, keheningan sejenak pekat sampai mereka menyadari bahwa tangan yang menahan Aston itu bukanlah tangan Arley atau tangan orang lain, melainkan tangan Prims sendiri.Ia telah lebih dulu berdiri begitu Aston menyebutnya sebagai 'Anak kurang ajar' dan mengumpankan tangannya untuk menghalau tindakan apapun yang akan dilakukan oleh ayahnya.Dan dilihat dari tabiatnya, setelah menyebut Prims sebagai anak kurang ajar, ayahnya itu pasti akan menamparnya.Prims menatapnya dengan sepasang matanya yang terasa basah. Tubuhnya meremang sesaat sebelum ia menepis tangan Aston dan mengenyahkannya dari