Tatapan tajam Aruna terhunus pada wanita berpakaian lusuh yang masih dipegangi dua petugas security dan satu orang yang berjaga waspada. Wanita muda istri CEO Dananjaya Group itu kemudian terhenti di depan Lisa dengan sorot yang dipenuhi bara. “Jangan sekali-kali kamu menyebut nama ibuku dengan mulut kotormu, bu Lisa!” Wanita berpakaian lusuh itu melepaskan tawa sinis. “Ada apa memang dengan itu? Kamu anak durhaka yang mengabaikan ibumu sendiri setelah menjadi kaya! Jadi, memang benar wanita yang kamu sebut ibu itu, tidak becus menjadi seorang ibu! Bagus dia mati lebih awal, kalau tidak, kamu mungkin akan jadi--” PLAKK!! “Tutup mulut busukmu!” desis Aruna menahan murka. “Ka-kamu!! Kamu berani memukulku, anak durhaka?!” Lisa menatap nyalang pada Aruna. Ia bergerak hendak maju, namun tertahan kuat oleh dua petugas di kiri dan kanannya. Aruna bergeming, namun tubuhnya sedikit bergetar menahan amarah yang membuncah akibat perkataan yang dilontarkan oleh Lisa. “Dengar baik-baik, ibu
Aruna mengembus napas pelan dan bergumam.“Apakah aku berdosa, jika masih belum memiliki maaf untuk wanita itu dan juga anaknya?”Brahmana terdiam sepersekian detik.“Meminta maaf adalah satu hal yang berat, tapi lebih berat lagi adalah memberikan maaf.” Suami Aruna itu memberikan pembuka kalimat.“Karena itu, aku tidak bisa menghakimi mengenai hati. Apa yang kau alami saat bersama ibu tiri dan saudara tirimu saat itu, pasti berat. Tapi aku tidak berani mengatakan ‘aku mengerti’, karena aku tidak pernah berdiri di kakimu dan mengalami apa yang kau alami. Jadi..” Brahmana mengusap penuh kasih sisi kepala Aruna.“Bebaskan dulu dirimu dari segala sesuatu yang mengganggumu. Setelah kau sungguh-sungguh bisa melepaskannya, kau bisa memaafkan mereka.”“Terima kasih, Agha…”“Aku yang terima kasih,” balas Brahmana.“Mengapa?”&l
“Apa maksudmu Bu?!” Ferliana mengempas kasar bokongnya di depan sang ibu dengan mata membesar tidak percaya. “Seperti yang kau dengar. Dia menikah dengan pewaris DG.” “Tidak,” geleng Ferliana. “Tidak mungkin! Mana mungkin wanita sialan itu menikah dengan--” Lisa menaikkan bahu. “Itu kenyataan.” Tidak mempercayai itu, Ferliana mengeluarkan ponselnya dan mengetik kata kunci tentang pernikahan Aruna di kolom pencarian. Tidak butuh waktu lama, berita tentang pernikahan akbar Aruna dan Brahmana muncul dan telah menjadi trending topic. Mata Ferliana liar menatap tajuk utama setiap berita dengan mata memerah dan rahang mengeras. [Heboh!! Pewaris Dananjaya Group Melepas Masa Lajangnya!] [Pernikahan Termegah Abad Ini; CEO Dananjaya Group Menikahi Manager] [Pewaris Tunggal Dananjaya Group Menikahi Wanita Cantik Sederhana] [Siapa Wanita Penakluk CEO Dananjaya Group?] Dan judul-judul bertema serupa, berderet memenuhi layar ponsel Ferliana. Ia mengetuk salah satunya dan membaca dengan t
“Kamu kenapa?” Aruna menarik kursi di seberang Shanti duduk. Ia bergegas datang ke kantin di kantornya, Niskala, setelah menerima telepon dari Shanti yang mengatakan ingin bertemu dengan Aruna. Tentu saja ini bukan hal biasa. Jika pun Shanti mengajak dirinya bertemu, atau sekadar hang out biasa, mereka akan melakukannya di cafe yang mereka anggap nyaman. Bukan di kantin kantor seperti ini. Jelas bagi Aruna, ada yang tidak beres dengan Shanti. Dan itu cukup terlihat jelas pada raut wajah sahabatnya itu begitu ia sampai di kantin. “Ada apa Shan?” ulang Aruna. “Siang bu,” sapa beberapa pegawai sambil membungkukkan badan dengan hormat ketika melintasi meja Aruna dan Shanti. “Siang.” Aruna mengangguk, membalas sapaan mereka. Kantin begitu tenang, sapaan itu terdengar jelas membuat Shanti yang semula menopang wajah di atas lipatan tangannya di meja, mendongak. “Ini benar-benar tenang, ngga kaya kantin,” cetusnya lalu menoleh sekeliling. Kantinnya tidak sepi, cukup banyak pegawai d
“Akhirnyaa.. satu lagi pesanan. Selesai ini, beres sudah!” Shanti tersenyum.Minggu ini orderan yang masuk melalui marketplace lumayan banyak, membuat wanita muda sahabat Aruna itu harus menghabiskan sebagian waktunya di jalanan dengan roda duanya.“Yang kuat yah, Besti.. Lu membersamai perjuangan gue dari nol…” Shanti menepuk badan motor, sebelum kembali menaiki kuda besi yang terbilang sudah ketinggalan jaman itu.Sempat salah satu kawan Shanti mengatakan minatnya untuk membeli motor Shanti tersebut, namun Shanti menolak keras.“Motor ini sejarah, Bung! Ini motor yang dipake istri CEO DG saat pertemuan pertama mereka! Mau lu beli dengan harga berlipat, kagak bakal gue jual!”Selalu jawaban yang sama Shanti berikan kepada siapapun yang mengatakan berminat membeli motornya ataupun menyarankan dirinya melakukan tukar tambah motor tersebut.Shanti memang tidak salah.Motor miliknya itu adalah m
“Ah!” Aruna berguling.Sudah sejak beberapa menit lalu ia tidak kunjung bisa memejamkan kedua matanya. Tepatnya, tidak bisa terlelap.Tubuhnya bolak-balik gelisah di atas ranjang besarnya.“Kau belum tidur, Sayang?” Brahmana yang duduk di balik meja kerja di dalam kamar itu menatap ke arah ranjang mereka.Meskipun ia sejak tadi tengah berkutat memeriksa beberapa email, namun sudut matanya tetap menangkap gestur gelisah Aruna di atas ranjang.Hanya mendapatkan gumaman kecil dari sang istri sebagai jawaban pertanyaannya tadi, Brahmana pun bangkit dari kursi dan mendekati sisi ranjang. Ia membungkukkan tubuh dan mengecup pelipis Aruna.“Apa masih belum puas?” bisik pria itu dengan nada menggoda. “Aku bisa beberapa ronde lagi.”“Aku sudah tidur!” decak Aruna lalu berbalik memunggungi Brahmana sembari merapatkan selimut.Pria tampan suami Aruna itu terkekeh geli melihat tin
Siang hari itu, Brahmana di dalam ruang meeting dengan pembahasan penting mengenai progress mega proyek yang Dananjaya Group telah dapatkan, ketika ponselnya bergetar.Namun pria tampan itu tidak menyadarinya, karena tengah menyimak laporan dari salah satu petinggi Dananjaya Group.Tidak berselang lama, ponsel Fathan yang kini bergetar.Sekretaris Brahmana itu mengeluarkan ponselnya dari saku dan melirik ke layar. Melihat nama kontak yang tertera di sana, Fathan bangkit dari duduknya dan mendekat ke posisi Brahmana.“Tuan.” Fathan menyodorkan ponselnya ke hadapan Brahmana.Wajah Brahmana terlihat terganggu, namun begitu melihat layar di ponsel Fathan tersebut, ia segera mengangkat tangan kanannya, memberi kode pada peserta meeting dan petinggi yang tengah membacakan laporan, untuk berhenti sejenak.Ia pun menggeser panel jawab dan menjawab lembut.“Ya Ammi?”‘Jadi kapan kau akan memberiku cucu?&rsq
Berbanding terbalik dengan Shanti, Aruna tersenyum ramah saat melihat kehadiran Fathan.“Mas Fathan,” sapa Aruna.Fathan melangkah maju dan memberikan anggukan kepala sebagai salam hormat pada Aruna, lalu memberikan anggukan serupa untuk menyapa Shanti.Wanita muda sahabat Aruna itu mengatupkan bibirnya rapat dengan mata terbuka cukup lebar dan sorot mata yang begitu rumit.“Duduklah, Mas.”Shanti menoleh cepat pada Aruna dengan melempar tatapan protes yang seakan menyerukan kalimat ‘Ngapain disuruh duduk bareng kita?!’Fathan mengangguk lagi, lalu memberi kode pada wanita muda di belakangnya yang segera bergeser mendekat pada mereka bertiga, namun tetap berposisi berdiri.“Jadi, kau ke sini untuk…” Aruna menghentikan kalimatnya dan menoleh pada wanita yang berdiri di belakang Fathan.“Ah ya. Seperti yang Nona Aruna ketahui--”“Runa udah tau?!&rdquo