Share

Ditagih Uang Sewa

Pria itu membulatkan matanya dengan sempurna ketika dia sudah yakin seratus persen jika ia mengenali perempuan yang berniat bunuh diri itu. ‘Bukankah dia perempuan yang kemarin diusir dari pernikahan itu?’ pikir Dirga dalam hati. Pantas saja perempuan itu tampak tak asing, nyatanya mereka memang pernah bertemu. ‘Apakah kejadian beberapa hari yang lalu membuatnya menjadi seperti ini?’ pikirnya lagi.

Tanpa berpikir panjang, Dirga langsung berlari menembus kerumunan dan berniat untuk menghentikan aksi nekat Agatha. Pria itu perlahan berjalan mendekat meskipun Agatha terus menatap tajam ke arahnya. Menurut Dirga, jika tidak ada yang berbuat nekat untuk menolong, bisa-bisa kemacetan ini tidak akan bisa berakhir. Apalagi orang-orang tampak tak bisa membujuk perempuan tersebut.

“Nona, ayo turunlah,” ujar Dirga dengan kesal.

“Kau tidak melihat jika apa yang kau lakukan membuat banyak orang panik?” tanya pria itu.

Agatha mengalihkan pandangannya ke arah lain. “Kalau kalian tidak ingin dibuat panik dengan apa yang aku lakukan saat ini, pergilah saja. Aku juga tidak meminta kalian untuk berkumpul di sini untuk menolongku. Aku hanya ingin mengakhiri semua luka yang kurasakan saat ini,” ucap Agatha, tak mau dibujuk.

Karena sudah tidak tahan dengan sikap keras kepala Agatha. Tanpa ba-bi-bu Dirga langsung menarik tangan Agatha dan membuat perempuan itu jatuh ke dalam pelukannya. Semua orang yang berkumpul di sana bersorak dan bertepuk tangan, seolah apa yang dilakukan oleh Dirga saat ini adalah tindakan heroik yang patut diacungi jempol. Orang-orang pun perlahan mulai membubarkan diri, meninggalkan kedua orang itu.

“Apakah kau gila? Kau berniat mengakhiri hidupmu hanya karena pria itu?” omel Dirga begitu orang-orang sudah meninggalkan mereka berdua saja.

“Apakah kau tidak berpikir jernih sama sekali? Kau benar-benar membuktikan kebenaran jika cinta memang bisa membuat orang menjadi buta.”

Agatha hanya menatap lurus ke arah Dirga tanpa membalas ucapan Dirga sedikit pun. Perempuan itu memilih untuk mendengarkan segala omelan dan ceramah dari Dirga tanpa benar-benar memasukkan ucapan Dirga ke dalam pikirannya.

“Kau tahu, di luar sana masih banyak pria yang mungkin bisa mencintaimu lebih dari mantan kekasihmu itu. Kau ini jangan bodoh jadi perempuan. Tindakanmu tadi tidak hanya ceroboh, tetapi juga tidak bertanggung jawab. Kau pikir pria itu akan bersimpati padamu kalau kau benar-benar terluka?” tanya Dirga dengan sarkastik.

“Dia tidak akan peduli denganmu. Jangan sampai kau melakukan hal-hal bodoh hanya karena patah hati.”

Agatha bungkam. Perempuan itu menyimak ucapan pria yang berdiri di hadapannya dengan tatapan tajam, seolah ia membenci pria ini dengan sepenuh hati karena sudah lancang menggagalkan rencana bunuh diri Agatha. Dirga tidak tahu saja kalau kebanyakan orang yang melakukan bunuh diri bukan karena mereka ingin mati, namun mereka hanya ingin menghentikan rasa sakit yang mereka rasakan setiap detik.

“Kau ini benar-benar perempuan paling bodoh yang pernah kutemui,” umpat Dirga mulai kesal, lalu berbalik dan kembali ke dalam mobilnya untuk pulang, meninggalkan Agatha seorang diri di sana.

Tak pernah mengalami yang namanya jatuh cinta hingga Dirga tak tahu bagaimana rasanya sakit hati. Pria sibuk seperti Dirga mana ada waktu untuk dua hal yang sangat melelahkan seperti jatuh cinta dan patah hati. Tidak mungkin Dirga menyia-nyiakan waktunya hanya untuk melakukan sesuatu yang belum tentu bisa ia rasakan selamanya.

Semenjak hari itu, Agatha dan Dirga tak pernah bertemu pandang lagi. Perbedaan dunia mereka membuat dua orang itu hampir mustahil dapat bersinggungan secara langsung. Apalagi, kini kondisi Agatha semakin terpuruk.

***

Mendengar sebuah ketukan pintu membuat Agatha perlahan bangkit dari tempat duduknya. Dengan langkah terseok-seok Agatha berjalan menuju ke arah pintu dan membuka pintu apartemennya. Di hadapannya tampak seorang wanita paruh baya yang tengah menatap tajam ke arahnya.

“Nona Agatha, kau sudah terlambat membayar sewa apartemenmu selama tiga bulan. Kapan kau akan melunasinya?” tanya wanita tersebut.

Agatha memang tidak tinggal di sebuah apartemen mewah milik sebuah instansi atau apa. Perempuan itu tinggal di sebuah apartemen milik sebuah pasangan yang telah menginjak usia enam puluhan. Pasangan tersebut tinggal di lantai paling bawah sementara di lantai dua, tiga, dan empat adalah lantai di mana beberapa apartemen berada. Setiap lantai setidaknya memiliki tiga sampai empat apartemen yang disewakan.

“Kudengar kau juga tidak bekerja saat ini. Kalau kau tidak bisa membayar sewa, maka dengan sangat terpaksa aku harus mengusirmu karena aku pun membutuhkan uang itu untuk kukirimkan kepada anak dan cucuku,” ujar wanita tersebut.

Mendengar itu, Agatha membulatkan matanya. “Aku janji akan segera melunasi sewa apartemen ini, Bu. Berikan aku waktu setidaknya sampai awal bulan depan. Aku akan mencari pekerjaan baru secepatnya,” ujar Agatha sambil menyatukan dua telapak tangan di depan dada, memohon.

“Baiklah. Tapi ... Kalau kau memang tidak sanggup membayar sewa sampai waktu yang telah kita sepakati maka aku tidak ingin melihatmu menginjakkan kaki di apartemen ini lagi,” ujar wanita tersebut dengan telak, lalu berlalu meninggalkan Agatha tanpa menunggu jawaban dari Agatha.

Agatha mendesis pelan, lalu menutup pintu apartemennya. “Dasar wanita tua menyebalkan. Apakah dia tidak tahu kalau aku baru saja kehilangan uang ratusan juta karena uangku dirampas oleh Zio?” gerutunya sambil meletakkan pantatnya di atas sofa.

Ia lantas mencoba untuk menghubungi beberapa teman lamanya untuk mencari info lowongan pekerjaan. Merasa pusing karena ditagih uang sewa, mau tak mau Agatha harus segera keluar dari zona patah hatinya dan segera mencari pekerjaan. Namun, dari lima puluh orang yang ia hubungi, jawaban mereka kebanyakan berkata kalau mereka tidak tahu.

“Dasar teman yang tidak bisa diandalkan,” ucap Agatha sambil berdecih.

“Awas saja kalau mereka nanti membutuhkanku, aku tak akan sudi untuk menolong mereka,” gerutu perempuan itu.

Karena tak mendapat jawaban dari teman-temannya, Agatha memutuskan untuk mengambil tasnya dan berkeliling kota untuk mencari pekerjaan baru. Namun, karena saat ini sudah pukul sembilan malam, kebanyakan toko dan rumah makan sudah mulai tutup sehingga ia tidak dapat menanyakan informasi tentang lowongan pekerjaan.

“Agatha!” seru seseorang dari depan pintu sebuah tempat makan yang kini mulai ditutup.

Agatha tersenyum tipis lalu berjalan mendekati seorang perempuan yang tak lain adalah teman lamanya yang bernama Gabby. “Hai, Gabby,” sapa Agatha.

“Apa yang kau lakukan malam-malam seperti ini berjalan sendirian?” tanya Gabby sambil mengerutkan keningnya.

Agatha menghembuskan napas lelah. “Aku sedang mencari pekerjaan baru. Aku baru saja dipecat dari pekerjaan lamaku dan sekarang aku sedang pusing karena aku harus segera membayar uang sewa apartemen,” jawab Agatha memberikan sedikit gambaran mengenai apa yang terjadi dengannya saat ini.

“Di tempatku bekerja kebetulan sekali sedang ada lowongan. Apakah kau mau?” tanya Gabby melirik Agatha.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status