“Kamu sudah bertindak terlalu jauh dan selama ini aku hanya diam saja.” Sejak pertemuan pertama mereka, Permata lah yang seolah memberikan penyerangan demi penyerangan kepada Axel, begitulah yang dipikirkan oleh lelaki itu. Dia sudah cukup diam diinjak-injak harga dirinya oleh Permata. Axel tentu saja tidak akan pernah merasa salah karena dia adalah manusia paling benar di dunia ini. Menghubungi seseorang, untuk memastikan sesuatu, Axel mengangguk-angguk puas setelahnya. “Kamu jual, aku beli, Permata. Seorang Axel tidak akan pernah dikalahkan oleh perempuan seperti dirimu,” gumamnya pada dirinya sendiri. Jika Permata mendengar itu, perempuan itu pasti akan menertawakannya dengan wajah geli yang dibuat-buat untuk memancing emosi Axel. *** Satu minggu berlalu saat dunia maya dihebohkan oleh foto Permata di dalam website resmi Roque Glacio. Wajah cantik dan mengesankannya menjadi topik pembicaraan. Banyak orang berkomentar dan mengatakan banyak pujian untuk Permata.[Tentu saja Roq
“Kamu kalah, Axel.” Permata bisa melihat bagaimana dinginnya tatapan Axel yang diberikan kepadanya. Saat orang memuji Permata habis-habisan di saat sebenarnya Axel ingin menyudutkan Permata, dari sanalah Permata mendapatkan kemenangannya. Axel tidak bisa berkutik lagi sekarang. Bahkan dia turun dari panggung dengan raut wajah kesal. “Baiklah, untuk semua tamu undangan. Anda semua bisa mendapatkan perhiasan secara pre order langsung melalui website Roque Glacio.” Permata tidak lagi peduli dengan apa pun yang dikatakan oleh pembawa acara memilih meminum minumannya dengan gerakan anggun yang mengesankan. Perempuan itu bisa merasakan sebuah tatapan tajam sedang menghujanjinya. Entah itu Axel, atau bahkan kekasih lelaki itu. Permata memilih abai dan menikmati acaranya. Saat acara berakhir, Permata pergi ke toilet untuk melakukan panggilan alam. Saat dia selesai dengan itu dan keluar dari toilet, ada perdebatan kecil yang didengar. Awalnya dia tak peduli sampai ‘namanya’ disebut. “Axel
“Kamu sangat mencintai dia, kan? Maka aku akan menjauhkanmu darinya. Sejauh mungkin sampai kamu tidak bisa mencapainya.” Leona pernah masuk dalam kehidupannya di masa lalu. Tentu saja dia harus terlibat dalam urusannya yang sekarang. Bukan perkara sulit hanya untuk membuat perempuan itu menderita. Tapi dia tidak akan terburu-buru, lebih baik dilakukan dengan santai dan menikmati setiap permainan. “Kamu dari mana saja?” Almeda yang sudah menunggu sejak tadi itu mengeluarkan protesnya karena Permata terlalu lama. Permata tidak mengatakan apa pun dan segera masuk ke dalam mobil. Setelah dia merasa nyaman, dia menceritakan kejadian yang baru saja dihadapi sehingga dia telat. Setiap kata yang dikeluarkan oleh Permata menjelaskan betapa dia sangat kesal luar biasa. “Jadi, selama ini Axel sama sekali nggak cinta sama dia? Dan lima tahun lalu, dia mendatangimu karena semata hanya cemburu tanpa alasan?” “Kamu benar. Itulah kenapa aku sekarang merasa kalau dia juga pantas mendapatkan balas
“Katakan, di mana Berlian sekarang? Kalau dia nggak mau ketemu gue, gue yang akan menemuinya sendiri.” Ucapan Axel tentu saja membuat Gema bereaksi keras. Bagaimanapun, Gema memiliki keharusan untuk melindungi artisnya. Siapa yang akan tahu apa yang dilakukan oleh Axel kepada Permata hanya karena dia merasa Permata tidak menghargainya? Gema tidak bisa mengatakan apa pun kecuali hanya diam. Kepalanya tiba-tiba saja berdenyut sakit dan dia memijat pelipisnya agar terasa lebih baik. “Gema, lo juga nggak mau bilang di mana dia sekarang?” “Axel.” Gema bersuara dengan tegas. “Lo adalah sahabat gue. Dan Berlian adalah artis yang bernaung dibawah perusahaan gue. Gue nggak bisa ngebuat dia merasa tidak nyaman karena keberadaan lo di sekitarnya. Kalau lo memang tertarik sama dia ….”“Gue nggak pernah tertarik sama dia. Nggak akan pernah.” Axel memutus ucapan Gema dengan dingin. “Lo harus buang jauh-jauh pikiran lo tentang itu.”“Lantas apa?” Gema tak mau kalah. “Gue nggak pernah tahu sebena
“Aku mengatakan aku belum ingin menikah, Ma. Jadi tolong hormati keputusanku.” Jawaban yang diberikan oleh Axel membuat Nyonya Rita tampak salah tingkah di depan Leona dan kedua orang tuanya. Bukan hanya ibu Axel, Leona yang tadinya tersenyum sumringah itu mengubah raut wajahnya dengan menutup mulutnya rapat-rapat. Namun Nyonya Rita segera mencairkan suasana yang sempat membeku beberapa saat. “Kita duduk dulu. Bik, tolong panggilkan Bapak.” Seorang ART naik ke lantai dua untuk melakukan permintaan majikannya. Nyonya Rita memberikan kode agar Axel ikut duduk di sampingnya dan meskipun kemarahan sudah mulai mengumpul di atas kepalanya, Axel tetap mengikuti perintah ibunya. Mereka duduk berhadapan di sofa mewah di ruang keluarga. Nyonya Rita dengan keramahannya segera berbicara dengan topik-topik menyenangkan. “Kalian sudah datang.” Itu suara ayah Axel – Tuan Wisnu – memutus obrolan. Lelaki paruh baya itu masih tampak sehat meskipun usianya sudah setengah abad. Tuan Wisnu bersalama
“Lo harus pukul gue supaya gue percaya sama lo.” Gema tentu saja tidak akan begitu saja percaya dengan ucapan Axel. Bagaimanapun, dia merasa mengenal Axel dan lelaki itu tak pernah melirik atau pun peduli dengan seorang perempuan mana pun. Bahkan Leona yang menempel pada Axel pun, tidak dipedulikan. Namun jika mengingat bagaimana interaksi Permata dan Axel sejak mereka berdua bertemu untuk pertama kalinya, tentulah itu menimbulkan kecurigaan. “Xel, lo nggak sedang bohong, kan?” Axel bukan orang yang suka mengeluarkan kata-kata tidak berguna dengan sebuah kebohongan. Setidaknya, kebohongan di masa lalu yang dilakukan kepada Permata tidak dihitung. Tapi, ini sungguh sulit untuk dimengerti oleh Gema. Axel tidak menjawabnya. Dia memilih menutup matanya dan mengabaikan Gema yang ada di sampingnya. Jika Gema tidak percaya dengannya, maka itu bukan lagi urusannya. Yang terpenting adalah dia sudah mengatakan yang sebenarnya. “Gue harap lo bisa segera melakukan pembayaran untuk Permata
“Kamu terus menolakku selama ini, tapi kamu begitu baik kepada perempuan itu?” Kebencian Leona semakin membumbung tinggi kepada Permata setelah melihat adegan malam ini. Dilihat dari tempatnya, Axel dan Permata tampak akrab dan itu melukai hatinya. Selama ini, Leona tidak pernah diperlakukan seperti itu oleh Axel. Apa yang dimiliki oleh Permata sehingga membuat Axel tertarik kepada perempuan itu? Pertanyaan itu mengaung di dalam kepalanya. Axel menatap Leona tampak tak bersalah. Dia justru merasa Leona sangat mengganggunya. “Kenapa kamu di sini?” Bukannya menjelaskan sesuatu, Axel justru menanyakan sesuatu di luar konteks. “Ini sudah terlalu malam untuk seorang perempuan berkeliaran di luar rumah.” “Kalau aku tidak melakukan ini, maka aku tidak akan tahu kalau kamu bermain dengan perempuan lain tanpa sepengetahuanku.” Ekspresi Axel begitu dingin saat mendengar ucapan Leona. Atas dasar apa Leona menuduhkan ucapan semacam itu kepadanya? Leona bukan kekasihnya, bukan juga istrinya,
“Apa yang ingin Ibu bicarakan? Saya masih ada jadwal dan saya harus bekerja.” Permata menatap perempuan yang ada di depannya itu dengan tatapan datar miliknya tanpa ada perasaan takut sedikitpun. Namun itu berbanding terbalik dengan Leona yang tidak akan berhenti sampai di sana sebelum dia memeringatkan Permata tentang Axel. “Ikut denganku, maka kamu akan tahu.” Leona bersikap seperti Permata adalah karyawannya. Hal itu membuat Almeda dan Denial merasakan darahnya mendidih. Namun alih-alih marah, Permata dengan ringan menjawab, “Anda bukan bos saya yang mengharuskan saya mengikuti perintah Anda, Bu. Maka jika Anda mau berbicara dengan saya, silakan berbicara di sini. Saya akan memastikan kepada Anda kalau saya mendengarnya dengan sangat jelas.” “Kamu menolakku? Beraninya kamu!” Suaranya meninggi dan menarik perhatian beberapa orang. Bahkan beberapa staf yang melihat itu segera mendekat dan memastikan tidak ada kekacauan. “Berlian, kamu baik-baik saja?” Begitu lelaki itu bertanya.