“Aku ingin ikut, Sagara. Aku akan mendampingi kamu sampai urusan ini selesai. Aku baik-baik aja kok. Kayaknya anak aku paham dengan situasi dan kondisi kita. Makanya aku nggak merasa lelah ataupun kacepek’an.” Hanna menerbitkan senyumnya, agar suaminya tahu jika dia baik-baik saja.“Beneran? Kalau capek, bilang, yaa. Aku gak mau kamu kenapa-kenapa, Hanna. Karena taruhannya, kamu bisa diambil oleh papa kamu karena aku nggak bisa jaga kamu dengan baik.” Sagara menatap Hanna dengan lekat.Perempuan itu lantas mengulas senyumnya sembari menggenggam tangan sang suami. “Don’t worry. I will be fine. Lagi pula, kamu udah stok berbagai macam makanan di sini. Karena tau, aku suka makan.”Pria itu lantas terkekeh pelan. “Ya sudah kalau begitu. Maaf, yaa. Harus ikut andil dalam pencarian semua yang Papa rahasiakan dari aku. Aku nggak akan pernah melupakan kejadian ini, Hanna. Akan selalu mengingatnya. Bahkan, jika semuan
Hari Senin.Waktu sudah menunjuk angka tujuh pagi. Hanna dan Sagara tengah sarapan sebelum kembali pada aktivitas masing-masing. Hanna kembali ke boutique dan Sagara bekerja sebagai office boy di Lestari Coorporation.Namun, sebelum pergi ke kantor milik Krisna, Sagara akan menghampiri Damar di Anumerta Coorporation. Karena ingin memberi tahu pada semua para staff di sana jika dia masih hidup."Kamu belum memberi tahu aku, apa yang akan kamu lakukan di kantor kamu itu, Sagara," kata Hanna sembari membereskan gelas dan piring."Hanya ingin memberi tahu pada semua orang, kalau aku masih hidup. Akan memberi pelajaran juga ke si Damar kalau aku tidak bisa dibunuh dengan mudahnya.""Tapi, Sagara. Kalau Damar kembali incar kamu, bagaimana? Sedangkan dia ingin sekali kamu meninggal."Sagara menerbitkan senyumnya. "Kamu tenang saja, Hanna. Seperti janjiku seperti yang dulu. Akan baik-baik saja,” ucapnya kemudian mengusap pucuk rambut istrinya itu.Perempuan itu kemudian menghela napasnya deng
Setibanya di kantor.Sagara mengambil alat pel dan menghampiri ruang meeting yang sudah dipastikan sedang membahas masalah yang sama dengan Anumerta. Sebab kedua perusahaan itu tengah bersaing untuk mendapatkan hasil yang baik kemudian bekerja sama dengan perusahaan yang ada di Jerman.“Kita tidak boleh kalah oleh Anumerta itu,” kata Andi—manager produksi di sana.“Mereka bisa menang karena anak dari pemilik perusahaan itu sangat pandai mengukir desain yang diinginkan oleh costumer-nya, Pak Andi. Jelas, kita akan kalah jika bersaing dengan perusahaan itu,” ujar Malik yang sudah putus asa jika mereka tidak akan bisa memenangkan persaingan itu.“Menurut kabar yang beredar, anak dari pemilik perusahaan itu sudah meninggal, Pak Malik. Sepertinya, kita masih memiliki kesempatan untuk memenangkan persaingan ini,” ucap Andi percaya diri.Sementara yang lainnya hanya manggut-manggut. Sebab mereka tak tahu apa yang terjadi sebenarnya dengan perusahaan tersebut.Klek!Sagara masuk ke dalam. Ia
Sagara menghela napas kasar. “Ada apa?” tanyanya datar. “Aku harus kembali bekerja karena sudah jam satu. Tidak perlu banyak basa-basi.”Clara mencelos mendengar ucapan Sagara. “Sagara! Kenapa mau-maunya kamu kerja seperti ini? Ada banyak perusahaan lain yang mau menerima kamu, Sagara!”Pria itu mengendikan bahunya. Kemudian meninggalkan Clara karena tidak ingin mendengar segala ocehan yang akan dikeluarkan oleh perempuan itu.“Sagara, tunggu!” Clara menahan tangan Sagara kembali.Pria itu memijat keningnya. Sungguh. Pertemuan dengan Clara di tempat yang sama sekali tidak dia inginkan itu membuatnya pusing. Ia tak mau sampai Krisna melihatnya.“Clara! Apa lagi yang ingin kamu bahas? Jangan bertele-tele. Aku harus kerja!” gertak Sagara yang sudah kesal kepada mantan kekasihnya itu.Perempuan itu lantas menghela napasnya dengan kasar. “Aku masih cinta sama kamu, Sagara. Kalau sejak awal kamu sudah selingkuh, kenapa sekarang malah ingin mengakhiri perselingkuhan kamu itu?”Sagara terseny
Waktu sudah menunjuk angka lima sore.Cup!Baru pulang ke rumah, pria itu mencium pipi sang istri yang sedang sibuk dengan kue di dalam dapur. Lantas pria itu memeluk sang istri dari belakang dengan kepala ia sandarkan di bahu Hanna.“Lagi buat apa?” tanyanya pelan.“Brownies kukus kesukaan kamu. Tunggu sebentar, yaa. Tiga puluh menit lagi selesai. Sekarang, mending mandi dulu.”Cup!Pria itu kembali mencium pipi sang istri kemudian melepaskan pelukan itu. “Tumben banget, bikinin aku kue. Ada yang kamu inginkan?” tanya Sagara penuh curiga.Hanna menggelengkan kepalanya. “Nggak kok. Lagi pengen bikin kue aja. Tiba-tiba pengen bikinin kamu kue. Murni atas kemauan aku.”“Mungkin bawaan baby. Tau aja, kalau papanya lagi pengen makan makanan yang manis.”Hanna lantas terkekeh dengan pelan. “Mandi dulu, Sagara. Bau asem tau nggak!”“Enak aja.
“Siapa yang sudah mendesain motif furniture ini?”Krisna mengumpulkam seluruh staff yang ikut serta dalam membuat desain furniture setelah tiga hari lamanya mereka menunggu kepastian, apakah berhasil lolos atau tidak. Pertanyaan Krisna membuat jantung kelima orang itu berirama dengan sangat kencang.Karena yang mereka kirimkan adalah desain yang dibuat oleh Sagara. Namun, semuanya masih bungkam lantaran takut hasilnya gagal. Sampai akhirnya Krisna bertanya kembali, siapa yang sudah membuat motif tersebut.Andi lantas mengangkat tangannya. “Sa—saya, Pak,” ucapnya dengan sisa-sisa keberaniannya.Pria itu manggut-manggut kemudian menerbitkan senyumnya dengan sangat lebar. “Luar biasa! Anda sudah mengembangkan bakat Anda dalam seni ukir yang disukai oleh para pengusaha kelas international.”Andi tak mengerti dengan ucapan Krisna. “Ma—maksud Anda? Mohon maaf, saya kurang mengerti.”Krisna menghela napasnya dengan pelan. “Kita berhasil memenangkan persaingan ini. Ketiga motif yang dikirim p
Sagara menoleh kemudian menghela napasnya. “Belum saatnya. Aku menikahi kamu karena hanya menumpang hidup, kemudian memerankan peran sebagai suami yang baik untuk kamu. Tapi, keinginan untuk menyentuh kamu, belum ada niat dalam diri aku, Hanna.“Tapi, kamu jangan salah paham dulu. Bukan karena kamu sudah bukan gadis lagi atau karena kamu sedang hamil. Ada hal yang tidak bisa kita lakukan terlebih dahulu. Hanya itu, dan tentunya karena aku belum ingin. Akan ada saatnya kita bisa saling menyentuh dan memuaskan satu sama lain.”Sagara menerbitkan senyumnya sembari mengusap pucuk rambut istrinya itu. Kembali fokus pada laju menuju rumah sakit.“Kamu … benar-benar belum pernah melakukan itu, Sagara?” tanya Hanna dengan pelan.Sagara menggelengkan kepalanya dengan pelan. “Belum. Aku tidak pernah kepikiran ke arah sana saat sedang menjalin hubungan dengan siapa pun.”Hanna tersenyum, menyembunyikan rasa malu karena sikap Sagara jauh berbeda dengan Raffael yang mencintai Hanna hanya karena na
Sagara membalas senyum yang amat manis itu kemudian menganggukkan kepalanya. “Iya, Hanna.” Lalu, pria itu melajukan mobilnya menuju resto yang menyajikan makanan khas Jepang.“Aku ada resto yang sering aku kunjungi di sana, Hanna. Model kamu ini, pasti tau di mana tempat itu?”“Niagara Resto?”Sagara menerbitkan senyum dengan lebar, hingga giginya terlihat. “Ya. Dengan siapa kamu ke sana, aku nggak akan tanya. Yang jelas, selera kita sama. Sama-sama sering pergi ke tempat yang sama.”Hanna menerbitkan senyumnya. “Kebetulan, aku selalu pergi sendiri ke resto itu. Semua pria termasuk Raffael, tidak menyukai makanan khas Jepang. Teman-temanku juga hanya sebagian. Tapi, aku lebih senang jika pergi sendiri.”Sagara manggut-manggut kemudian menghela napas kasar. “Mungkin, garis jodoh kita sudah tercipta sebelum kita bertemu, Hanna. Bahkan, dengan Andra pun dia hanya menemaniku pergi ke tempat itu. Aku sering pergi sendiri juga.”Hanna terkekeh pelan sembari menganggukkan kepalanya.”Iya, Sag