Share

2. Persidangan

SKL 2

.

"Aku nggak bisa. Kita harus pulang dan selesaikan malam ini."

Bryan masuk ke dalam kamar, ia lantas dengan kasar menarik tangan Deandra untuk mengikutinya. Gadis itu sudah mengganti baju, tapi tetap dengan pakaian khasnya yang sedikit terbuka.

"Aku mau cerai, Ma!" ucap Bryan dengan nada yang begitu patah.

Karena sesak yang teramat berat di dadanya, beberapa waktu lalu Bryan menelepon sang mama. Ia menceritakan semua yang terjadi antara ia dan Dee. Ia menceritakan pengakuan dan rasa tak bersalah gadis itu padanya. Bryan sungguh tak bisa menerimanya.

Winda, sang mama mengurut dadanya berkali-kali. Ia merasa tak percaya bahwa Dee gadis m u r a h a n yang tak bisa menjaga diri. Ia tak terima dan merasa gadis itu telah menginjak harga diri keluarganya. Keluarga Pangestu yang memiliki perusahan besar yang bergerak di bidang baru bara di Indonesia. 

Di samping Winda, suaminya juga mendengar itu semua. Bahkan rasa lelah mereka belum hilang sejak pagi melayani tamu. Bukan bahagia, tapi malah mendapat kabar buruk seperti itu.

Orangtua Bryan yang mendengar itu langsung menyetujui perceraian itu. Mana ada lelaki yang mau makan sisa orang lain. Pernikahan bukan momen yang dijalankan sehari, tapi Bryan ingin seumur hidup, dan ia tak ingin masalah itu menjadi sebab yang menimbulkan pertengkaran di kemudian hari.

Dan … sekali lagi, umumnya seburuk apa pun itu, tak ada lelaki yang mau makan sisa orang.

Jam menunjukkan pukul sebelas malam saat Bryan keluar dari hotel dan mengendarai mobilnya bersama Dee. 

Jalanan masih terlihat ramai di kota, bahkan terlalu bising seperti kondisi hati keduanya. Namun, wajah itu saling berpaling dalam diam. Tak ada yang memulai pembicaraan, karena mereka sama-sama tahu akan berakhir dengan pertengkaran.

Bryan masih fokus pada jalanan, sementara Dee tak tahu ia akan dibawa pulang ke mana. Ke rumah mertua atau ke rumah orangtua. Ia berharap Bryan membawanya ke rumah mama dan papa, setidaknya di sana ia akan mendapat pembelaan.

Dee bernapas dengan lega saat mobil memasuki halaman rumah orangtuanya. Ia membuka pintu mobil saat mesinnya telah dimatikan. Dee keluar dan langsung masuk ke dalam rumah tanpa menunggu suaminya.

Sempat ia dengar Bryan berbicara melalui telepon, sepertinya ia berbicara dengan mama dan papanya yang akan segera menunjuk ke rumah Dee.

Dari gerbang, satpam dan beberapa asisten rumah tangga yang masih terjaga menatap heran pada sepasang pengantin baru yang tiba-tiba pulang. Bukankah mereka harusnya menikmati malam di hotel yang mewah?

Tanda tanya di semua benak para asisten rumah tangga orangtua Dee, tapi tak ada yang bisa menebak jawaban dari rasa penasaran itu.

Bahkan saat masuk ke dalam, Renita dan William sebagai orangtua Dee juga terkejut dengan kepulangan anak menantunya yang tiba-tiba.

Renita bahkan sudah memakai piyama tidurnya, akan menaiki tangga untuk masuk ke kamar, tapi ia mendengar suara Dee yang memanggilnya dari luar.

Tak lama kemudian, terdengar suara Adrian dan Winda yang berstatus sebagai besan, menyapa dengan ucapan selamat malam dan berdiri dengan wajah masam di ambang pintu.

Renita menatap mereka semua dengan pandangan heran, tapi tetap menyuruh mereka masuk. Ia bisa merasakan seperti ada sinyal yang menyatakan bahaya, tapi ia tak tahu apa. Para tamu itu duduk, dan orangtua Dee duduk di antara mereka.

Mendengar keributan itu, semua penghuni rumah pun ikut keluar dari kamar dan berkumpul di bawah.

Nadine dan Carissa keluar dari kamar mereka, dan ikut duduk bersama keluarga besar itu.

Beribu tanda tanya yang menjelma di wajah orangtua Deandra. Namun, mereka tetap berusaha tenang hingga mama Bryan membuka pembicaraan.

"Buatkan kami teh, Mbok!" perintah Renita pada asisten rumah tangga yang mendekat bertanya padanya.

Suasana terlihat makin mencekam, tapi tak ada yang berbicara. Semuanya seolah diperintah untuk diam, padahal tak ada yang melarang bicara. Renita menatap penuh tanya pada Dee, tapi gadis itu hanya melongos abai.

"Tidak perlu banyak basa-basi, kami ke sini untuk menjelaskan tentang pernikahan anak-anak kita." Winda berkata dingin, menatap bergantian orangtua Dee.

"Apa yang terjadi, Renita?" tanya mama Dee dengan tenang.

Mama Bryan menghela napas berat seraya membuang pandangan. Lalu, ia menatap Dee dengan tatapan merendahkan.

"Aku nggak nyangka kamu ngasih barang bekas untuk putraku."

Kecewa. Merasa terhina. Bryan merupakan putra tunggal keluarga Pangestu. Orangtuanya tentu berharap putranya bisa mendapatkan pendamping yang setara.

Dari segi fisik, kecerdasan, kekayaan memang mereka setara. Bryan yang tampan dan penerus perusahan orangtuanya juga cocok dengan Dee yang bertubuh seksi dan glamor. Namun, tentu mereka tak pernah terbayang akan mendapatkan gadis bekas pakai orang lain. Sebagai orang tua, mereka merasa gagal mencari pendamping yang diharapkan untuk anaknya.

Pergaulan Dee diluar batas pemikiran mereka. Gaya pacarannya terlalu bebas yang hanya memikirkan kesenangan.

Sementara itu Dee yang mendengar hinaan sebagai barang bekas, mereka tercabik-cabik hatinya. Haruskah mereka menyebutnya seperti itu?

"Tenang dulu, maksudnya apa?" tanya William, papa Deandra.

"Apa anakmu sudah tak laku lagi, kualahan mencari lelaki yang mau menerima kekurangannya, hingga harus menikah dengan anakku?" sindir Renita lagi.

"Kenapa bicaramu makin tidak jelas?" ketus mama Dee yang tak mengerti apa maksud besan sekaligus temannya itu.

"Anakmu ini udah nggak perawan!" teriak Winda menggelegar seluruh isi rumah itu. Bahkan si Mbok yang akan menghidangkan minuman, hampir menjatuhkan nampannya.

Mendengar itu, keabaian dan rasa tak peduli yang coba ditunjukkan oleh Dee sedikit goyah. Ia bahkan beberapa kali menautkan jemarinya yang terasa dingin dan dada yang bergetar ketakutan. Padahal sebelumnya, menghadapi kemarahan Bryan saja ia sama sekali tak gentar.

'Hanya masalah keperawanan, Bryan membesar-besarkan. Klise sekali!' pekik Dee dalam hati.

"Persahabatan kita sudah hampir setengah hidup, tapi kenapa kalian enggak jujur dari awal?" Kali ini Adrian, papa Bryan yang bertanya.

"Kami merasa tertipu!" ketus Winda lagi.

Mulut orangtua dan adik kakak Dee terbuka mendengar itu. Mereka sama seperti papa dan mama Bryan yang tak mengetahui semua itu. 

Selama ini mereka memang tak banyak tahu tentang pergaulan Dee. Hanya sebatas kuliah dan bekerja setelah beberapa waktu wisuda. Selebihnya mereka tak tahu dengan siapa saja Dee bergaul, dan kemana saja ia pergi. 

Mereka hanya berpikir Dee sudah dewasa dan bisa menjaga diri, bisa melihat mana yang baik dan yang tidak.

"Kita bisa selesaikan baik-baik, Win! Anak-anak kita saling mencintai." Renita mencoba membujuk. Meskipun terdengar tak tahu malu.

"Selesaikan bagaimana? Dengan mengembalikan keperawanan Dee, bisa? Terlalu egois bicaramu. Keluarga kami yang paling dirugikan atas masalah ini." Winda berkata penuh penekanan.

"Dee, apa benar itu semua?" tanya Renita pada anak gadisnya yang baru saja menikah.

"Iya, Ma." Dee mengangguk dengan tetap menunduk.

Papa Dee mengepalkan tangan, begitu kuat amarah yang ingin meledak.

Sementara sang mama menghela napas panjang. Ia mengusap wajahnya, lalu menatap Dee dengan melotot tajam. Rasanya seluruh wajahnya dilumuri dengan kotoran oleh anak sendiri, saking memalukannya. Setelah ini, keluarga itu tentu harus menghadapi berita media tentang pernikahan anaknya yang gagal.

"Mari selesaikan secara kekeluargaan," bujuk orangtua Dee lagi.

"Kalian pikir kami bisa menerima semua ini?" tanya Winda seraya menggeleng.

"Pikirkan lagi, Win." Papa Dee memohon.

"Adrian, tolong pertimbangkan lagi." Papa Dee bergantian menatap papa Bryan.

Orangtua Dee memohon untuk hubungan mereka agar tetap utuh. Mau taruh di mana muka mereka jika sampai media mengabarkan anak gadisnya yang menjadi janda di malam pertama.

Namun, orangtua Bryan hanya diam dengan semburat kemarahan yang jelas tergambar. Lalu, ia menatap Bryan untuk membiarkannya bicara.

"Deandra Pradipta, malam ini aku talak engkau dengan talak tiga." Bryan berkata dengan lantang dan pasti.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status