"Kau dengar sendiri kan apa yang dikatakan adikku? Kau bahkan sudah memintanya untuk menjadi istrimu, sekarang dengan gampangnya membatalkan semua yang sudah kami rencanakan," ujar Tuan Askara.
"Bukan begitu maksud saya, Tuan," ucap Arga berusaha menjelaskan diri."Ck!" Tuan Askara berdecak malas, "asal kau tahu saja, bahkan aku sudah mempersiapkan pernikahan kalian.""Tapi---"
Arga tak melanjutkan ucapannya begitu melihat atasannya menatap tajam dirinya.
Pandangan Arga lantas tertuju pada Maria yang berada di lantai dua.Netra pekat keduanya bertemu--saling tatap satu sama lain.
Arga tak menyangka wanita ini bisa berbicara lantang. Dia pikir, Maria benar-benar tidak bisa berkomunikasi secara normal. Nyatanya, sekarang Maria paham apa yang sedang dia ributkan di bawah dengan Tuan Askara."Apa yang harus aku lakukan sekarang," gumam Arga di dalam hati.Dia benar-benar bimbang untuk mengambil keputusan."Aku tidak mau menerima uangmu ini karena aku yakin, uang ini tidak halal," tuduhnya, "kau harus segera menikahi adikku."Pria itu mantap dengan keputusannya. Tak akan dibiarkan mangsanya ini kabur.
Arga yang sadar dengan kelicikan pria itu, lantas mengepalkan tangannya menahan marah. "Tuan, menikah itu tak segampang yang Anda katakan. Saya harus menghubungi keluarga saya di kampung jadi saya mohon batalkan rencana ini," pinta Arga berusaha sopan.
Hanya saja, ucapan pria itu malah memancing emosi Tuan Askara. "Diam kau! Aku tidak pernah memintamu untuk menghubungi keluargamu di kampung. Kau bisa menikah di sini tanpa diketahui oleh keluargamu karena aku hanya menginginkan anak dari kalian berdua. Setelah itu, kau boleh pergi dari kehidupan kami!"
"Tapi, kau jangan khawatir aku akan memberi imbalan yang sepadan saat kau sudah pergi dari rumah ini," tambahnya lagi dengan senyum arogan.
Saat ini, Arga tidak memiliki pilihan lain.
Tekanan dari iblis berkedok bosnya ini luar biasa.
Arga benar-benar kasihan kepada Maria. Bagaimana perempuan itu harus menahan diri memiliki keluarga seperti ini?
Tepat ketika Arga menoleh ke arah Maria, ia menyadari sorot mata itu seakan penuh permohonan menatap ke arahnya, seolah terluka.
"Apakah gadis itu selama ini pun tertekan? Apakah dia sebetulnya normal, tapi hanya dianggap sebagai gadis yang memiliki gangguan mental?" tanyanya di dalam hati.Arga terdiam dengan pikirannya, lalu memutus tatapannya lebih dulu."Apa yang harus aku lakukan, Tuhan? Kenapa aku merasa ada sesuatu dengan Maria," gumamnya di dalam hati. Karena tak menemukan jawaban, Arga pun menatap kembali ke arah Tuan Askara."Tuan, bolehkah saya berbicara dengan Nona Maria?"
"Tentu, Kau boleh bicara dengannya, dan ambil uangmu, aku tidak membutuhkannya, aku hanya mau kau nikahi adikku hari ini juga," ucapnya tegas.
Arga pun mengangguk dan lantas menjauh.
"Saya permisi, Tuan," pamitnya seraya membawa kembali tas yang berisi uang sebesar 2 miliar.Arga lalu naik ke lantai dua. Ia hendak berbicara dengan Maria untuk memastikan sesuatu.Maria seolah menyadari itu, hingga perempuan itu pun tampak masuk ke dalam perpustakaan yang ada di rumah itu.
Melihat interaksi keduanya, Tuan Askara tersenyum penuh kemenangan.Ternyata, tekanan yang dia berikan kepada Maria tadi sebelum Arga datang--membuahkan hasil.
Sang adik benar-benar melakukannya, dan sebentar lagi dia yakin Maria akan segera memiliki anak!Dia tidak butuh banyak anak di rumah ini. Satu saja berjenis kelamin laki-laki, sudah cukup! Ia akan jaga anak itu dengan nyawanya.Ya, selicik itulah pikiran Tuan Askara untuk memanfaatkan sang adik dan juga sopir pribadinya.********
Arga dan Maria kini sudah masuk ke dalam ruang perpustakaan.
Belum sempat pria itu berbicara, Maria tiba-tiba berkata, "Nikahi aku. Kau sudah berjanji untuk menikahiku."
"Tapi, Nona, Anda tahu sendiri kan saya hanya seorang sopir di rumah ini. Apa anda tidak malu memiliki suami seorang sopir?" tanya Arga menguji calon istrinya itu.
Maria seketika menggelengkan kepala. "Aku tidak ada hak untuk mengungkapkan keinginanku. Semua harus sesuai dengan keinginan kakakku."
"Aku harap kau mengabulkan permintaanku. Anggaplah ini tugas dalam kau bekerja. Hitung-hitung, kau balas budi pada keluarga ini," ucap Maria.
Arga terdiam.
'Astaga, ternyata dia bisa bicara panjang lebar! Aku tidak menyangka kalau dia bisa berkomunikasi dengan baik. Lalu, apa sebenarnya penyebab rumor yang selama ini berkembang di sini? Bahkan banyak orang mengatakan kalau gadis ini mengalami gangguan mental." Arga membatin.
"Kau mau kan menikahiku?" Maria mengulang lagi pertanyaannya--menyadarkan Arga dari lamunannya."Setelah menikah, bawalah aku pergi dari sini. Aku janji tidak akan merepotkanmu, asal aku pergi dari tempat ini."Lagi-lagi, tatapan pedih terlihat di mata Maria.Arga pun menyadari air mata gadis itu sudah menetes.
Seketika, Arga semakin yakin kalau telah terjadi sesuatu dengan gadis ini selama bertahun-tahun.
Tanpa dicegah, tubuh Arga bergerak mendekat ke arah calon istrinya itu, lalu menggenggam kedua tangan Maria dengan erat."Baiklah. Demi Nona Maria, saya siap melakukannya," tegasnya, "saya sebetulnya sudah membawa uang ganti rugi, tapi melihat Anda berbicara seperti ini, hati kecil saya berkata saya harus menikahi Anda," ucapnya, "Anda jangan takut. Saya akan menjaga anda dengan baik!" Ketika mengucapkan janjinya, Arga otomatis memeluk Maria dengan sangat erat. Hal ini membuat perempuan cantik itu menangis dalam dekapan pria itu.Arga baru mengurai pelukannya ketika tangis itu reda."Baiklah, saya akan turun ke bawah untuk menemui Tuan Askara. Nona tenang saja saya akan melindungi Anda," ucap Arga penuh keyakinan.
"Terima kasih kau sudah mau menikahiku," lirih Maria, "terima kasih banyak.""Baiklah Tuan, saya siap menikah dengan Nona Maria," ucap Arga mantap.Semua ini dia lakukan hanya demi membantu Maria untuk bisa hidup normal seperti orang kebanyakan.Tuan Askara tersenyum puas."Bagus! Memang harusnya kau memenuhi keinginanku, karena selama ini aku sudah memperkerjakanmu di sini dengan sangat baik. Malam ini, kau akan menikah dengan Maria, tapi hanya dihadiri oleh beberapa orang saja." "Pernikahannya tertutup! Dan siang ini, kau harus ikut denganku ke kantor pengacaraku," ucap Tuan Askara panjang lebar."Ke kantor pengacara?" Arga dibuat bingung oleh permintaan bosnya ini."Tentu saja kau harus ikut denganku ke kantor Pak Bima, pengacaraku. Kita harus membuat kontrak pernikahan sebelum pernikahan itu benar-benar terjadi," ucap Tuan Askara dengan enteng.Hal ini jelas membuat Arga tersentak kaget. "Maksud Anda bagaimana, Tuan?" "Iyalah! Kau harus menandatangani surat kontrak pernikahan. Mana tahu, di tengah jalan kau mengingkarinya, atau ketika anakmu lahir, terny
"Enam?" tanya Pak Bima melihat berkasnya kembali.Dalam poin itu tertulis bahwa Arga baru boleh pergi dari kehidupan keluarga Askara setelah dirinya berhasil memberikan satu orang anak laki-laki.[ Bila anak pertama, kedua, dan ketiga perempuan, maka itu menjadi tanggung jawab Arga. ][ Karena Tuan Askara hanya menginginkan anak laki-laki, dan setelah yang diinginkan terwujud Arga beserta anak perempuannya, harus pergi dari kediaman Askara tanpa mengajak Maria.]Ini seakan Arga adalah sapi jantan yang harus siap membuahi demi keinginan majikannya!"Bagaimana Tuan?" tanya Pak Bima kepada Tuan Askara."Biarkan saja seperti itu Pak Bima. Dia tidak punya kesempatan untuk mengatakan kalau dirinya tidak setuju, semua sudah menjadi keputusan saya!" serunya.Pak Bima pun mengangguk. "Ya sudah, kalau seperti itu silahkan tanda tangani Arga," ucap Pak Bima dengan penuh wibawa.Sejujurnya, pengacara itu pun sangat kasihan pada sopir pribadi Tuan Askara ini. Siapa pun dapat melihat bahwa Arga pa
"Nona tidurlah di ranjang. Saya akan tidur di sofa. Saya tidak akan memaksa Anda kalau Anda belum siap Nona," ucap Arga dengan tatapan keraguan.Setelah pernikahan ekpress itu, kini keduanya berada di dalam kamar dengan status pengantin baru.Maria lantas menatap lekat wajah Arga. 'Sepertinya, pria ini tidak jahat,' pikirnya. Perempuan itu pun tersenyum dan berucap pelan, "Terima kasih." Seketika Arga merasa iba dengan calon istrinya itu. Perlahan, ia pun tersenyum. "Anda jangan takut, Nona. Saya tidak akan menyakiti Anda. Saya akan menjaga Anda dengan sangat baik. Maaf kalau saya belum bisa membawa Anda pergi dari rumah ini karena Tuan Askara tidak mengizinkan kita pergi," ucap Arga.Maria mengangguk lemah, wanita itu pun memilih untuk masuk ke dalam selimut, sedang Arga menuju ke sofa. Tubuhnya sudah sangat lelah dengan drama hari ini.****Esok harinya, Arga yang sudah rapi bersiap untuk menjalankan aktivitasnya.Namun, dia dibuat kaget karena ada orang asing di rumah itu, dan s
Setelah menyelesaikan urusannya dengan pria yang "ternyata" merupakan Papa kandungnya, kini Arga pun kembali ke kediaman keluarga Askara. Rencananya, ia akan meminta izin kepada sang majikan, sekaligus kakak ipar tersebut untuk diizinkan pulang menemui kedua orang tuanya.Meski sudah melihat video pengakuan keduanya, Arga merasa harus bertemu langsung dengan kedua orang tua itu dan mendengarnya secara langsung mengenai rahasia ini.Entah mengapa, alam bawah sadar Arga masih menolak fakta yang ada. Namun, begitu tiba di kediaman keluarga Askara, ia justru disambut oleh sang kepala pelayan dengan wajah penuh rasa khawatir."Kau lagi ngapain sih di luaran sana? Kenapa lama sekali angkat telepon dari Nyonya? Beliau sampai lelah menghubungimu!""Aku tadi ada urusan, Bi. Lagi pula, aku sudah dipecat. Kira-kira disuruh ngapain ya, Bi?" tanya Arga.Ia tak habis pikir mengapa wanita super sombong itu masih membutuhkannya sampai memarahi mantan atasannya ini.Bukankah baru tadi pagi dirinya d
Hari berganti minggu. Minggu berganti bulan. Kini, genap dua bulan sudah Arga menjadi suami dari Maria. Hanya saja, sampai detik ini, Arga belum berani menyentuh istrinya itu. Entah mengapa pria itu, khawatir dalam prosesnya akan menyakiti Maria. Jadi, Arga lebih memilih setiap hari dimaki-maki oleh Tuan Askara yang mulai menganggapnya "tidak mampu" memberi keturunan di keluarga itu.Dalam periode yang sama, Arga juga sudah sempat pulang ke kampung halamannya untuk mengonfirmasi pada kedua orangtua angkatnya mengenai jati diri Arga yang sebenarnya.Mereka pun menceritakan semua yang terjadi, sehingga Arga harus menerima fakta kalau dirinya memang benar-benar keturunan dari keluarga Dewantara.Namun, Arga tidak bisa melupakan jasa kedua orang tua angkatnya itu. Jadi, pria juga meminta pengertian Gavin Dewantara sebagai Papa Kandungnya untuk membiarkan pria itu tetap menganggap mereka sebagai orang tuanya juga. Dan hari ini .... Tuan Gavin Dewantara kembali ke Indonesia hanya untu
"Kalau benar seperti yang dikatakan oleh istriku, maka aku tak segan-segan akan membunuhmu karena sudah mencoba mempermainkanku!" seru Tuan Askara penuh penekanan."Itu semua tidak benar Nyonya," jawab Arga.Ia sangat kesal pada wanita bermulut kejam ini, yang selalu menganggap orang miskin seperti penyakit yang bisa menular kepadanya."Mana mungkin ada maling ngaku, kau keenakan kan tinggal di tempat ini? Kau pikir kami tidak tahu rencana licikmu huh? Kau selalu saja membuat alasan agar tetap bisa berada di sini," ucap sang nyonya lagi.Arga mengepalkan tangan, menahan emosi. Ia benar-benar tak habis pikir apa sebenarnya maunya wanita ini. "Kalau memang Tuan dan Nyonya mengizinkan saya untuk tinggal di tempat lain, dengan senang hati akan saya lakukan agar saya tidak sampai minta makan di sini, bahkan asal anda tahu saja selama saya tinggal di sini dan menikahi Nona Maria." "Saya baru tiga kali minta makan di kediaman Anda. Selebihnya, saya selalu membeli makanan secara online, dan
Arga menghela nafas kasar lalu menuju ke dalam kamarnya. Ia berniat untuk berbicara dengan Maria. Siapa tahu, istrinya mau diajak pergi dari rumah ini olehnya.Namun, setelah tiba di dalam kamar, Arga tak menemukan Maria di sana."Ke mana dia? Apa mungkin dia di perpustakaan?" tanya Arga pada diri sendiri, "aku mandi dulu deh," gumamnya lagi.Lalu, ia pun masuk ke dalam kamar mandi untuk membersihkan diri dan mengganti pakaian rumahan.Hanya saja, Maria belum juga kembali ke kamar."Apa Maria ke perpusatakaan?" gumamnya. Tak menunggu lama, pria itu pun berjalan menuju ke ruang perpustakaan.Hanya saja, saat Arga hendak membuka handle pintu, ia mendengar suara bentakan dari dalam ruang perpustakaan. "Kau hanya seorang gadis yang memiliki penyakit kelainan mental, bisa dibilang Kau adalah orang gila yang saat ini masih berusaha dirawat di rumah oleh kakakmu! Jangan banyak tingkah, karena aku yakin kau dan kakakmu lah yang mandul!"Suara itu terdengar begitu menyakitkan di telinga Arg
Arga mengajak Maria untuk duduk di sofa yang ada di dalam kamar itu, lalu dia mengambilkan Maria air putih untuk diminum oleh sang istri.Maria pun merasa jauh lebih baik setelah meneguk habis air itu. Tak lama, ia juga mengembalikan gelas kosong tersebut kepada Arga.'Ternyata benar kata Arga,' batin Maria kala perasaannya jauh lebih baik dari sebelumnya. Padahal, dulu, setiap dirinya mendapat bully-an yang sama dari tante dan juga kakak iparnya, hatinya selalu tidak baik-baik saja.Ada satu titik sampai Maria hendak melakukan percobaan bunuh diri yang kebetulan digagalkan oleh sang kakak.Namun, entah mengapa, Maria merasa hidupnya jauh lebih berarti setelah Arga datang membelanya."Apa wanita itu selalu menghinamu, Nona? Apa dia selalu menyakitimu?" tanya Arga tiba-tiba yang membuat Maria menunduk.Sejujurnya, dia pun bingung harus menjawab apa pada sang suami."Kau tidak perlu khawatir, Nona. Aku orang yang akan melindungimu dengan nyawaku. Jadi, jangan takut," ucap Arga sembari