Tok...tok...tok!
Wulan mengetuk pintu besar nan megah itu. Rumah bersusun tiga dengan beberapa lapisan yang begitu mewah dan terkesan sangat mahal. Sampai sekarang pun Wulan masih merasa tidak percaya bisa menginjakkan kakinya di lantai super bersih rumah tersebut. Rumah keluarga besar 'Andirja'. Keluarga konglomerat dengan keunikan di dalamnya.
"Wow! ini mimpi atau enggak ya? aku bisa menginjakkan kaki di rumah ini, eh bukan ini kayaknya gak pas kalau di bilang rumah tapi ini adalah hotel super mahal se Asia!" seru Wulan karena saking terkejutnya melihat rumah tersebut.
"Paling enak itu Shayla bisa tinggal di rumah megah seperti ini, beruntung banget dia tapi gapapa lah ada waktunya buat aku seperti ini juga," ucapnya dengan penuh harap.
Pintu tersebut tiba tiba terbuka lalu memperlihatkan salah satu pembantu di rumah tersebut.
"Nona ada perlu dengan siapa?" tanyanya lembut.
"Saya ingin bertemu dengan Sha
tok...tok...tok!Suara ketukan pintu itu berhasil membuat Yogi menoleh ke arah pintu."Aku yakin itu pasti nenek Arumi," ucap Yogi."Yogi buka pintunya sayang, ini ada Wulan mau bertemu dengan istri kamu!" teriak nenek Arumi."Iya Shayla ini aku, wulan!" sahut Wulan di balik pintu itu juga.Yogi langsung menghembuskan nafas lesu. Dia merasa malas sekali jika harus berakting di depan mereka berdua."Iya tunggu sebentar!" jawab Yogi.Sementara Shayla masih tidur meringkuk di atas kasur lantai miliknya, dari tadi perutnya selalu merasakan sakit. Yogi langsung menaruh laptopnya di atas kasur lalu dia turun dari ranjang. Dia langsung mendesis keras, bagaimana bisa wanita di hadapannya itu tiba tiba sudah tertidur."Kenapa malah tidur sih wanita sialan ini!" gerutu Yogi lalu dia mencoba untuk membangunkan Shayla mengunakan kakinya. "bangun, ada nenek Arumi di luar," ucapnya.
"Aku pamit pulang dulu ya, Shayla. Nanti aku ada jam kerja di restoran, aku sekarang kerja di restoran agar tidak gabut di kosan," ucap Wulan sambil tersenyum manis ke arah Shayla."Maaf aku gak bisa menemanimu di kosan tetapi jika kamu butuh bantuan kamu bisa mengabari aku secepatnya, jangan sungkan sungkan, mengerti?" tutur Shayla.Wulan tersenyum kemudian ia mengangguk. "Pasti, karena kamu adalah keluarga aku juga," ucapnya.Shayla tersenyum."Aku balik ke kosan ya? Mn, jangan bersedih lagi oke?" pinta Wulan.Shayla mengangguk. "Iya aku gak akan bersedih lagi, terima kasih atas dukungan kamu." Shayla tidak ada hentinya tersenyum ke arah Wulan. "Bagaimana kalau kamu di antar sama Mas Yogi ke kosan? nanti aku minta dia untuk mengantarkan kamu pulang ke kosan, bagaimana?" tawarnya."Ah, sudah gak usah aku naik angkot saja lagian suami kamu masih sibuk kan, jadi gapapa aku naik angkot saja."Shayla m
Malam ini Shayla benar benar hancur mendengar penuturan dan semua ancaman Yogi terhadapnya. Dia ingin sekali marah, ingin sekali mengadu namun dia sadar bahwa pernikahannya terjadi karena keterpaksaan dari Nenek Arumi.Tangisan itu tidak pernah berhenti mengucur di kedua pipinya. Kecewa sudah pasti namun bagaimana pun juga Yogi adalah suaminya, jadi wajar dia mengucapkan begitu kepada Shayla sebab pernikahan tersebut tidak atas dasar cinta."Aku capek, aku bingung! Kenapa bisa aku di jebak oleh keinginan aku sendiri? aku memang bodoh menuruti keinginan aku yang pada akhirnya hanya mendatangkan banyak masalah untuk aku!" ucapnya dengan air mata yang terus mengalir.Saat ini dia berada di dalam kamar mandi sementara Yogi masih berada di kantor. Tadi sore ada panggilan mendadak dari kantor yang memaksanya untuk pergi ke sana.Shayla menangis sejadi-jadinya di sana. Dia tumpahkan rasa kesal rasa kecewanya lewat air mata, sakit hati yan
Shayla menangis diatas ranjang milik Nenek Arumi. Mulai sekarang dia akan tidur bersama dengan Nenek Arumi bahkan Nenek Arumi melarangnya untuk bertemu dengan Yogi dibeberapa hari ini. Nenek Arumi masih begitu kesal dengan cucunya yang tiba-tiba berubah menjadi arogant."Apa aku pulang saja ya ke kampung? Tapi kalau aku balik bagaimana dengan ini? Apa Abah sama Emak akan menjodohkan aku dengan pilihannya disana? Tapi tidak apa-apa, mungkin dia memang benar yang terbaik untuk aku, aku akan bisa menerima itu dan kemudian besok atau lusa aku akan meminta izin pada Nenek Arumi untuk pulang dan menjelaskan semuanya!" putusnya.Suara ketukan pintu langsung membuat pikiran Shayla kacau. Dia langsung mengusap air matanya sebersih mungkin lalu langsung bangun dan mendekati pintu tersebut.Clek! (Suara pintu terbuka)"Iya, tunggu sebentar," kata Shayla. Kedua mata itu langsung melotot ketika melihat sosok wanita cantik tanpa hijab berdiri di hadapannya. "Siap
Farah dan Yogi sekarang nampak begitu senang. Saling memadu kasih bahkan mereka tidak memperdulikan semua orang yang lewat disana. Saat ini mereka berdua sedang bersenang-senang di ruang tengah. Duduk berdekatan dan saling tertawa. Dari jarak jauh Shayla hanya bisa menyatukan itu. Melihat Yogi yang begitu gembira bahkan tertawa senang tanpa beban. Shayla merasa sedikit gembira. Namun tidak sepenuhnya, ia tidak mampu melihat Yogi bergembira dengan perempuan lain."Aku juga ingin merasakan sebag
Farah berjalan melewati beberapa ruangan. Ditangannya sudah ada satu kantong plastik yang berisikan makanan untuk Yogi. Sekarang dia berada di kantor Yogi dan kebetulan ingin mengajak Yogi jalan-jalan setelah ini. Langkah itu terkesan santai dan senyuman tidak pernah hilang dari bibir manisnya. Farah begitu cinta terhadap Yogi bahkan dia tidak ingin berpisah dengan Yogi. Sudah cukup dia mengikat cinta."Apa Yogi ada di dalam ruangannya?" tanyanya pada sekretaris pribadi Yogi."Mohon maaf Ibu, Pak Yogi saat ini sedang berada di luar. Kemungkinan sedang terjun kelapangan untuk memantau para pekerja," jawabnya."Kelapangan ya, yasudah tidak apa-apa. Aku akan menunggunya di ruangannya, jika nanti sudah datang langsung bilangkan kepada Yogi bahwa aku sudah berada di dalam untuk menunggunya, kau mengerti itu?" tutur Farah. Dan langsung bergegas untuk pergi masuk kedalam ruangan Yogi. Namun langkah itu langsung terhenti ketika sang sekretaris mengatakan sesuatu.
BRAK!Pintun kamar tersebut langsung terbuka dengan begitu kasar dan menimbulkan suara yang begitu nyaring. Yogi sudah benar-benar marah sekali terhadap Nenek Arumi. Dia sekarang pulang dan ingin menghabiskan nyawa Shayla dengan kedua tangannya. Pikirannya sudah gelap gulita, yang ada di pikirannya hanyalah Farah dan bagaimana caranya mereka berdua bisa menikah tanpa halangan sedikitpun. Terutama juga dengan hadirnya Shayla."Mas Yogi? Ada apa kemari?" tanya Shayla. Dia bangun dari duduknya lalu mendekati Yogi yang sudah dibaluti oleh amarah.Tanpa banyak bicara lagi tangaj kanan Yogi sudah berhasil memegang leher Shayla dan sedikit lagi dia akan mencekik leher tersebut hingg mati. Tatapan Yogi benar-benar sadis terhadap Shayla. Kebencian semakin terlihat jelas disana."Mas lepaskan, kamu kenapa? Ada apa denganmu?" Shayla memukuli tangan kanan Yogi yang kini sudah berada di lehernya."Kamu harus mati secepatnya! Saya tidak ingin melihat kamu hidup! S
Pagi ini hujan deras di hari Minggu. Yogi hanya bisa berdiam diri di dalam rumah dengan melakukan beberapa laporan yang berada di laptopnya. Sekarang dia hanya bisa duduk santai dirumah. Sementara Farah nampaknya sedang merajuk pada Yogi hingga saaat ini juga."Setelah menyelesaikan laporan, aku harap hujan akan segera berhenti! Aku ingin ke rumah Farah setelah ini," ucapnya sambil terus fokus pada layar laptopnya.Sedangkan Shayla kini berada di dalam kamarnya. Membereskan barang-barang miliknya kedalam tas yang akan dia bawa besok untuk pulang kampung. Sebenarnya berat sekali bagi Shayla untuk balik kerumahnya dikampung. Namun apalah daya dia harus secepatnya pergi sebab yogi tidak mau untuk melihat wajah Shayla lama-lama di rumah tersebut."Aku yakin aku kuat. Aku bisa menerima semua ini dan juga aku harus bisa berusaha untuk ikhlas, ini mungkin bagian dari takdir aku, percuma saja aku berjuang namun nyatanya mas Yogi bukannya milik aku, aku tidak apa-a