"Siapa sih perempuan itu? Kecentilan banget, mudah-mudahan yang dia maksud bukan seperti yang aku maksud juga ya, amit-amit deh." batinku.Syukurlah Akang sangat mengerti ketidaknyamanan aku berada di sini, dia pun setuju untuk pulang lebih cepat.Setelah aku pamit ke dokter Syakira dan memberikan hadiah untuk anaknya, kita berdua memutuskan untuk pulang.Ishh! Mau dipendam dalam hati juga gak bisa, soalnya jadi pertanyaan besar di dalam otakku. Apa memang benar sedekah itu gak perlu izin dari suami, meskipun mau nominalnya besar atau kecil?Karena ahlinya sudah ada di sampingku sendiri, maka kalau gak mau tersesat, aku harus buru-buru tanya sama dia"Ada apa sih, kok dari tadi cemberut terus? Ada hal yang bikin kamu gak nyaman di pesta tadi?" tanya Akang yang sepertinya bisa membaca raut wajah aku yang lagi bete.Aku mendesah kuat, "Iya memang ada hal yang mengganggu aku sejak tadi, Boleh nggak aku langsung diskusi sama Akang?""Ya boleh dong, emangnya ada apa kok, saya jadi kepo ya?
Pas aku lagi nyapu rumah, santri yang biasa menjaga gerbang kelihatan buru-buru nyamperin aku sambil membawa kotak berwarna coklat. Aku pikir sepertinya itu kotak kue karena ada lambang buah cherry merah di sana."Assalamualaikum Bu, tadi ada kurir kue datang dan memberikan ini, katanya untuk Ustadz Husein."Aku reflek bengong sejenak mikirin siapa kiranya manusia iseng yang ngasih kue untuk Akang. Masa Ustadzah Aisyah?"Dari siapa katanya?" Aku mengambil kue itu dari tangannya."Tadi dia tidak memberitahukan pengirimnya Bu, hanya bilang ini untuk ustadz Husein dan katanya suruh dimakan sendiri."Ini baru pagi-pagi loh ,jangan bikin tenaga aku terkuras untuk mikirin siapa yang ngasih kue ini. Lagian apa katanya? Di makan sendiri?"Ya sudah kalau begitu, terima kasih ya saya bawa kuenya ke sini!""Sama-sama Bu, saya juga permisi." Anak itu meninggalkan aku dan tak terlihat lagi. "Siapa sih yang ngasih?" Aku mulai bertanya-tanya.Berhubung Akang masih ada di kamar mandi, jadi aku saja
Arrrggg!! Asap keluar dari mana-mana, dari telinga dari kepala, dari mulut pokoknya cosplay jadi cerobong rumah deh!Dengan langkah yang berat, aku mendatangi Clara dan Nadine yang lagi istirahat di kantin. Seluruh santri memang lagi istirahat untuk lanjut pelajaran ke dua."Bau kebakaran loh Rey, kenapa sih?" Datang-datang, hanya Clara lah yang tahu bahwa aku lagi perang dengan isi pikiranku sendiri."Tau tuh, pagi-pagi mancing emosi aja deh. Ada yang nganter kue buat suami gue, isinya kue red velvet yang sering kita makan, kesukaannya dia. Dari siapa coba?" tanyaku terheran-heran. Mereka memandangku penuh tanda tanya."Mungkin dari jamaahnya kali Rey, yah namanya ustadz kondang yang lagi naik daun, banyak fansnya lah pasti!" ujar Nadine menyahut. Mulutnya sangat sibuk mengunyah makanan yang dia pesan. Dokter Ilham kalau tau kerjaannya Nadine cuma makan aja di sini, bakalan gak jadi married nanti."Iya, tapi tuh kayak ganggu gak sih. Dimakan ya sampai habis, by hamba Allah inisialnya
"Bapak migren Neng, tapi alhamdulilah sudah gak apa-apa kok sekarang," ungkapnya habis itu malah ketawa-ketawa sendiri yang membuat aku semakin bingung. Kok sakit malah ketawa sih?"Hahaha!" Aku pun ikut tertawa namun sedikit canggung. "Syukurlah, soalnya ibu bilang jangan bilang-bilang sama Akang, jadi saya khawatir takutnya ada yang serius," selaku lagi.Dia menatapku penuh senyuman, "yah, bagi orang tua itu migren, asam lambung, bahkan keseleo aja sudah jadi masalah besar. Bapak gak mau menganggu konsentrasi Husein, jadi biar aja dia gak tahu. Cuma, bapak pesan sama kamu ya Reynata, seberapa besar ujian kamu dengan Husein, tetaplah di sisi laki-laki itu. Jangan pernah meninggalkannya, karena dia sangat sedih saat kamu hampir saja meninggalkannya."Aku mendengarnya dengan seksama, tapi entah kenapa hati aku merasa sakit saat bapak bilang begitu. Aku berusaha menahan tangisan dan menganggapnya biasa saja, supaya aku bisa melanjutkan hidup ke depan.***"Kenapa dengan tatapan matanya
Sedikit dorongan terkahir darinya, aku sudah tak berdaya. Malam ini kita berhasil menjadi pemenang malam yang syahdu."Alhamdulillah, terima kasih sayangku!"Salah satu keistimewaan Akang, dia selalu mengucapkan terima kasih padaku, karena berhasil mengeluarkan syahwatnya.Kita berdua terkapar di kasur, membiarkan otot-otot tadi berisitirahat sebentar."Kamu membuat saya tidak profesional malam ini!" gumam laki-laki itu, meraih tubuhku agar berada dalam pelukannya. Wangi tubuhnya aku hirup dalam-dalam."Gak profesional bagaimana sih? Aku sudah menunaikan kewajibanku loh, Kang!" timpalku memainkan bulu-bulu halus di dadanya itu."Iya kamu sudah hebat, cuma saya kan harus ngajar! Nanti yang saya terangkan tentang Fathul Izar bagaimana? Pikiran saya bisa gak fokus loh!" Aku tertawa kecil, meledeknya. "Kok bisa ya, ustadz sampai gak fokus begitu? Bahaya nih!""Bisa lah! Saya kan manusia biasa, kalau sudah berhadapan sama surga dunia seperti tadi ya saya menyerah!" Dia menciumi pipiku hin
"Assalamualaikum Pak Billy, maaf lama menunggu!""Waalaikumsalam ustadz, MasyaAllah terima kasih sudah mau datang."Mereka saling bersalaman tangan sebagai penggugur dosa. Sedang aku hanya menyapanya tanpa harus bersentuhan."Silakan duduk ustadz, alhamdulilah saya diizinkan langsung untuk bertemu dengan antum, barokallah. Saya di Kalimantan hanya fokus bekerja, tidak ada kelonggaran. Alhamdulillah diberikan tugas di sini, sedikit lebih leluasa dan bisa mengaji.""Alhamdulillah, Allah maha tahu Pak yang terbaik untuk mahluknya. Ini sendiri atau sama siapa?""Nah, kebetulan lagi nemani adik saya habis interview kerja ustadz, tadi ke toilet sebentar. Itu dia!" katanya sambil menunjuk perempuan berjilbab yang berjalan gemulai ke arah kami.Oh itu toh yang aku cari-cari beberapa hari ini? B aja ah!"Nabila, ini ustadz Husein yang sering kamu ceritakan itu.""Assalamualaikum." Itu ucap Akang, namun yang menjulurkan tangan supaya bisa bersalaman tangan adalah aku."Kenalin, saya Reynata ist
Sudah ada kemajuan belum menikah hampir setahun? Sudah dong, paling tidak ungkep ayam dan bikin tumis kangkung bisa lah ya! Walaupun awalnya banyak drama, yang keasinan, yang kurang matang, yang takut kecipratan minyak, pokoknya gitu lah! Tahu sendiri kan emak-emak?Tapi alhamdulilah semua itu sudah dilewati dengan banyak usaha, so aku sekarang bisa masak.Makanan terakhir yang aku buat, kepiting asam manis kesukaan Akang."Enak gak?" tanyaku dengan mata yang berbinar."MasyaAllah enak banget Ay, terima kasih sudah memasak untukku."Alhamdulillah kalau suamiku suka, semoga gak cuma bilang enak di mulut karena takut menyakiti perasaan aku, tapi ya memang enak beneran."Assalamualaikum, Pak ustadz, Pak?"Ada yang sibuk mengetuk pintu beberapa kali saat kita lagi asyik-asyiknya menyantap menu makan malam itu. "Siapa?" Akang beranjak cepat-cepat. Setelah pintu dibuka, Akang melihat ada seorang santri laki-laki memang sedang terburu-buru mencarinya."Ada apa Rahman, kok kelihatannya pani
Bapak mertuaku memang mencerminkan pribadi yang soleh serta sabar, dia tidak pernah menunjukkan sakitnya di depan semua orang. Kami tidak pernah melihat beliau meringis sedikit pun karena rasa sakit kepalanya.Itu lah mengapa aku sedikit tidak percaya saat ibu mengatakan kalau bapak sakit pembuluh darah di otak.Rasanya seperti mustahil?Tapi, mendengar cerita ibu yang katanya sakit ini sudah terjadi hampir dua tahun, aku mulai percaya lagi.Ya Allah, jangan engkau ambil orang soleh seperti bapak...Siapa yang akan menjaga pesantren ini kalau bukan beliau?"Bagaimana, sudah ada kabar dari suamimu?" tanya ibu yang mulai sedikit lebih tenang dari beberapa saat lalu."Belum Bu, ntar Reynata ambil handphone dulu."Aku beranjak mengambil handphone yang ku taruh di meja kamar, baru saja mau mencet nomor Akang, sebuah panggilan masuk dari nomornya terdengar.Segera saja aku menekan tombol hijau dan mencaritahu bagaimana kondisi bapak sekarang."Assalamualaikum Akang, bagaimana bapak?" Hatiku