Pangeran Hitam menembus dinginya malam dengan berkuda. Tujuan yang di tempuh tak begitu jauh, hanya sekitar beberapa jam saja dibanding ke kota-kota lain yang harus memakan waktu berhari-hari dari ibu kota Anarka. Sedikit cemas mengingat perkataan Raja tadi, Illarion jadi mengingat perkataanya ketika meninggalkan kediaman gadis itu terakhir kali.
“Kita balik keperbatasan dan bawa semua pengawal. Dia akan aman karena syarat dari Raja sangat melindunginya, ia pun masih keluarga sang Ratu. Lagipula Raja tak memberi syarat bahwa aku harus bersamanya selama setahun.”
Rion tak menyangka celah kecil dari perintah Raja yang ia temukan dianggap sebagai sebuah pengkhianatan oleh Raja. “Pria tua itu benar-benar ingin aku berkubang dengan keluarga setan wanita,” umpat Pangeran Hitam sambil terus memacu kudanya menuju Sulli.
Sesampai di sana, Illarion Black heran melihat kediaman keluarga Broke yang temaram, tak semegah terakhir seperti terakhir kali yang ia ingat. Dan hanya tampak dua orang penjaga di depan gerbang yang terlihat bermalas-malasan, jumlah penjaga yang terlalu sedikit jika dibandingkan luasnya lahan yang harus dijaga.
Rion berdiri di atas punggung kuda yang masih berlari kencang sebelum melompat mulus dengan gaya akrobatik ke bagian belakang kediaman keluarga Broke. Sedangkan kudanya yang sangat terlatih tetap melaju kemudian bersembunyi di dalam gelapnya hutan.
Saat Rion hendak ke bangunan utama keluarga Broke, terdengar suara langkah kaki menuju tempatnya. Lelaki yang mengenakan jubah gelap itu pun langsung bersembunyi di antara semak mawar yang rimbun, gelapnya malam menyamarkan kehadirannya.
“Illarion!” seru seorang wanita.
Deg. Jantung Pangeran Hitam berdetak cepat.
“Aku tahu kau di sana, Rion!” seru wanita itu lagi.
“Bagaiman ia tahu keberadaanku?” tanya Pangeran Hitam dalam hati. Bukannya ingin menyombong, Illarion Black selain disebut Pangeran Hitam juga memiliki banyak julukan lain, salah satunya ‘bayangan hitam’. Sebutan itu bukan tanpa dasar, karena setiap Rion turun untuk memata-matai wilayah musuh tak ada seorang pun mengetahui keberadaannya. Dan sekarang seorang gadis tiba-tiba bisa menebak tempatnya dengan pasti. Ia pasti bukan gadis biasa kan?
“Rion ...,” ujar wanita yang berhenti tepat di samping Pangeran Hitam bersembunyi. Disinari cahaya bulan purnama, wanita dengan rambut putih keperakkan itu tampak bercahaya, dengan bibirnya yang semerah bunga mawar yang ada di taman itu. Netra ungu besarnya menatap sekitar, beberapa kali berkedip mengibaskan bulu mata putihnya yang panjang.
“Cantik.” Kembali kata itu terpatri di pikiran Pangeran Hitam. Illarion Black langsung melompat keluar dari persembunyian. “Darimana kau tahu aku ada disini? Apa kau penyihir?” tanya Illarion sambil menurunkan penutup kepala jubahnya. Memamerkan rambut hitam legamnya dan sorot mata tajam yang menatap netra ungu Amanda.
Amanda terbelalak ketika dilihatnya sosok pria menjulang tinggi muncul di hadapannya. Wajahnya yang sudah putih makin memucat karena terkejutannya, gadis itu bahkan jatuh terjembab saat Rion mendekatinya.
“Kau penyihir?” tanya Rion lagi.
Amanda menggeleng cepat. “Ti-tidak ...,” jawabnya dengan bibir gemetaran.
Rion menelengkan kepalanya masih menatap tajam gadis yang masih bersimpuh di hadapannya. “Jangan bohong! Dari mana kau tahu aku ada di sana!” bentaknya. Pria itu benar-benar tak suka dibohongi, jika ini medan perang sudah dipastikan kepala Amanda terpenggal begitu ia selesai menjawab. “Seorang keluarga Ratu, penyihir, dan pembohong, kau benar-benar paket komplit yang bisa kubenci seumur hidupku,” cecar Pangeran Hitam. Suara berat Illarion Black yang terdengar di telinga Amanda White membuat bulu roma di tenguk gadis itu berdiri.
“A-aku bu-bukan pen-penyihir dan pem-pembohong,” sanggah Amanda membela diri.
Kali ini Rion menarik dagu gadis itu, menahan agar netra ungu itu membalas menatap bukan ke gundukan tanah di bawahnya. Sebilah belati ada di tangan kanan Pangeran Hitam, salah satu cara membunuh penyihir dengan menusuk dadanya sebelum penyihir itu sempat merapal mantra. Tapi pria tampan itu pun masih belum begitu yakin apakah gadis di hadapannya penyihir. Kembali Rion bertanya seraya mengancam Amanda. “Apa kau penyihir? Jawab yang benar atau kucungkil-“
Belum selesai Illarion Black mengancam Amanda White, seekor kucing melintas di balik jubah pria itu.
“Meong.” Kucing itu langsung melompat ke pangkuan Amanda.
Rion melihat kucing itu sejenak sebelum kembali mengalihkan netranya menatap Amanda tajam. “Jawab!” hardik pria itu.
Entah karena intonasi dari Rion, atau karena kucing itu menyadari ketakutan dari sang pemilikinya. Kucing berwarna hitam pekat itu mendesis ke arah Rion, ekornya tegak berdiri sambil memamerkan gigi-giginya seolah mengancam pria besar di hadapannya.
“Wah lihat, kau bahkan bisa menghipnotis kucing lucu untuk mengancamku. Apa kau tak keterlaluan, penyihir?” kembali Illarion mendekatkan dirinya.
“Ti-tidak ka-kau salah...,” jawab Amanda tercekat. Netra ungunya mulai digenangi air dan begitu tertimpa sorotan cahaya bulan, membuat mata itu tampak berkilau cantik.
“Seperti batu Ametyst,” ucap Rion dalam hati, perhatinnya benar-benar teralih ke mata itu. Hingga tanpa pria itu sadari, kucing yang berada di pangkuan Amanda sedang melompat dan dengan gerakan cepat mencakar hidung Rion. Pria itu mundur beberapa langkah sembari memegang hidungnya. Mata Rion sekarang menatap tajam penuh dendam pada kucing yang telah mendarat anggun di tanah. Kucing itu berbalik dengan bulu tegak dan menggeram penuh amarah.
Illarion siap melempar belati di tangannya ke arah kucing itu, saat Amanda berteriak seakan memerintah. “Illarion duduk!”
Kali ini teriakan gadis itu membuat amarah Rion mendidih, tak ada seorang pun kecuali keluarga inti kerajaan yang berani memanggil pria itu dengan nama aslinya, bahkan bukan hanya memanggil nama aslinya, gadis mungil itu berani memanggilnya dengan nada memerintah.
“Duduk? Kurasa kau sudah tak menyayangi nyawanmu lagi! Benar-benar kurang ajar, hanya karena ku nikahi kau jadi besar kepala dan berani memerintahkanku untuk duduk! Kau kira aku binatang apa! Eh... .” Tiba-tiba Rion menyadari sesuatu, terlebih saat Amanda kembali berteriak hal yang sama, tapi kali ini tangan putih itu menunjuk pada kucing hitam yang sekarang sedang duduk manis sambil menjilat-jilat kaki depannya.“Nama kucing itu-,“ Rion menghentikan kalimat tanyanya.Amanda yang berlinang air mata menatap pria itu dengan ketakutan. “Ma-maaf sa-saya benar-benar minta maaf, Tuan. Tapi saya memberi nama kucing itu jauh sebelum saya mengenal Tuan. Saya benar-benar minta maaf....” Amanda masih mengucapkan beribu kali kata ‘maaf’ sambil bersujud dengan tubuh gemetar, sedangkan di sampingnya si kucing dengan polosnya masih menjilat-jilat tubuh berbulu hitamnya.Rion tercenung menyadari apa yang terjadi, ia nyaris saja me
Amanda tampak berpikir sejenak, kemudian ia memeras kain steril itu sambil membuka mulutnya dan menelan cairan merah yang menetes dari perasan itu. Rion berdecih. “Kau bisa saja menahan cairan itu dengan lidahmu.” Mendengar Rion yang tampak kurang puas dengan cara pembuktiannya, Amanda kembali memeras kain kemerahan itu dan meneteskan ke matanya, tak lupa ia juga meneguk sedikit cairan merah di cawan yang berada di atas meja. Rion tersenyum saat melihat kerutan di dahi gadis berkulit putih itu. Amanda tampak menahan mati-matian rasa pahit yang sekarang menjalar di lidahnya. Gadis itu berdiri tegak di hadapan Pangeran Hitam, menunggu jikalau ada reaksi dari tindakannya barusan. Beberapa menit berlalu, Amanda mulai tampak gugup karena tatapan tajam Illarion yang seolah mempelajari dirinya. “Menjijikan, kulit yang putih seperti ular derik seperti kata Gisella, pasti ia berpikir seperti itu,” batin Amanda sambil menunduk memperhatikan kulitnya. “Dan rambu
“Kau kira sekarang jam berapa Amanda! Kau belum menyiap-,“ teriakan Nesa terhenti di sana, saat sebuah belati melintas cepat di sampingnya dan langsung tertancap sempurna pada bingkai pintu kayu jati di belakangnya. Mata pelayan itu terbelalak tak percaya, di hadapannya -lebih tepatnya- di atas ranjang Amanda duduk pria tampan dengan tatapan keji menatap ke arahnya. “Apa begini cara pelayan di kediamanmu membangunkan majikannya?” tanya Rion dingin pada Amanda. Sedangkan gadis bersurai perak itu tak bereaksi apapun, ia hanya menatap beku pada belati yang baru saja di lemparkan oleh Rion. Dan Nesa tak kalah terkejutnya karena ia lah yang dilempari senjata tajam itu. Pelayan itu tak menyangka mendapat pengalaman menuju kematian justru dari pria tampan bertelanjang dada yang persis Dewa Ares di pagi hari cerah ini. “Aku akan membuat keluarga pelayan ini menerima peti matinya sekarang juga.” Mendengar itu Nesa berlutut sembari memohon. “Ma-ma
Amanda mengigit bibirnya panik, ia benar-benar bingung ketika pagi tadi Pangeran Hitam hendak sarapan. “Aku akan membawakannya ke kamar,” tawar Amanda. “Aku tak terbiasa makan di kamar, tunjukkan saja jalan ke ruang makan,” tukas Rion dengan nada memerintah. Ruang makan adalah salah satu tempat di kediaman keluarga Broke yang Amanda hindari, karena keluarga tirinya sangat tak menyukai kehadirannya ketika mereka sedang bersantap. “Menjijikan.” Begitu kata mereka, yang langsung melemparkan makanan itu ke arah Amanda, karena nafsu makan mereka menghilang begitu saja akibat kehadiran gadis itu. Namun, di sinilah mereka, di depan ruang makan milik mewah keluarga Broke. Dan Amanda semakin panik saat mengetahui keluarganya belum selesai sarapan. “Lanjutkan sarapan kalian,” ujar Pangeran Hitam sembari mengangkat tangan kanannya seolah menolak salam hormat khas Anarka yang Ben Broke lakukan. Amanda yang berada di belakang Pangeran Hitam
Sekarang Amanda berdiri di depan kediamannya dan bersiap menaiki kereta kuda yang akan membawa gadis itu ke istana. Pasangan suami istri Broke tampak bahagia mengantar Amanda, sedangkan Gisella masih berwajah muram.Brenda membuat perpisahan itu tampak dramatis. “Kembalilah dengan banyak uang, jika tidak jangan harap kau punya tempat untuk pulang,” bisiknya saat memeluk Amanda sambil menahan jijik. “Ingat baktimu pada orang tua,” nasihat Brenda dengan penekanan setelah melepas pelukannya pada Amanda.“Hanya itu barangmu?” tanya Pangeran Hitam sambil menatap koper kecil yang berada di samping Amanda.Amanda mengangguk pelan, isi lemarinya yang tak lebih dari tiga potong baju beserta pakaian dalamnya sudah berada di koper kecil itu, ditambah lukisan tua keluarganya.Kereta kuda berjalan perlahan, Amanda menatap kediaman keluarga Broke yang mulai menjauh. Sepertinya ini kali pertama aku pergi meninggalkan rumah seumur
Perjalanan dari gerbang istana hingga pintu utama istana Pangeran Hitam memakan waktu lima kali perputaran jam pasir, hal ini disebabkan luasnya halaman istana itu. Kelam dan dingin, kata itulah yang muncul di benak Amanda saat melihat istana megah yang di hiasi batu marmer berwarna kehitaman terpadu sempurna dengan warna emas yang menambah kesan mewah. Warna kelam juga turut menghiasi halaman istana yang ditumbuhi mawar hitam, anggrek hitam, dan berbagai macam tumbuhan lainnya yang Amanda tak mengetahui namanya, dan kesemuanya entah bagaimana bisa senada berwarna gelap. Di tangga pintu masuk utama terlihat para pelayan telah berbaris sempurna menunggu kedatangan tuan mereka. “Selamat datang Tuan,” ucap Andreas menyambut Pangeran Hitam sambil memberi gesture salam khas Anarka yang diikuti oleh seluruh pelayan istana. “Apa Tuan berhasil membujuk gadis itu datang? Hamba juga mengirimkan dua belas peti perhiasan dan hadiah, agar mereka bersedia
“Keluarga Ratu itu menipu kita, dia sama sekali bukan dari kelas Bangsawan Duke seperti yang kita duga, Tuan,” papar Andreas. “Lantas? Keluarganya hanya ‘grand duke’?” tanya Illarion, yang dijawab gelengan kepala oleh Andreas. “Sekelas marquis? Tidak,” Rion menautkan alisnya. “Earl?” “Baron, Tuan. Gadis itu berkasta baron.” Illarion tertawa keras. “Bahkan bukan viscount! Tapi baron?! Penyihir tua itu benar-benar sedang meremehkanku! Sudah kuduga gadis itu pikir bisa menipuku dengan wajah polosnya.” “Anda bisa mengatakan sang Ratu menipu pernikahan ini pada Baginda Raja, Tuan. Sebaiknya segera agar sebelum mereka menganugrahinya gelar ‘Duke’,” saran pengawal setia Illarion. Pangeran Hitam menyentuh dagunya.”Biarkan saja keadaan seperti ini,” ucapannya barusan membuat Andreas bingung. “Bukannya dengan ini Tuan bisa membuktikan perjanjian ini berat sebelah?” Rion melihat ekspresi keberatan di wajah pengawalnya. “Hanya dela
Raja Abraham terkekeh, “apa kau begitu posesif sehingga tak mengijinkan aku bicara denganya?” “Ti-tidak bukan begitu,” jawab Rion salah tingkah, dan langsung pamit undur diri dari kamar pribadi Raja. Apa yang ia katakan pada Raja? Ia dan keluarganya seorang pembohong handal, tentu saja dia akan memfitnahku! Sialan. Penyihir tua itu menepatkan bidak yang paling pintar berakting, entah kenapa aku bisa berpikir gadis itu jujur dan polos! Entah apa yang Amanda dan Baginda Raja bicarakan di dalam, tapi waktu dua jam menunggu di luar membuat Rion semakin gelisah. Ceklek. Amanda membuka pintu kamar Baginda Raja, mata nyalang Pangeran Hitam langsung menyambut gadis itu. Dan ketika pria besar itu hendak masuk kembali, pelayan Raja mengatakan, “Raja sedang beristirahat dan tak ingin diganggu siapa pun.” Namun sayup-sayup Illarion bisa mendengar suara Raja. “Aku tak menyangka kau punya sisi seperti itu, Rion,” ujar pria tua dengan ekspre