Luna menatap lurus pada mata Reno dan melepaskan cengkraman tangan suaminya itu dengan cukup kencang. “Selama ini aku memang terlihat lemah, mas, tapi bukan berarti aku bisa terus kamu injak-injak seperti ini,” ucap Luna tajam.“Aku bisa membuka kedokmu selama ini di depan media. Biar semua orang tahu siapa sebenarnya kamu mas! Kamu itu adalah suami yang sangat kasar dan kejam! Atau aku teriakkan saat ini juga? Di rumah sakit ini?” Luna sudah membalikkan tubuhnya dan hendak berlari keluar area VIP ketika tangan Reno menariknya mendekat.Keduanya saling bertatapan dengan tekad yang sama-sama kuat. Reno dengan tekadnya untuk membawa Luna kembali, sementara Luna dengan tekadnya untuk memberi pelajaran pada Reno. “Jangan terlalu banyak bicara! Aku yakin kamu akan memilihku segera setelah melihat ibumu, jadi sebaiknya bersikap baiklah denganku, ya.” Reno mengelus rambut Luna dengan lembut. Tatapan pria itu juga mendadak berubah menjadi penuh cinta dan seolah ingin melindungi Luna.“Satu
Bab 27 Luna menatap kosong pada tubuh ibu yang tengah tertidur. Wanita itu sesekali membenarkan letak selimut atau sekadar menyingkirkan rambut dari dahi ibunya. Kunjungan dokter beberapa waktu lalu mengatakan kalau ibu sudah mulai pulih, tetapi masih dalam pengawasan ketat. Sebuah rangkulan membuat Luna kembali menahan napasnya. Entah mengapa, sentuhan Reno yang mendadak seringkali membuatnya merasa tidak nyaman, seolah-olah sentuhan lembut itu membawa tanda lain yang berupa penekanan dan ancaman baginya. “Luna, kamu tidak lapar? Lagipula kamu sudah menjaga ibu sejak dua jam lalu, bagaimana kalau kita istirahat dulu?” tanya Reno dengan nada lembut. “Reno benar, Luna. Lebih baik kamu makan dulu, biar ayah yang menjaga ibu,” sambung ayah yang segera berdiri dari sofa panjang di pojok ruangan. Luna menoleh pada ayahnya dan mengangguk pelan. Wanita itu berjalan menuju pintu diikuti oleh Reno yang hanya tersenyum kecil. Meskipun sudah menentukan pilihannya, Luna masih merasa kesal p
Luna menatap punggung Aldi dengan mata berkaca-kaca. Dia bahkan tidak bisa mengejar pria berambut ikal itu untuk sekadar mengucapkan terima kasih dan menjelaskan alasannya memilih untuk tetap berada di sisi Reno.Suara tawa licik yang berasal dari sisinya membuat Luna menoleh dan mendapati seringai Reno yang kini menatapnya lurus. “Kamu menangis? Ada apa, Luna? Apa kalian sudah benar-benar jatuh cinta satu sama lain dalam waktu sesingkat itu?” tanya Reno dengan nada mengejek.Luna segera membuang muka dan beranjak mendahului Reno. Tatapan matanya kini beralih pada langit-langit rumah sakit yang didominasi warna putih. Luna berusaha keras menahan air mata yang hendak terjatuh dari manik indah miliknya.“Kalian berdua memang benar-benar naif. Terutama kamu, Luna. Bagaimana bisa kamu langsung mempercayai pria asing yang berlagak menjadi pahlawan kesiangan dan memilih kabur bersamanya seperti itu? Apa yang kamu harapkan dari pria tidak jelas seperti Aldi?” gumam Reno sembari terkekeh pela
Luna menatap wajah ibu yang masih terlihat pucat. Meski begitu, keadaan ibu juga sudah cukup membaik. Ibu yang tadinya hanya bisa terdiam dan tersenyum tipis ketika melihat Luna kini sudah bisa tersenyum lebih lebar dan sesekali bicara dalam suara perlahan. Luna mengecup pelan tangan ibu dan menatap mata ibu dengan penuh cinta. Melihat ibu bisa bertahan dan membaik setelah kedatangannya sungguh membuat Luna merasa sangat senang.“Bu, maaf kalau Reno terlalu lama perginya. Bagaimana perasaan ibu sekarang? Sudah jauh lebih baik?” Suara Reno yang mendadak terdengar dari sisinya membuat Luna menoleh. Suaminya itu memang sempat pergi sekitar lima jam lalu untuk memenuhi jadwal pekerjaannya.Ibu mengangguk pelan dan tersenyum. Wanita paruh baya itu mengelus lembut pergelangan tangan Reno dan menatap menantunya itu dengan penuh kasih sayang. Luna yang melihat semua itu segera mengalihkan pandangannya. Satu-satunya alasan Luna memilih berada di sisi Reno adalah demi kebaikan kedua orang tuany
Luna menatap wajah Reno yang tersenyum lebar di depannya. "Kamu sudah melihat postinganku?" tanya Reno dengan nada santai, tetapi bagi Luna sikap Reno justru membuatnya merasa sedikit ngeri. "Iya, sudah. Terima kasih karena sudah memilih angle yang pas meskipun aku sedang tidur, jadi nggak kelihatan jelek banget," jawab Luna mencoba tertawa kecil demi mencairkan suasana. Reno mengangguk pelan dan kini menatap ruangan yang didominasi warna putih di sekitarnya. Beberapa tas besar berisi pakaian dan keperluan ibu selama berada di rumah sakit tertumpuk rapi di pojok ruangan, sementara ibu tengah berada di kamar mandi bersama ayah Luna. "Aku sudah berusaha melakukan yang terbaik untuk menghalau rumor itu, tetapi kita tetap harus melakukan konferensi pers ini," ucap Reno sembari memasukkan sesuap nasi uduk ke dalam mulutnya. Pagi ini, Reno dan Luna akan segera menuju tempat konferensi pers demi menjelaskan keadaan rumah tangga mereka yang selama ini dirumorkan tengah goyah. "Ya, aku men
"Ada apa?" tanya Reno begitu melihat wajah Luna yang tampak lebih sendu setelah bicara dengan ibunya. Wanita dengan rambut yang dibiarkan tergerai itu hanya menggeleng pelan sebelum memasuki mobil hitam milik suaminya. "Dilihat dari raut wajahmu, sepertinya ibu habis menceramahimu lagi ya," celetuk Reno sembari terkekeh pelan. Luna mengambil cermin kecil yang berada di tas dan mulai kembali memperbaiki riasannya yang sedikit terhapus karena air mata. "Makanya, jadi istri yang baik dan nurut saja sama suami. Lagipula, memangnya selama ini aku pernah memukulmu kalau kamu tidak salah?" Pertanyaan Reno membuat Luna berdecih pelan. Pria tampan yang berada di belakang kemudi itu benar-benar arogan dan tidak pernah mau mengakui kesalahannya. Apakah menurutnya lawan mainnya datang terlambat adalah kesalahan Luna? Atau masalah-masalah teknis yang terkadang terjadi di lokasi syuting juga merupakan kesalahan Luna sehingga Reno selalu melampiaskannya dengan memukul dan menghina Luna. "Su
Luna melirik sekilas pada sosok Aldi yang hanya terdiam di tempatnya sejak tadi. Genggaman tangan Reno yang bergerak perlahan membuat Luna menoleh dan mendapati senyum manis yang diperlihatkan suaminya itu. "Ada apa? Kamu masih merasa tidak nyaman?" tanya Reno dengan nada lembut sembari melirik kumpulan wartawan yang masih berada di sekitar mereka. Luna segera menggeleng dan melanjutkan langkahnya memasuki mobil hitam yang sudah berada di depannya. Pikiran Luna sudah tidak terlalu fokus sejak dia menyadari keberadaan Aldi di antara wartawan yang hadir untuk meliput konferensi pers mereka. Ditambah lagi, pertanyaan terakhir yang diajukan seorang wartawan tentang rumor kedekatannya dengan Aldi membuat Luna mendadak gagu. Untunglah Reno masih bisa mengendalikannya dan balik menuduh wartawan yang datang memang ingin membuat nama mereka jelek, karena berulang kali Reno dan Luna menyatakan bahwa hubungan mereka baik-baik saja, wartawan lain terus saja menimpali dengan pertanyaan-pertany
Plak! Tongkat kayu itu mendarat dengan cukup kencang di paha sebelah kanan Luna, membuat Luna meringis demi menahan rasa sakit yang segera menjalar di sekujur pahanya. Celana panjang berwarna putih yang dikenakannya juga terkena debu dari tongkat itu dan kini meninggalkan bekas berwarna abu-abu yang terlihat cukup jelas. "Sepertinya itu tidak terlalu sakit, ya. Aku memang belum mengeluarkan seluruh tenagaku," desis Reno sembari menatap wajah Luna tajam. Pria itu menatap jam dinding yang tergantung di pojok kamar. Dia sudah memerintahkan asisten rumah tangga mereka untuk pergi membeli beberapa keperluan, jadi setidaknya dia punya waktu sekitar tiga puluh menit untuk 'bicara' dengan Luna. "Santai saja, Luna, kita masih punya banyak waktu. Bukankah sudah lama kita tidak bicara berdua saja seperti ini?" tanya Reno yang kini berganti posisi dan duduk di depan Luna. "Wah, bagaimana bisa aku jadi canggung di depanmu ya? Ternyata kita memang sudah tidak sedekat itu ya," ucap Reno sembari