Ditipu mertua dan suamiPart 27Jantungku berdebar debar menatap layar televisi tapi tiba-tiba Dokter Fikri mematikan TV itu, " Dok, kenapa dimatikan? Belum selesai, kan?" Protesku yang begitu penasaran dengan adegan selanjutnya."Ada adegan 21+nya, nggak pantas dilihat," jawab Dokter Fikri enteng sekali, seketika dadaku memanas seperti terbakar."Apa yang sudah Dokter lakukan dengan Kartika?!" Cercaku yang entah aku merasa tidak rela.Dokter Fikri tak menjawab, fokus menyetir dengan pandangannya tetap lurus ke depan membuatku semakin gregetan."Dokter Fikri sudah melakukannya dengan Kartika?! Iya, Dok?!" Dadaku berdebar tak karuan."Kalau iya kenapa, Ra? Aku single kan? Nggak terikat dengan siapapun," ucapnya seperti petir yang menyambar."Saya sudah bilang, tidak usah menjerat Kartika! Benar, kan, kata saya, Dokter Fikri yang terjerat Kartika!" Pekikku dengan dada bergemuruh, rasanya pengin nangis tidak rela, sangat menyesalkan perbuatan Dokter Fikri.Entahlah aku juga tidak tahu k
"Ayo, Bu, kita makan, Fikri sudah lapar ini." "Iya, Ayo, Nduk, sarapan dulu. Bayimu pasti juga sudah kelaparan." Ibu Mas Fikri mengelus elus perutku lagi sambil menuntunku masuk ke ruang makan, rasa haru menyusup di relung hati, merasakan belaian seorang ibu.Di meja makan sudah tersaji menu soto lengkap, "Ayo, makan yang banyak, biar bayinya sehat." Ibu Dokter Fikri menyodorkan bakul nasi padaku."Iya, Bu." Aku mengambil nasi dan meracik soto di piring."Mbak Tiara, mau sambalnya nggak? Nih," ucap Tia sambil menyodorkan sambel."Jangan banyak-banyak ya, Nduk, sambelnya, kasihan bayinya. Nih, tempe mendoan saja. Kalau ini sepiring dihabisin juga nggak pa pa," ucap Ibu dan semua terkekeh.Ada rasa bahagia berada di tengah-tengah mereka. Sebuah keluarga idaman yang selama ini tak kudapatkan. Walaupun baru ketemu tapi aku bisa merasakan kasih sayang mereka.Dan Dokter Fikri yang duduk di depanku, dari tadi mencuri curi pandang sambil menyuapkan soto ke mulutnya. Seperti dihujam panah ya
Dengan pikiran kalut akhirnya aku putuskan masuk ke lobby hotel menemui mbak resepsionis, " Maaf, Mbak mau tanya posisi kamar nomor 630 di mana ya, Mbak?" "Mohon maaf sebelumnya, Ibu. Untuk tamu tidak bisa naik ke atas karena untuk naik lift memakai sistem cardlock. Sebaiknya Ibu hubungi orang yang mau Ibu kunjungi untuk menjemput di lobby." "Baik, Mbak. Terima kasih ya, Mbak." Setelah kuhubungi Mas Angga, tak berapa lama dia sudah datang, "Tiara? Ini kamu? Pangling, Ra!" Mas Angga menatapku tak berkedip, aku menunduk ketakutan.Ya Allah lindungi hamba. Detak jantungku berpacu cepat. Semoga keputusanku untuk menemuinya ini akan dapat menyelesaikan semua masalahku dengannya."Tapi dalam keadaan tertutup begini justru semakin membangkitkan hasratku, Ra. Ayo kita naik ke atas.""Aku tidak mau naik ke atas! Hapus video itu, Mas! Aku mohon!" "Iya, tenang saja, Ra. Aku akan menghapusnya setelah kita bersenang senang. Kamu pilih mana? Ikut aku ke atas atau lihat video itu tesebar di duni
"Dimana kamu sembunyikan Tiara! Jawab, pengecut!" Suara yang sangat aku kenal."Tiara, kamu dimana? Keluar, Ra. Kamu sudah aman!" Dokter Fikri ... Itu suara Dokter Fikri, kenapa dia bisa sampai di sini. Terima kasih ya Allah. Sekali lagi Engkau mengirimkan Dokter Fikri buatku di saat yang tepat. Setelah memakai hijab kembali dan merapikan baju yang telah sobek di bagian dada dan tangan, aku mencoba berdiri. Dengan sempoyongan membuka pintu toilet. Dokter Fikri berlari menghampiriku, mencopot kemejanya lalu memakaikannya di tubuhku menutupi bajuku yang sobek. "Tiara, kamu tidak kenapa napa? Kamu pucat sekali, Ra," Tatap Dokter Fikri khawatir sambil mengamatiku dari ujung rambut sampai ujung kaki" Aku menggeleng, tangisku pecah tak terbendung.Tiba-tiba Dokter Fikri mendekapku erat dan entah kenapa aku tidak menolaknya. Kutumpahkan tangis di dadanya. Sejenak hanyut menikmati ketenangan dan rasa aman dalam pelukan Dokter Fikri."Aku paling tidak bisa melihatmu teraniaya begini, Ra. W
POV Fikri.Gara-gara racun Kartika itu aku pun jadi terkapar di rumah sakit. Untung aku minum susu setelah makan racun itu jadi aku tidak mati. Hanya merasakan mual dan pusing yang teramat sangat dan akhirnya aku dilarikan tetangga ke rumah sakit. Setelah mendapat pertolongan dokter, diinfus dan diberi obat badanku berangsur pulih tapi aku belum boleh pulang dan harus menginap di rumah sakit. Aku masih tergolek lemas."Kemana ini istrimu, Fikri? Dari tadi Ibu hubungi nggak di angkat. Ibu sudah kirim pesan suara sudah dibaca sama dia tapi tetap nggak dibalas. Keterlaluan memang istrimu itu! Istri macam apa itu, tahu suaminya sakit nggak ada peduli pedulinya!" "Sudah, Bu, jangan salahkan Tiara terus. Sadar nggak sih, Bu, selama ini kita sudah memperlakukan Tiara dengan tidak adil. Kita selalu membela Kartika. Dan Ibu lihat sendiri kan perempuan macam apa yang kita bela. Mungkin kesabaran Tiara sudah habis, Bu. Makanya dia pergi dari rumah.""Paling dia pergi ke pelukan dokter itu. Ke
Tak berapa lama Suster kembali dan mendorongku masuk, "Ibu, mohon maaf, yang boleh diijinkan masuk hanya suaminya. Ibu silahkan tunggu di luar, ya.""Yah, padahal saya pengin melihat pas cucu saya mbrojol, Sus. Tapi ya sudahlah, Sus. Nggak pa pa, saya di luar saja." Sampai di dalam, tampak Tiara dengan posisi melahirkan terkulai lemas dengan keringat yang bercucuran. Sedangkan kedua dokter itu juga ada di sini ikut mendampingi seorang dokter perempuan yang menangani Tiara."Ayo, Bu Tiara, semangat. Sekarang sudah didampingi suami." Ucap Dokter perempuan itu, Tiara tersentak menoleh ke arahku."Tiara ..." Aku mendekat tepat di atas kepala Tiara, kukecup dahinya.Dadaku berdesir, seolah bisa ikut merasakan sakitnya mendengar dia menangis kesakitan. Dan akhirnya tangisku pun tumpah meratapi semua kesalahanku pada Tiara. "Maafkan aku ya, Ra. Aku punya banyak salah sama kamu, Ra. Semoga kamu masih mau memaafkanku." Kugenggam tangannya untuk menguatkan dia tapi tiba-tiba dengan cepat Tiar
Ditipu Mertua dan Suami.Part 30Aku tersadar, mengamati sekeliling, bed putih, gorden putih dan suara mesin monitor jantung serta aroma rumah sakit yang khas. Menoleh ke samping, terlihat Dokter Fikri duduk dengan tangan sedekap tapi mata tertutup, tidur."Dok ..." lirihku yang membuat Dokter Fikri membuka matanya. "Tiara ... Kamu sudah sadar? Apa yang kamu rasakan?" Wajah Dokter Fikri tampak begitu kuatir menatapku "Apa yang terjadi dengan saya, Dok? Kenapa tubuh saya terasa lemas sekali? Dan ini kenapa saya pakai selang oksigen?""Kamu pingsan dan tadi sempat mengalami kejang. Tensimu tinggi sekali, Ra. Mencapai 180. Saturasimu juga rendah sekali makanya kamu perlu asupan oksigen. Masih pusing dan sesak?" Aku mengangguk."Dokter Rasyid dan anak-anak mana?" "Kebangetan kamu, Ra. Aku sudah jagain kamu sampe dibelain nggak makan. E ... Yang dicari orang lain. Aku pulang sajalah.""Eh, maaf, Dok. Saya masih kepikiran anak-anak yang menangis tadi.""Aku menyuruh mereka keluar. Kehadi
"Saya tidak semurah itu, Dok." "Ya kali aja kamu disirep Dokter Rasyid. Atau seperti biasa dia ngandalin anak anaknya buat meluluhkan kamu." "Pikiran Dokter jelek sekali.""Iya, ternyata aku memang salah. Di telepon, aku lalu dengar gedoran pintu dan teriakan ancaman si Angga keparat itu. Buru-buru kurekam dengan handphone. Setelah itu aku langsung lapor ke polisi dan akhirnya mengerebek kamar Angga.""Sekali lagi terima kasih banyak, Dok.""Dan bonusnya, seorang perempuan akhirnya menangis di pelukanku. Pertama kalinya aku memeluk perempuan, Ra.""Bohong! Bukannya Kartika perempuan pertama yang Dokter peluk?""O iya, lupa."Tiba-tiba aku merasakan kantuk yang teramat sangat. Seperti di bius. Suara Dokter Fikri yang masih bercerita lama lama terdengar samar. Aku pun terlelap. Aku terbangun karena merasakan sakit kepala dan nyeri yang hebat di perut sebelah kanan atas. Lalu rasa mual yang teramat sangat. Tanpa bisa kutahan aku memuntahkan semua isi perut. Dokter Fikri yang tidur