Share

Mendadak Khawatir

Mata Jelita terbuka dengan perlahan, rasa pusing terasa di kepalanya, setelah matanya terbuka dengan sempurna, Jelita melihat sekeliling ruangan, matanya langsung membulat saat dirinya saat ini bukan berada di kamarnya, cepat-cepat Jelita langsung bangun dari tidurnya.

“Aku dimana?” tanya Jelita sambil memegang kepalanya yang terasa pusing.

Ceklek

Pintu kamar yang ditiduri Jelita terbuka, seorang wanita paruh baya masuk ke dalam kamar sambil membawa nampan di tangannya.

“Nona, silahkan sarapan dulu, tuan tadi berpesan kalau nona wajib sarapan pagi,” ucap wanita paruh bayah yang masih belum diketahui namanya oleh Jelita.

Sementara Jelita yang mendengar kata tuan langsung teringat dengan Bumi, bahkan Jelita juga teringat dengan apa yang sempat terjadi tadi malam.

Jelita langsung menghembuskan napasnya dengan kasar, “Letak di atas nakas aja bu, nanti saya makan,” 

“Bi Lastri non, panggil saya bi Lastri,” pelayan kepercayaan Bumi mengenalkan dirinya pada Jelita.

“Ahka iya, salam kenal ya bi, saya Jelita,” ucap Jelita dan memberikan senyumannya.

“Tuan sedang ada urusan, dan tuan berpesan kalau nona tidak boleh keluar mansion selama tuan belum kembali,” 

“Apa!! tapi saya harus ke rumah sakit bi,” Jelita tidak terima.

“Saya hanya menyampaikan pesan saja nona, dan saya harap nona tidak keluar dari mansion, kalau nona tidak mau mendapat masalah dengan tuan,” jelas bi Lastri kemudian langsung membungkuk kan tubuhnya sedikit, dan langsung balik badan meninggalkan kamar yang ditempati Jelita.

Lagi-lagi Jelita hanya bisa menghembuskan napasnya dengan kasar, “Sesuka dia saja,” ucap Jelita dengan nada gusar.

Di kamar mandi, Jelita masih teringat dengan apa yang dilakukan Bumi padanya, bahkan tanda merah bekas ciuman Bumi jelas terlihat di leher Jelita, kalau saja Jelita tidak langsung sadar dan mendorong kuat tubuh Bumi, entah apa yang terjadi malam itu.

“Ibu…hampir saja aku kehilangan kesucianku hanya karena lelaki biadab itu,” ucap Jelita.

Bahkan setelah kejadian itu, Jelita langsung menangis, Bumi sendiri yang tidak mau mengganggu memilih pergi dan membiarkan Jelita tidur di kamar miliknya, sementara Bumi sendiri mendinginkan suhu tubuhnya di ruang kerjanya.

*

*

Di rumah sakit, Rizal dan Nina sedang duduk bersama setelah selesai praktek, Nina menatap Rizal dengan tatapan tajam.

“Kamu ceroboh Zal, kenapa bisa kamu membiarkan Lita ikut dengan tuan Bumi, kamu tau sendiri kan kalau tuan Bumi itu siapa? dan sekarang kita nggak tau gimana nasib Jelita, bahkan ponselnya saja tidak bisa dihubungi,” marah Nina.

“Aku minta maaf Nin, kejadiannya diluar kendaliku, saat itu ada terjadi tembakan dan mobil kejar-kejaran, Jelita memilih untuk keluar dari mobil untuk menolong seorang anak, siapa tahu kalau ada mobil yang mau menabraknya dan saat itu Jelita di tolong tuan Bumi,” jelas Rizal.

“Bahkan aku sudah menawarkan diriku untuk mengobati tuan Bumi, tapi dia tetap keukeh ingin Jelita yang mengobati lukanya,” lanjut Rizal.

“Haisss….Jelita, aku khawatir dengan keadaan kamu sekarang,” ucap Nina dengan wajah yang sudah terlihat cemas.

*

*

Di kantor, Bumi bekerja dengan sangat fokus, sampai tiba-tiba pintu ruangannya terbuka, ternyata Dirga yang masuk tanpa mengetuk pintu.

“Tuan, ada masalah besar,” Dirga langsung memberitahu.

“Ada apa?” tanya Bumi langsung menatap Dirga.

“Ketua bandar narkoba lolos tuan, dan anggota kita sedang mencari kelemahan tuan,”

“Kelemahan? maksudnya?” tanya Bumi menatap Dirga dengan wajah sangarnya.

“Waktu tuan menyelamatkan nona Jelita terlihat oleh anak buah musuh kita, mereka mengira kalau nona Jelita adalah bagian penting dari hidup tuan, dan saat ini mereka sedang mencari tahu siapa nona Jelita,” jelas Dirga.

Tangan Bumi langsung terkepal kuat, bahkan aura wajahnya sudah terlihat sangat tidak bersahabat, “Beritahu bodyguard untuk menjaga mansion dengan ketat, dan pastikan wanita itu tidak kabur dari mansion,” ucap Bumi dengan suara beratnya yang dijawab dengan anggukan kepala oleh Dirga.

“Satu lagi tuan,” ucap Dirga yang kembali membuat Bumi kembali menatap Dirga.

“Apa lagi?” tanya Bumi.

“Malam ini kita harus berangkat ke Jepang tuan, ada masalah di cabang,” Dirga memberitahu yang langsung membuat Bumi menghembuskan napasnya dengan kasar.

“Harus malam ini?” tanya Bumi.

“Ita tuan, ada masalah serius yang harus kita selesaikan di kantor cabang,” jawab Dirga.

“Tapi aku nggak mungkin meninggalkan Jelita, dia pasti dalam bahaya untuk saat ini,” batin Bumi.

“Keluarlah,” ucap Bumi yang langsung dijawab dengan anggukan oleh Dirga.

Tangannya langsung cepat menghubungi kontak pelayan kepercayaannya, siapa lagi kalau bukan bi Lastri.

“Iya tuan,” terdengar suara bi Lastri dari ponsel mahalnya.

“Wanita itu sudah bangun?” tanya Bumi langsung.

“Sudah tuan, sudah makan juga sepertinya,”

“Sepertinya?”

“Emmm..maaf tuan, baru setengah jam yang lalu saya ke kamar tuan melihat nona Jelita, dan saya sudah membawakan makanan ke dalam kamar untuk nona Jelita, tapi sekarang saya belum melihat lagi, itu sebabnya saya mengatakan sepertinya tuan,” jelas bi Lastri.

“Lihat lagi,pastikan wanita itu sudah makan apa belum, dan ingat…jangan biarkan wanita itu keluar dari mansion satu langkah pun, kalau ada apa-apa segera kabari saya,” ucap Bumi memberikan perintah, tanpa mendengar sahutan dari bi Lastri, Bumi langsung mematikan sambungan teleponnya.

“Aku nggak bisa diam saja, Aaron nggak boleh bertemu dengan Jelita,” ucap Bumi dengan suara beratnya dan nafas memburu dan mata tajamnya.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status