Begitu tiba di dalam mobil, Ian duduk di bangku belakang. Dia mengeluarkan alat perekam dan memakai earphone, mendengarkan sesuatu yang tidak dapat dipahami oleh Ansell. Ian tampak tenang, matanya terkulai, tetapi membuat Ansell merasa lebih takut dari sebelumnya.
Sebenarnya, Ian sendiri juga merasa dia akan kehilangan kendali. Hatinya terasa seperti tungku api yang menyala-nyala yang akan menjadi terlalu panas dan membakar tubuhnya hingga garing.
Di alat perekam, suara Amber sangat menenangkan. Kisah-kisah yang diceritakannya konyol dan bodoh, tetapi Ian masih mendengarkannya dan mengulanginya berulang-ulang, seperti yang biasa dia lakukan pada tiap malam-malam panjang tanpa tidur, memutarnya berulang-ulang sampai dia tertidur. Namun, hari ini dia merasa sangat sulit untuk menenangkan diri.
Ian tahu apa yang dia inginkan karena dia telah menekan keinginan ini selama beberapa hari ini, tetapi sekarang, setelah Bill
"Kamu ...." Amber menjeda kalimatnya. Dia menatap Ian dengan tatapan tidak percaya. Kemudian melanjutkan, "Tidak jatuh ke sungai, 'kan?"Ian masih terdiam.Amber mengabaikan segalanya dan mencoba mendorong Ian ke dalam mobil, tetapi Ian memutar lengannya dan malah mencengkeram pergelangan tangannya dengan kuat.Tangan Ian dingin dan keras. Sebelum Amber sempat bereaksi, dia telah ditarik ke dalam pelukannya, menempel erat di tubuhnya.Dalam pelukan Ian, Amber merasa seperti terbungkus balok es. Hidungnya menyentuh dada Ian dan dia dipeluk begitu erat hingga rasa sakit membuat matanya berkaca-kaca.Amber berpikir kalau Ian mencoba memeluknya untuk menghangatkan dirinya, tetapi ternyata bukan itu masalahnya. Tindakan Ian selanjutnya benar-benar di luar dugaan Amber.Setelah dia memeluknya, dia mundur beberapa langkah, berbalik dan menempelkannya ke mobil.
Pria yang membantu Amber tidak menyadari sikap orangtuanya, dia memulai dengan berkata, "Pak tua, aku membantumu membawa pulang kekasih putrimu. Dia mabuk dan pakaiannya basah. Kamu harus segera membantunya berganti pakaian."Pria tua itu sebenarnya sangat ingin mengetahui sosok 'kekasih Amber'. Namun dengan cepat, tapi sopan diusir oleh ayah Amber.Begitu mereka menutup pintu depan, Amber dan orangtuanya saling berpandangan, kedua belah pihak tidak yakin harus berkata apa.Setelah beberapa saat, ibunya akhirnya menunjuk dengan jari gemetar ke arah Ian yang sedang berbaring di sofa. "Apa ini? Bukankah kamu bilang kalian berdua sudah putus?"Amber terbatuk dengan canggung. "Ini adalah kesalahpahaman."Mendengar jawaban putrinya itu, emosi ibu Amber langsung meledak. "Kesalahpahaman?! Jika itu adalah kesalahpahaman, lalu mengapa dia terus mencarimu? Dia itu yang terakhir kali
Amber memandangi selimut di tangan ayahnya sebentar sebelum perlahan melepaskan selimut yang ada di tubuh Ian. Kemudian, dia melihat ayahnya mengganti dengan selimut tebal itu ke tubuhnya. Seketika, Tuan Axton yang tinggi dan berkaki panjang telah tenggelam dalam tumpukan kapas yang tak ada habisnya.Setelah ayahnya selesai, dia bahkan dengan hati-hati menggali kepala Ian sambil berkata kepada Amber. "Ruang tamunya dingin dan selimut ini hangat." Karena khawatir selimutnya akan jatuh, ayah Amber bahkan mendorong semua kursi ke depan sofa di ruangan itu agar dia bisa menggantungkan tepi selimut di kursi tersebut.Amber mulai berkeringat di dalam. Pasalnya selimut yang saat ini menutupi Ian adalah harta keluarga seperti yang pernah dikatakan oleh Ruby— ibu mereka telah membeli kapas dan secara khusus menugaskan seseorang untuk menjahitnya.Berat selimut itu lima belas pon dan Amber pernah mempunyai nasib yang m
"Apakah kamu tidak akan bertanya mengapa aku datang ke sini mencarimu?"Amber sebenarnya tidak ingin bertanya dan dia hampir tidak ingin mengingat apa yang terjadi tadi malam. Ketenangannya saat ini sepenuhnya didasarkan pada kepura-puraannya untuk tidak menyadari rumor yang pasti telah menyebar saat ini dan sikap mentalnya yang memandangnya sebagai seorang pasien.Dari ekspresinya pun jawabannya pasti tidak akan membuatnya nyaman.Ketika Ian melihat kalau Amber tidak berniat menjawab, dia tersenyum dan berkata, "Itu karena aku tidak bisa mengendalikan diriku sendiri. Aku benar-benar ingin berhubungan seks denganmu. Beberapa hari ini, aku selalu merasakan dorongan itu sepanjang hari. Kenapa aku seperti ini?" Dia menarik pergelangan tangan Amber, pupil matanya melebar.Setelah jeda sejenak, Amber kemudian mendengar Ian bertanya, "Jika aku melakukan sesuatu sekarang, apakah kamu akan menolak?"
Jadi ... apakah pria ini akan telanjang di depan ibunya lagi?Membayangkannya saja Amber sudah merasakan sakit kepala.Namun, justru hal seperti itulah yang tidak dipedulikan oleh Ian sama sekali. Bukan karena dia tidak tahu malu, tetapi dia tidak peduli sama sekali dengan apa yang dipikirkan orang lain karena kenyamanannya sendiri adalah hal yang paling penting baginya. Dari sudut pandang ini, fakta bahwa dia mampu melakukannya, dapat menekan keinginannya begitu lama sungguh menakjubkan bagi Amber.Dan tadi malam, semua keinginannya yang tertekan itu mungkin telah meledak, tindakannya tidak lagi berada di bawah kendali akal sehatnya. Dengan kata lain, Ian bertindak murni berdasarkan insting tadi malam.Setelah pemikiran tersebut muncul di kepalanya, Amber memutuskan untuk memperlakukannya sedikit lebih baik, tetapi keputusan itu hanya bertahan sampai dia masuk kembali ke ruang tamu dan merasa tidak
"Aku tidak membencinya."Tanpa ragu, Ian mengatakan yang sebenarnya. Ya, dia memang tidak membenci Amber. Dia benar-benar hanya "menyukainya".Sayangnya, ibu Amber berpikir kalau Ian berusaha bersikap bijaksana karena ada beberapa hal yang tidak berani dia katakan. Dia menghela nafas dan dengan nyaman berkata, "Jangan khawatir. Aku akan meminta Amber bertanggung jawab."Mendengar perkataan ibunya, Amber membuat ekspresi 'orz' di wajahnya dan akhirnya merasa bahwa kesalahpahaman ini tidak bisa dibiarkan semakin dalam.(ekspresi orz adalah ekspresi yang terlihat seperti orang yang berlutut dengan kepala di tanah).Amber mengulurkan tangannya dan menarik ibunya ke arahnya. "Ma, kemarilah. Aku akan menjelaskan semuanya kepadamu."Namun, Ian bereaksi dengan cepat dan tersenyum dingin sambil berkata, "Nyonya Lauder, sebenarnya tidak banyak yang terjadi.
"Benar, Ian Axton. Kekasih Amber. Calvin jika kamu datang sepagi ini, kamu pasti belum makan, 'kan? Aku akan pergi dan membuatkan sesuatu untuk kamu makan." Setelah mengatakan ini, ibu Amber berlari ke pintu untuk melakukan hal itu.Desas-desus tetangga yang telah menyebar di luar membuatnya tidak bisa tinggal di toko jadi setelah ibu Amber menyelesaikan semua tugasnya di pagi hari, dia menggunakan alasan bahwa dia perlu pulang ke rumah membawakan sarapan untuk putrinya dan melihat apa yang terjadi.Namun, saat dia sampai di rumah dan masuk, dia sangat terkejut dengan apa yang dia dengar dan lihat sehingga dia benar-benar lupa membawakan mereka makanan.Sebelum dia bisa masuk dapur, ibu Amber bahkan memanggil Amber. "Ayo bantu aku, cepat. Li Tua juga membantu, tapi aku khawatir ayahmu tidak akan mampu mengurus restorannya sendirian."Amber memandang Calvin dengan ekspresi tidak berdaya, tapi di
Amber tidak ingin menghadapi Ian saat ini jadi dia mulai membersihkan meja makan secara perlahan. Begitu dia merasa emosinya sudah kembali normal, dia keluar lagi.Saat ini Ian meringkuk dalam selimutnya dan duduk di sana seperti biksu tua yang sedang bermeditasi. Ketika dia melihat Amber memasuki ruangan, dia membuka matanya dan bertanya, "Berapa nomor rumahmu?"Amber awalnya memutuskan untuk mengabaikan semua kata-katanya, tetapi ketika dia mendengar pertanyaan ini, dia hanya bisa menahan amarahnya dan menjawab.Setelah Amber menjawab, Ian mengangkat teleponnya untuk menelepon lagi.Tidak lama kemudian, bel pintu berbunyi lagi. Amber membuka pintu dan seperti yang diduga, ada seseorang di sini mengantar pakaian Ian. Dia adalah tuan Charlie yang mengantar mereka ke kampung halaman Elly.Charlie datang dengan membawa banyak sekali barang, termasuk tas yang cukup banyak. Ket