Vina pulang terlebih dahulu daripada Amel karena Amel harus menunggu Satria menjemput dirinya yang katanya tidak jauh dari tempat ini. Seorang pelayan mendatangi Amel meletakkan makanan ringan dan minum membuat Amel menatap bingung dan pelayan hanya mengatakan ada tambahan pesanan dari pria yang tadi membayar pesanan Amel. Amel hanya bisa mengucapkan terima kasih dan menatap makanan yang ada di meja, melihat makanan ini membuat perut Amel lapar kembali padahal tadi sudah makan banyak dengan Vina.
“Masih makan aja,” Amel menatap Satria yang sudah berdiri di depannya dan langsung mengambil tempat duduk di depan Amel.
“Makan aja,” tawar Amel sambil menyerahkan minuman pada Satria.
Satria hanya menggelengkan kepala dan setelah habis mereka langsung pulang karena memang hari sudah terlalu sore untuk mereka berada di cafe ini, tanpa Amel sadari sebenarnya Barry masih ada di dalam mengamati dirinya.
Sampai di rumah Amel langsung mengistirahatkan diri di dalam kamar karena memang tadi terlalu lelah mengerjakan skripsi, Amel tidak menyadari jika sudah terlelap dengan nyenyak dan baru terbangun ketika pagi menjelang dengan suara ketukan pintu membangunkannya. Amel keluar dari kamar karena hari ini harus bimbingan dengan Tina jadi harus berangkat dari pagi di kampus, meskipun janji nanti siang tapi Amel ingin menghabiskan waktu di kampus.
“Vina,” teriak Amel ketika melihat Vina “sudah bimbingan?,” ketika sudah berada di dekat Vina.
Vina mengangguk “udah tinggal daftar aja.”
Amel memeluk Vina erat turut bahagia atas apa yang dicapainya dan berharap agar segera menyusul Vina dan bisa wisuda bersamaan termasuk dengan Willy yang katanya sudah mendaftar kemarin karena sudah lolos semuanya. Amel mengikuti Vina melangkah ke ruangan tata usaha untuk mendaftarkan sidangnya, Amel menyapa beberapa pegawai yang dikenalnya dengan memberikan senyuman seperti biasanya. Setelah selesai urusan mereka memutuskan ke kantin untuk mengisi perut dan juga membunuh waktu sambil menunggu Amel bimbingan.
“Kamu bimbingan?,” Vina menatap Amel yang sedang makan yang dijawab hanya dengan anggukan “aku tinggal ya secara ada kerjaan,” Amel hanya mengangguk.
Amel memutuskan untuk duduk dekat dengan ruang dosen agar tahu kalau Tina melewatinya dan Amel tidak perlu menunggu lama, beberapa teman angkatan Amel sudah sibuk dengan skripsi bahkan masih ada yang berkutat di bab 1 karena sang dosen yang terlalu perfeksionis, Amel bersyukur Tina meskipun perfeksionis tetap memberikan jalan agar Amel paham apa yang dimaksud.
“Tante Amel,” teriak anak kecil dari jauh membuat Amel menatap mereka.
“Yuki Dino,” Amel menghampiri mereka berdua dan langsung memeluknya dalam satu pelukan “kangen sama kalian.”
“Mbak Amel,” sapa seseorang membuat Amel menatapnya.
“Hana.”
“Bisa titip mereka soalnya aku ada kuliah sebentar lagi,” Hana menatap Amel dengan memohon.
Amel mengangguk “aku sekalian bimbingan sama Bu Tina jadi bisalah nanti kalau sudah selesai biar sama Bu Tina,” Hana mengangguk.
Selepas kepergian Hana dengan segera Amel mengajak si kembar Yuki dan Dino untuk duduk di tempatnya semula, mereka anak – anak yang mudah diajak bermain atau dialihkan perhatian karena memang dari awal Tina mengajarkan seperti tersebut. Amel menatap mereka berdua yang sangat tenang ketika bermain, bayangan Amel bagaimana bisa kedua orang tua mereka memutuskan berpisah. Amel mengakui meskipun Tina dan suaminya berpisah tetap menjaga hubungan baik demi anak – anak, satu hal yang Amel patut acungi jempol adalah kedewasaan mereka dalam mendidik anak – anak.
“Bunda,” teriak Dino membuat Amel mengalihkan pandangan karena mereka melangkah ke arah Tina.
“Hana kuliah ya?,” Amel mengangguk “ayo masuk dulu dan tadi sudah aku daftarkan sidang buat kamu.”
“Ibu gak perlu repot – repot,” ucap Amel tidak enak sambil mengikuti langkah Tina ke dalam ruangannya.
Tina meminta si kembar untuk bermain di tempat biasa mereka menghabiskan waktu, setelahnya membuka berkas Amel yang sudah di revisi dengan memberikan beberapa masukan yang membuat Amel harus siapkan ketika sidang. Amel memperhatikan saran yang diberikan oleh Tina, selama ini memang Tina membantu Amel sangat banyak dan Amel mensyukuri hal tersebut.
“Amel, kalau aku minta sesuatu apa akan kamu turuti?,” Amel menatap Tina bingung “tapi sudah lupakan dan aku juga tidak mau kamu melakukan ini.”
“Memang apa?,” Amel memberanikan diri bertanya.
“Menjadi mama untuk si kembar.”
Amel menatap tidak percaya atas apa yang Tina katakan, bagaimana bisa memasrahkan si kembar pada dirinya yang hanya seorang mahasiswi dan sedang mengerjakan skripsi. Amel memang dekat dengan mereka tapi menjadi ibu, tunggu ibu apa yang dimaksud ini, Amel tidak mungkin berpikir sesuatu yang negatif tapi jelas ke arah sana tujuannya.
“Siapkan untuk sidang,” perkataan Tina membuyarkan lamunan Amel “perkataanku jangan dihiraukan dan anggap angin lalu.”
Amel keluar dari ruangan Tina masih memikirkan perkataan yang keluar dari bibirnya tadi, Amel tidak tahu kenapa tiba – tiba Tina mengatakan hal tersebut. Amel hanya mengangkat bahu tidak ingin memikirkannya dan fokus pada sidang yang akan dijalani bersama teman – temannya yang lain dan juga kedua sahabatnya.
“Amel,” teriak Willy dari kantin membuat Amel menghentikan langkah “ikut yuk jalan – jalan ke mall hari ini sebelum sidang.”
Amel menghembuskan nafas “isi kepala kamu hanya jalan – jalan dan nanti akhirnya aku ditinggal sendiri lagi.”
“Gak lah kita main di timezone yuk,” ajak Willy yang langsung diangguki Amel.
Sesuai dengan perkataan Willy di mana mereka saat ini berada di dalam mall dan bermain di timezone. Kebiasaan mereka jika ingin mencari hiburan singkat, biasanya kita pergi bertiga tapi saat ini Vina sudah tidak bisa diganggu sama sekali. Mereka berdua tidak pernah menceritakan masalah pribadi jika sedang berdua, hubungan mereka berdua hanya sebatas kuliah dan teman kampus suatu hal yang tidak diketahui oleh orang banyak.
“Sidang kapan?,” Amel menatap Willy yang tampak lelah.
“Minggu depan, kamu?,” Willy menatap Amel.
“Hari selasa minggu depan.”
“Kenapa bisa sama,” Amel menatap Willy bingung “aku jam kedua.”
“Pertama.”
“Aku gak bisa support kamu,” Willy tampak sedih.
“Aku bisa datang kalau sudah selesai jadi tenang saja karena kita sudah saling support sejauh ini.”
Mereka menghabiskan waktu kembali dengan mengelilingi mall, Willy berencana untuk membeli barang – barang yang menjadi hobinya selama ini yaitu sepatu. Amel menatap malas atas apa yang dilakukan Willy dan memilih untuk berpencar karena pastinya Willy akan menghabiskan waktu yang sangat lama. Terlalu asyik berjalan membuat Amel tidak menyadari keadaan sekitar dan suatu kecelakaan kecil hampir Amel alami jika tidak ada lengan besar yang memeluk dirinya dari belakang. Amel hanya diam atas apa yang dilakukan pria di belakangnya ingin marah tapi sepertinya hal buruk karena pria ini menolongnya.
“Amel kamu tidak kenapa – kenapa?,” Amel menatap pria di depannya dengan khawatir.
“Bapak, sedang apa di sini?.”
Amel terkejut dengan keberadaan Barry bahkan tangannya sekarang berada di pinggang Amel dengan memeluknya erat, Amel hampir saja terjatuh karena terlalu asyik bermain ponsel dan menatap sekitar. Tidak ada niatan dari Barry melepaskan tangannya pada perut Amel, tidak ada yang menyadari jika kedua jantung mereka berdetak kencang.“Pak Barry kita sudah ditunggu klien,” suara wanita membuat Barry melepaskan tangannya pada pinggang Amel.Amel menatap punggung Barry yang sudah menjauh dan menyentuh dadanya yang berdebar kencang karena tangan Barry di perutnya. Amel langsung teringat tujuannya untuk membeli makan dengan segera melangkah ke food court dan membiarkan Willy seorang diri. Suasana yang rame membuat Amel kebingungan untuk duduk di mana, tempat pojok yang nyaman membuat Amel memilih berada di sana dan setelahnya memberi kabar pada Willy tentang keberadaannya.Sesuai prediksi Amel di mana Willy akan melupakan sekitar jika sudah be
Barry langsung menuju apartemen tempat biasa dirinya menghabiskan waktu jika tidak ada pekerjaan atau melarikan diri dari kembar. Barry beruntung karena keluarganya dan mendiang istrinya sangat membantu merawat kembar bahkan Tina dengan sukarela memberikan ASI pada kembar dengan mengikuti terapi agar payudaranya mengeluarkan susu atas permintaan istrinya.“Sudah selesai urusannya?,” Barry menatap Siska sang sekretaris yang duduk di sofa “siapa gadis itu?.”“Anak bimbingan Tina.”“Kamu menyukainya atau basa – basi?,” Siska menatap Barry tajam tapi sayangnya Barry tidak menjawab pertanyaan Siska “kita sudah bersama lama bahkan aku rela berselingkuh dan kita sampai memiliki anak lagi pula dulu seharusnya kamu membiarkan aku yang menyusui kembar bukan Tina.”“Itu permintaan terakhir istriku dan tidak mungkin aku ingkari.”Barry menarik Siska agar duduk di pangkuannya, dapat
Barry terkejut dengan pertanyaan Amel yang tidak di duga sama sekali, Amel masih tidak menyadari kata yang baru saja keluar dari bibirnya. Sebelum Amel berubah pikiran dengan cepat Barry mengajak Amel turun dan masuk ke dalam rumah, rumah ini masih ada yang membersihkan atas permintaan Barry takut sewaktu – waktu ada tamu atau dirinya ingin mengenang sang istri. Barry menatap Amel yang tampak menilai isi rumah ini lalu mengangguk perlahan, pandangan Amel teralihkan pada foto pernikahan yang dipajang di ruang keluarga.“Bukan Bu Tina?,” Amel menatap Barry bingung.Barry tersenyum “Tina adalah adik iparku jadi jelas bukan foto dia yang aku pajang bisa marah Raffi,” Barry melingkarkan lengannya dengan memeluk Amel “nanti kita ganti dengan foto kita,” bisik Barry sambil menahan nafsu untuk menyentuh Amel.“Ada yang ingin aku bicarakan,” ucap Amel tanpa melepaskan tangan Barry “orang tua aku ingin bertemu.”
Amel menyambut kedatangan Barry hari ini untuk bertemu keluarga terutama kedua orang tuanya, bahkan kakak Amel yang sudah tinggal jauh dari mereka menyempatkan waktu untuk pulang bersama keluarga kecilnya. Amel sedikit takut atas reaksi dari mereka semua nantinya dan hal ini pertama yang Amel alami karena selama ini tidak pernah sampai sejauh ini karena sudah langsung Amel tolak, tapi kali ini Amel yang menginginkan dan mereka sudah bertindak sangat jauh.“Amel,” panggil Gina “sudah datang ayo keluar.”Amel menghembuskan nafas panjang sebelum keluar, Amel dapat melihat bagaimana dewasanya Barry saat ini dan seketika Amel membayangkan kejadian kemarin yang hampir saja membuat dirinya melepas harta berharganya. Ketiga pria kesayangan Amel tampak serius berbicara dengan Barry, sedangkan Amel dan Gina hanya bisa diam dan memperhatikan bergantian.“Amel benar sudah siap menikah dengan Barry?,” pertanyaan Agus membuyarka
Barry mendengar apa yang Amel katakan tapi mencoba untuk tidak peduli dengan apa yang ada dalam benak Amel, bagi Barry saat ini adalah menikmati Amel dan apabila dirinya tidak bisa akan menghubungi Siska demi hasratnya ini. Amel tahu jika Barry selalu menatap bagian bawahnya tapi mencoba untuk tidak sadar atas apa yang Barry lihat, tapi Amel melakukan beberapa gerakan yang semakin membuat Barry panas yaitu mengangkat sedikit bagian bawahnya sehingga terlihat dengan sangat jelas.Barry langsung menggendong Amel menuju kamarnya yang sudah dibersihkan oleh orang yang selalu Barry bayar, Barry meminta untuk dibersihkan dan mengisi bahan makanan jika tiba – tiba Amel memasak. Barry meletakkan Amel di ranjang dalam hitungan detik sudah mencium Amel dengan penuh gairah, sedangkan Amel hanya bisa membalas dan meletakkan tangannya di leher Barry untuk memperdalam ciuman mereka bahkan beberapa kali Amel meremas rambut Barry. Amel tidak tahu apa yang Barry lakukan karena
Dalam kamar Amel terngiang perkataan Barry dan membuat kewanitaannya basah, bertemu dengan Barry membangkitkan sisi liar Amel selama ini yang tidak terlihat, bahkan Amel melanggar aturan yang dibuatnya sendiri yaitu semua hal yang berkaitan dengan ranjang hanya akan terjadi setelah pernikahan dan nyatanya sekarang sudah dilakukannya.Amel hari ini ada sedikit kegiatan di kampus untuk bertemu Tina membicarakan tentang sidangnya yang beberapa hari lagi, berarti pernikahannya juga beberapa hari lagi membuat Amel semangat setiap mengingatnya. Tidak ada yang perlu disiapkan pada pernikahannya karena hanya diadakan di rumah dan setelah itu Barry mengajaknya tinggal di rumah mereka maksudnya rumah Barry dengan almarhumah istrinya.“Ini yang nikah dulu kamu,” goda Satria saat di meja makan “Barry pria yang cocok buat adik karena usia kalian jauh jadi lebih dewasa.”“Terima kasih dan semoga pilihan aku tidak salah.”
Amel tahu bahwa apa yang dilakukan saat ini salah, tapi sentuhan Barry membuatnya terlena bahkan mereka berdua saat ini sudah tanpa sehelai benang dan Barry bermain di bagian bawah tubuh Amel. Amel hanya bisa mendesah dan meremas rambut Barry atas apa yang dilakukan di bagian bawah tubuhnya, bahkan Amel semakin tidak tahan dan tidak lama kemudian cairan milik Amel keluar yang langsung disambut oleh Barry.“Bagaimana?,” Barry menatap wajah Amel yang mulai lemas “apa masih mau merasakan yang lebih?.”Amel mengangguk lemah “ajarin aku memuaskanmu.”Amel mengalungkan tangannya pada leher Barry dan menciumnya penuh dengan gairah, Barry yang mendapatkan perlakuan Amel sempat terkejut namun selanjutnya mencoba mengimbangi gerakan Amel, bahkan ciuman Amel sudah turun hingga ke bagian bawah Barry yang telah tegang. Amel perlahan memegangnya dan menggerakkan tangannya, tapi tidak lama kemudian Amel mendekatkan bibirnya pada milik Barry dan di
Amel terbangun dengan bagian bawahnya yang sakit dan ketika menatap sekitar di mana sudah tampak gelap membuat Amel masih belum paham apa yang terjadi pada dirinya, ketika sudah benar sadar Amel teringat bahwa dirinya sudah tidak suci lagi. Amel mencoba untuk menerima semuanya karena dirinya yang menyerahkan diri pada Barry calon suaminya.“Sudah bangun,” Barry masuk dengan membawa nampan berisi makanan “apakah sakit?.”Amel mengangguk malu “sepertinya sudah malam dan aku harus pulang mas.”Barry tersenyum “aku sudah hubungi orang tuamu kalau akan menginap karena kembar ingin bersamamu,” Amel melotot mendengarnya “mau membersihkan diri?,” Amel mengangguk.Amel masih menunduk malu tidak berani menatap Barry, tanpa Amel duga Barry mengangkat dirinya menuju kamar mandi dengan keadaan masih tanpa busana. Barry meletakkan di bathtube yang sudah terisi air panas. Amel menatap mata Barry yang hanya tersenyum melihatnya dan