Dimas yang baru saja sampai rumah. Heran dan mengernyitkan dahinya saat ia melihat Queenza yang berjalan dengan tertatih. Ia pun terus memperhatikan Queenza sampai matanya tanpa sengaja melihat tali yang sedang Queenza genggam.
"Kenapa dia jalannya kayak gitu? Ngapin juga dia bawa tambang itu? Buat apa?" gumam Dimas sambil terus memperhatikan Queenza, Dimas menggelengkan kepalanya dan tersenyum tipis saat ia memperhatikan Queenza yang sedang berjalan menaiki tangga. "Aneh-aneh aja tuh perempuan. Dia gak mungkin kan bikin jemuran di dalam kamarnya?" Sambungnya lagi saat melihat Queenza yang masuk ke dalam kamar.Dimas pun tak memedulikan Queenza lagi dan segera pergi ke dalam kamarnya. Namun, baru saja ia akan membuka bajunya. Terlintas satu pikiran yang membuat ia cemas dan tak tenang."Gak ... gak mungkin lah. Gak mungkin kan dia mau gantung diri? Ah ... lo terlalu berlebihan," ucapnya pada dirinya sendiri. Ia pun melanjutkan kembali membuka kancing kemejanya. Namun, pikirannya semakin kalut saat ia membayangkan, ketika tadi ia melihat Queenza yang seperti tidak baik-baik saja."Ah ... sial!" Dengan cepat Dimas berlari ke arah kamar Queenza. Ia pun terdiam beberapa saat di depan pintu kamar itu."Queen," panggil Dimas dengan perlahan dan juga lembut. Ia tak ingin membuat Queenza terkejut. Dan semoga saja pikirannya itu salah.Tak ada jawaban dari dalam.Perasaan Dimas sudah mulai tak tenang. Ia pun mencoba mengetuk kembali pintu itu dengan sedikit keras."Queen!" teriak Dimas saat ia tak juga mendengar jawaban Queen. Dengan perasaan yang tak karuan, Dimas pun mengetuk kembali pintu itu dengan keras dan berteriak. "Queen buka! Kamu lagi ngapain di dalam? Buka gak? Aku hitung sampai tiga, kalau kamu gak buka juga, aku akan dobrak pintu ini," teriak Dimas sambil terus menggedor pintu kamar Queenza.Namun Dimas tak juga medengar sahutan dari dalam yang membuat ia semakin risau."Queen ... kamu gak denger aku? Baiklah, kalau itu mau kamu. Aku hitung sampai tiga ya. Dan kalau masih belum dibuka juga, aku bakalan dobrak pintu ini." Dimas mengambil ancang-ancang untuk mendobrak pintu itu.Dan Dimas pun mulai menghitung."Satu ... dua ..." masih tak ada jawaban dari dalam, dan saat hitungan ketiga, Dimas pun mendobrak pintu.BRAKK!Dimas berhasil mendobrak pintu itu. Dengan cepat ia masuk ke dalam kamarnya Queenza. Dimas terkejut saat melihat Queenza yang sedang mencoba mengakhiri hidupnya dengan menggantungkan dirinya di tali tambang yang tadi Dimas lihat."Queen!" teriak Dimas. Ia dengan cepat menghampiri Queenza dan melepaskan tali tambang yang melilit di leher Queenza. Setelah tali tambang itu berhasil dikeluarkan dari leher Queenza, Dimas dengan cepat memeriksa denyut nadi Queenza.Dimas menghela napas lega, saat ia merasakan denyut nadi Queenza walaupun lemah."Queen ... Queen bangun Queen." Dimas mencoba menyadarkan Queenza. Namun Queenza tak juga sadar. Tanpa banyak berpikir, Dimas segera membopong tubuh Queensa dan membawa Queenza ke rumah sakit.Tiba di halaman rumah sakit, Dimas memarkirkan mobilnya dengan asal. Ia lalu kembali membopong tubuh Queenza yang terlihat semakin lemah."Bertahanlah. Kita sudah sampai di rumah sakit." Dimas lalu berlari sambil membopong tubuh Queenza ke arah UGD."Dokter ... suster!" teriak Dimas saat ia sudah tiba di dalam UGD.Dua orang suter datang menghampiri Dimas sambil membawa brankar.Dimas dengan segera membaringkan Queenza di brankar itu.Kedua suster itu pun segera membawa Queenza ke ruang tindakan.Dimas terduduk di kursi depan UGD. Ia lalu melihat sekitar dan terheran saat melihat orang-orang kini tengah menatapnya dengan tatapan yang aneh. Ia pun tak memedulikan tatapan orang-orang yang ada di sana. Tapi saat ia menundukan kepalanya. Ia terkejut saat menyadari jika kancing bajunya terlepas semua dan memperlihatkan dada dan perutnya yang sixpack.Setelah Dimas mengancingkan kembali bajunya, ia lalu merogoh sakunya untuk mengambil ponsel dan menghubungi seseorang."Ck, dia ke mana sih? Istrinya lagi dalam keadaan bahaya, dia malah gak bisa dihubungi," gerutu Dimaa sambil terus mencoba menghubungi Ervan.Setelah cukup lama Dimas mencoba mehubungi Ervan dan tak kunjung juga diangkat oleh Ervan. Dimas pun menyerah dan kembali menyimpan ponselnya ke dalam saku celananya lagi.Cukup lama Dimas menunggu di depan UGD itu. Sampai akhirnya seorang dokter dan dua suster yang tadi pun keluar dari ruang tindakan."Bagaimana kondisi Queenza Dok?" tanya Dimas pada dokter yang baru saja keluar dari ruang tindakan."Pasien sekarang sudah baik-baik saja. Dan beruntungnya beliau berhasil melewati masa kritis. Sebentar lagi pasien sudah bisa dipindahkan ke ruang perawatan," jawab sang dokter."Syukurlah," ucap Dimas sambil menghela napas lega."Maaf pak sebelumnya. Apa Bapak suaminya pasien?" tanya sang dokter sambil menatap penuh curiga pada Dimas."Bukan Dok. Saya kakak iparnya. Dia istri adik saya," jawab Dimas."Maaf Pak. Kalau boleh tau, apa pasien ini korban KDRT? Saya melihat banyak luka disekujur tubuhnya. Dan jika memang benar. Kita bisa saja melaporkan ini kepihak yang berwajib," ujar sang doket menjelaskan.Dimas terkejut. Ia tidak tau menahu dengan rumah tangga adiknya. Namun, jika memang benar Ervan yang sudah menyiksa Queenza. Ia tak akan membiarkan Ervan bebas begitu saja. Ia sudah pasti akan menjebloskan adik tirinya itu. Lagian Dimas sudah sangat geram dengan tingkah Ervan yang selalu seenaknya sendiri."Saya kurang tau kalau masalah itu Dok, tapi jika memang Queenza adalah korban KDRT, saya siap mendampingi dia untuk melaporkan suaminya ke kantor polisi," sahut Dimas dengan tegas."Baiklah Pak kalau begitu." Dokter itu pun pergi dari hadapan Dimas setelah berkata seperti itu. Tapi langkahnya terhenti dan dokter itu berbalik menatap ke arah Dimas, "Beruntung sekali pasien dibawa ke rumah sakit tepat waktu. Jika saja anda telat membawa pasien ke rumah sakit. Saya tidak bisa menjamin keselamatannya. Terutama dengan kandungannya, tolong dijaga baik-baik ya Pak. Beruntung janinnya itu kuat sehingga dia masih bisa dipertahankan," ucap sang dokter sambil tersenyum ke arah Dimas. Dokter itupun kembali melanjutkan langkahnya pergi dari sana.Dimas diam menatap dokter dengan tatapan yang ... entahlah. Dan setelah cukup lama Dimas terdiam akhirnya dia pun memutuskan untuk masuk ke dalam untuk menemui Queenza setelah mendapatkan izin dari suster yang berjaga di sana.Dimas terkejut saat melihat di wajah Queenza banyak luka lebamnya. Bahkan Dimas dapat melihat jika sudut bibir Queenza sobek."Apa yang sudah terjadi padamu Queen? Kenapa kamu sampai mau mengakhiri hidupmu? Siapa yang sudah tega melakukan ini padamu? Apa Ervan, yang sudah tega melakukan ini padamu?" ucap Dimas sambil mengelus pelan lengan Queenza yang terlihat banyak luka lebam di sana.Tak lama kemudian datang seorang suster dan memberikan sebuah amplop pada Dimas. Dan Dimas pun menerimanya.Setelah suster itu pergi. Dimas segera membuka amplop yang tadi diberikan oleh suster itu. Ia membelalakan matanya dan menatap tak percaya dengan apa yang kini ada di tangannya.Dimas duduk sambil menatap intens Queenza yang masih memejamkan matanya. Ia tak sedikitpun mengalihkan pandangannya ke arah lain dan terus menatap Queenza yang tengah berbaring. Sudah lama Dimas berada di sana menemani Queenza."Apa benar hubungan kalian itu gak baik-baik aja? Kenapa suamimu belum juga menghubungiku? Padahal aku sudah kasih tau kondisi kamu lewat chat," gumam Dimas. Ia lalu beralih menatap apa yang tengah ia genggam saat ini dan kembali menatap Queenza lagi."Apa mungkin ...?" ucap Dimas sambil melihat lagi benda yang sedang ia pegang."Ugh!" Dimas segera membenarkan duduknya kala ia melihat ada pergerakan di ranjang. Ia pun dengan cepat menyimpan benda yang tengah ia pegang itu ke dalam sakunya. Dimas lalu menghampiri Queenza yang kini tengah mengerjap-ngerjapkan matanya."Kamu udah sadar?" tanya Dimas saat ia sudah mendekati ranjang Queenza.Queenza yang masih bingung hanya menyipitkan matanya dan perlahan ia menajamkan penglihatnanya."Mas Dimas?" ucap Queenza deng
Queenza menerima benda yang diberikan Dimas padanya. Queenza terkejut bukan main, tangannya bergetar dan jantungnya bedetak dengan cepat. Ia pun tak tau jika anak yang ia kandung itu anak dari Ervan suaminya atau dari Dimas. Matanya terbelalak saat melihat usia janin di dalam foto USG itu. Ia lalu menatap Dimas."Queen! Apa benar itu anakku?" tanya Dimas lagi sambil menatap Dalam Queenza."Bu-bukan ... ini bukan anak kamu Mas. Ini jelas-jelas anaknya mas Ervan. Lagian juga gak mungkin ini anak kamu. Kita itu melakukannya hanya sekali." Queenza memalingkan wajahnya ke arah lain. Ia tak ingin menatap Dimas yang seakan berharap mendengar menjawab iya dari mulut Queenza. Dia sendiri tak tau anak siapa yang tengah iya kandung. Tapi, ia akan menyakinkan dirinya jika itu anak Ervan bukan Dimas.Dimas menghela napas. Ia sebenarnya sangat yakin jika anak yang ada di dalam rahim Queenza itu anakknya. Tapi, jika Queenza menyangkalnya. Ia pun tak bisa berbuat apa-apa. Yang jelas mulai sekarang ia
Queenza hendak menjawab pertanyaan dari Dimas. Ia sudah berniat akan menceritakan semuanya pada Dimas dan berharap Dimas bisa membantunya lepas dari Ervan yang kejam. Namun saat yang bersamaan terdengar suara ketukan di pintu yang mengurungkan niat Queenza untuk bercerita.Queenza berniat bangun dari duduknya yang. Namun, Dimas menahannya. "Mau ke mana?" tanya Dimas."Itu ada yang ketuk pintu, gak mungkin kan kita terus duduk dengan posisi seperti ini." Queenza memberontak. Tapi Dimas malah melingkarkan tangannya di perut Queenza."Masuk," seru Dimas."Mas!" Queenza menoleh ke arah Dimas dan memukul lengan Dimas yang melingkar di perutnya.Namun Dimas tak bergeming. Dan malah menempelkan dagunya di bahu Queenza.Pintu pun terbuka dan menampilkan seorang lelaki tampan berpakaian rapi. Terlihat mimik wajahnya yang terkejut, namun, beberapa detik kemudaian wajah yang terkejut itu berubahtersenyum ke arah Dimas dan Queenza, lalu dia membungkukan tubuhnya sed
"Ma-maksud kamu apa Mas?" Queenza terkejut saat mendengar ucapan Dimas."Ya siapa tau aja kamu kesulitan buat mandi sendiri, kalau iya, aku bisa membantu," jawab Dimas.Queenza membelalakan matanya."Kamu jangan macam-macam ya Mas," ucap Queenza sambil menundukan kepalanya. Ia malu sendiri mendengar ucapan Dimas."Mau dibantu gak?" tanya Dimas lagi."Kamu apa-apaan sih Mas." Queenza membalikan tubuhnya dan bergegas ke kamar mandi.Queenza memegang dadanya yang berdebar. Ia tidak menyangka jika Dimas bisa berpikiran mesum seperti itu. Queenza tersenyum-senyum sendiri saat mengingat semua perlakuan Dimas terhadapnya.Sementara di luar kamar mandi. Dimas menatap heran pada Queenza yang sudah hilang dibalik pintu kamar mandi."Lha, emangnya kenapa. Aku kan cuma mau menawarinya bantuan. Siapa tau aja kan dia kesulitan buat mandi sendiri, aku bisa panggil suster buat bantu dia, dasar aneh. Wanita itu memang sulit buat dimengerti," gumam Dimas sambil ge
"Ini apa ya?" Queenza terus menatap sesuatu yang ada di bahunya. Ia pun mendekati cermin untuk melihat dengan jelas. Matanya terbelalak saat melihat bukan hanya satu tanda merah di bahunya tapi ada lebih dari satu."Apa ini ulah mas Dimas. Dasar cowok mesum. Gimana kalau sampai ketahuan sama mas Ervan. Wah bisa mati di gantung aku," gumam Queenza. Ia pun memutuskan untuk melanjutkan kembali mandinya. Ia akan memberikan perhitungan pada Dimas nanti.Sore harinya.Queenza tersenyum saat melihat jam di dinding. Dia yakin jika Dimas sebentar lagi akan datang ke sini. Karena tadi Dimas sudah berjanji akan datang jam empat sore. Ia pun dengan cepat melancarkan aksinya.**Dimas yang sudah selesai dengan pekerjaannya tak langsung pulang, ia meminta kepada Alvin untuk mengantarnya ke rumah sakit karena ia tadi sudah berjanjinpada Queenza akan menemuinya di sore hari.Di tengah perjalanan Dimas mengingat sesuatu dan langsung saja menanyakannya pada Alvin."Oh iya
Tiga hari kemudian.Queenza sudah diperbolehkan pilang dan kini Queenza sudah ada di dalam mobil untuk kembalinke rumah. "Kamu kenapa?" tanya Dimas saat melihat Queenza yang duduk dengan gelisah."Aku takut Mas," sahut Queenza sambil meremas kedua tangannya.Queenza kini mengganti panggilannya menjadi aku kamu saat bersama Dimas, karena semenjak kejadian tiga hari yang lalu, Queenza dan Dimas kini semakin dekat."Takut kenapa, hmm?" tanya Dimas sambil menggeser duduknya agar lebih dekat dengan Queenza."Aku takut kalau mas Ervan marah. Aku udah tiga hari lebih gak ada di rumah," jawab Queenza.Dimas segera membawa tangan Queenza dan mengecupnya. "Kamu tenang aja, suami kamu itu gak ada di rumah.""Maksud kamu apa Mas?" tanya Queenza yang tidak mengerti dengan apa yang diucapkan Dimas."Suami kamu itu sudah beberapa hari ini gak pulang ke rumah." Dimas lalu membawa Queenza ke dalam kepannya. Ia ingin menenangkan Queenza yang ketakutan.Queenza
Queenza yang panik dengan cepat mendorong tubuh Dimas dengan cukup kuat.Dimas yang terkejut menatap Queenza. "Kenapa? Sakit?" tanya Dimas.Queenza menggelengkan kepalanya."I-itu ada mas Ervan, dia udah pulang Mas." Queenza dengan cepat beranjak dari atas kasur dan memungut semua bajunya yang berserakan di lantai. Ia dengan cepat memakai kembali pakaiannya dengan terburu-buru. Lalu ia merapikan rambutnya yang berantakan.Queenza pergi dari kamar Dimas setelah ia memeriksa keadaan di luar yang sepi dan tak tampak sang suami. Ia pun dengan cepat berjalan ke arah taman belakang.Dimas yang ditinggal sendiri oleh Queenza hanya diam tertegun. Ia tidak menyangka akan ditinggalkan dalam keadaan yang tanggung seperti ini. Ia pun merutuki adik tirinya itu dalam hati."Ck, terpaksa harus bermain solo," ucapnya sambil melenggang ke arah kamar mandi. Queenza menghela napas lega saat sang suami tak terlihat di area taman belakang. Ia dengan cepat mengambil
"Mas lepas ih," ucap Queenza saat Dimas tak juga beranjak dari atas tubuhnya."Bentar, tanggung ini," jawab Dimas sambil terus melanjutkan aktifitasnya."Tapi itu ...." "Kamu tenang aja, pintunya udah aku kunci tadi, jadi suami kamu gak akan bisa masuk," Mereka berdua pun melanjutkan pergulatan panas mereka yang belum usai dan tak menghiraukan teriakan Ervan. Hingga tiba puncaknya mereka berdua mencapai klimaks bersama. Queenza dengan cepat mengenakan kembali pakaiannya dan merapikan penampilannya yang berantakan. Dengan pura-pura mwngucek matanya Queenza membuka pintu dan segera keluar dari kamar.Baru saja Queenza menutup pintu kamarnya, Ervan langsung menjambak rambut Queenza."Kamu ngapain di dalam? Kenapa lama banget buka pintunya. Hah?" tanya Ervan sambil terus menjambak rambut Queenza."Ma-maaf Mas, tadi aku sudah tidur dan gak dengar panggilan kamu," sahut Queenza sambil menahan perih di kepalanya karena jambakan Ervan yang sangat kuat.