Sudah dua jam lebih Mikaela menunggu Rendy di depan pintu apertemen pria itu. Ia duduk bersila dilantai. Udara malam semakin dingin, Mikaela menyatukan kedua tangan kemudian menggosok-gosokkan telapak tangannya agar sedikit menghangat dan meniup celah-celah ruang kosong diantara rapatnya jari-jari tangannya.
Akhirnya yang ia tunggu datang juga.
Rendy terlihat berjalan lunglai mendekat.
Mikaela bangkit dari duduknya, dan menatap Rendy dengan pandangan yang terluka.
Yang biasanya Rendy selalu hadir dengan senyum cerianya menghibur Mikaela, kini diwajah itu hanya terdapat luka, menandakan kesedihannya yang mendalam. Wajah lebam setelah menangis, mata Rendy membengkak, rambut dan pakaiannya terlihat tak beraturan. Ia seperti orang yang se
Seperti janjinya dua hari yang lalu, sekarang Mikaela sudah duduk manis di ruang tamu Rendy menunggu pria itu menganti pakaiannya karena baru saja pulang dari.. ntahlah Mikaela tidak tau.Rendy muncul dengan kaus santai berwarna abu-abu. Sudah lama Mikaela tidak melihat Rendy sesantai ini."Kau sangat tampan kak." goda Mikaela."Kau baru sadar?"Mereka tertawa bersama.Rendy mendudukkan dirinya disamping Mikaela, ditemani Ana yang sedang membersihkan karpet dengan penyedot debu. Tapi mereka sama sekali tidak terganggu dengan keberadaan Ana."Mulailah kak.""Mulai apa?"
Darren mengetuk-ngetukkan kakinya tidak sabar ketika lift membawanya dan Mikaela ke lantai apertemen miliknya.Sepanjang perjalanan bahkan ketika Darren mengendarai mobilnya, ia terus menggenggam tangan Mikaela erat seakan-akan takut jika gadis itu akan kabur sewaktu-waktu.Tak sepatah katapun keluar dari mulut Darren begitupun Mikaela. Hanya memang Tangan keduanya saling bertaut satu sama lain. Tangan Mikaela pun mulai memerah karena genggaman kuat tangan Darren.Begitu lift sampai dilantai yang mereka tuju, Darren menarik Mikaela pelan untuk mengikuti langkahnya, dengan tidak tergesa-gesa ia membuka pintu apertemen.Begitu mereka masuk ke dalam, dengan membanting Darren menutup pintu apartemen itu dan tak menunggu sedetik kemudian i
Sayup-sayup terdengar suara jemari yang beradu dengan kerasnya keyboard laptop, Mikaela membuka matanya perlahan, ia merasakan sakit nyeri yang teramat sangat di kedua pangkal pahanya terutama ketika ia menggerakkan kaki.Tubuh Mikaela masih terbalut selimut, ketika ia mendapatkan kesadaran. Ia ingat jika baru saja kehilangan keperawanan. Hal yang selama ini Mikaela jaga baik-baik, dengan mudahnya ia serahkan pada Darren.Wajah Mikaela memerah mengingat bagaimana intimnya mereka berdua. Ia meraba bibirnya yang masih terasa membengkak karena ciuman Darren."Kau sudah bangun?"Suara berat Darren menginterupsi Mikaela, ia menyembunyikan wajahnya di balik selimut karena tidak tau harus memasang ekspresi seperti apa ketika memandang Darren
Darren meloloskan kaus putih polos dari lehernya sambil bercermin selepas berendam air hangat. Ia mengamati rahangnya yang baru saja ia cukur bersih.Tidak butuh waktu lama untuk rambut-rambut halus yang mempertampan wajahnya tumbuh disana. Satu Minggu saja mereka sudah akan memenuhi rahang kokoh Darren. Membuat para wanita yang menatapnya di kantor dengan wajah mesum mereka menjerit-jerit dalam hati.Darren bukan tak tau jika ia menjadi idola para wanita di kantornya, ia hanya bersikap profesional sebagai pemimpin. Lagipula dia sudah punya .... Mikaela, ya gadis itu yang baru saja ia gagahi di kamar yang sekarang sedang ia amati. Kamar pribadinya.Di atas ranjang sana Mikaela mengerang, mendesah menyebut namanya dengan memohon dan wajah yang tidak bisa Darren gambarkan. Wajah yang san
"Lama sekali kau mengangkat telponku!" suara ketus seseorang dari seberang memekakan telinga Mikaela.Ia mengusap-usap telinganya kemudian membaringkan tubuh lelahnya ke ranjang kecil yang hanya cukup untuk satu orang di kontrakannya."Aku baru saja sampai kak." jawab Mikaela tau jika Darren tidak suka menunggu."Darimana saja kau pergi malam-malam begini?""Aku membeli sesuatu di minimarket depan sana."Mikaela menahan tawa karena memang Darren sudah menelpon berulang-ulang sejak tadi, tapi ia sengaja tidak mengangkatnya."Lalu kenapa kau tidak mengangkat telponku?" Darren mulai menuntut, seperti
"Ayo masuk."Ajak Caroline pada Mikaela, ketika ia sudah berhasil membuka pintu apertemen Darren.Wanita itu menyuruh supirnya untuk meletakkan barang-barang belanjaannya di lantai."Kau sudah sampai?" Darren datang dengan pakaian santai dari dalam kamar. Wajahnya mengeras, sedikit tegang melihat Mikaela yang berdiri dengan menundukkan kepalanya di belakang Caroline."Ya aku baru saja sampai." Caroline mengecup pipi Darren.Pria itu hanya memperhatikan Mikaela dan membuang wajahnya."Aku harus mengatakan sesuatu hal yang penting padamu." ucap Darren."Tentu, aku datang kesini untuk
Darren membawa segelas air minum ke kamar mandi ketika mendengar suara Caroline memuntahkan isi perutnya di dalam.Ia berdiri tepat di depan pintu dan menunggu Caroline selesai."Kau tidak apa-apa?" tanya Darren mengulurkan gelas yang ia bawa begitu melihat Caroline keluar dari kamar mandi.Wanita itu memegangi perut dan kepalanya. "Ya, aku hanya merasa sedikit mual dan pusing.""Hm. Kau ingin aku belikan obat?" tawar Darren.Caroline menggeleng. "Tidak apa sayang, kau lupa jika aku dokter? Walaupun aku bukan dokter kandungan tapi aku sudah mempersiapkan segalanya begitu aku tau kalau aku hamil, aku sudah membawa obat mualku sendiri." jelasnya.
Begitu mendapat telpon dari seorang temannya yang melihat Darren di Bar, Caroline segera melesat cepat mengendarai mobilnya.Disana ia dapat melihat bagaimana kacaunya Darren. Wajahnya babak belur yang Caroline yakini adalah perbuatan Rendy, dan Darren tergeletak di meja bar dengan lengannya sebagai bantal. Tatapan pria itu kosong.Darren mabuk berat.Tidak ingin berlama-lama membiarkan Darren dengan keadaan yang mengenaskan, Caroline segera memapah pria itu, tubuhnya yang besar dan berat membua