Terik matahari seakan menyengat tubuh, ditambah padatnya lalu lintas membuat siapapun tidak sabar untuk segera sampai ke tempat tujuan masing-masing. Sama halnya dengan Restoran madurasa, padatnya lalu lintas ibu kota menjadi peluang emas untuk restoran tersebut. Terlihat pengunjung terus berdatangan tidak habis-habisnya memadati restoran. Restoran berlantai tiga itu memiliki rooftop bernuansa klasik berwarna dominan kuning kecoklatan, namun tidak mengurangi sisi modern. Spot ini cocok untuk anak muda yang menongkrong atau pengunjung yang ingin sekadar bersantai melihat pemandangan ibu kota sambil menikmati makanan yang disajikan restoran madurasa.
Dengan kepadatan pengunjung di Restoran madurasa, terlihat Kris sedang duduk manis di salahsatu sofa yang berada di rooftop.
Tidak berselang lama Riri berjalan menghampiri Kris disana dengan membawa nampan berisi makanan yang telah Dia masakan barusan.
Dug...
"Makanlah, anggap saja ini untuk balas budi," ucap Riri setelah meletakkan nampan berisi makanannya.
Terlihat Kris masih setia melihat gawainya, tidak sedikitpun melirik makanan yang tersaji didepannya atau melihat ke arah Riri.
"Kenapa?" tanya Riri terjeda sejenak, "ayo makan," sambungnya.
"Berisik," jawab Kris singkat dengan nada datar tanpa melihat Riri.
Mendengar respon tersebut membuat Riri mengepal erat telapak tangannya sampai kuku-kukunya memutih.
"Cepat makan!" titahnya sambil menggebrak meja didepan Kris. Namun Pria tersebut seakan tidak mengindahkan peringatan Riri.
"Apa perlu aku suapin kamu pakai sendok semen, Hah!" teriak Riri seakan telah habis kesabaran melihat perlakuan Kris.
Riri segera menyendok penuh nasi dan menyuapkan ke mulut Kris, "Cepat makan. Sekarang!" Spontan Kris terkejut mendapat perilaku yang dilakukan Riri.
Namun semua itu hanya bayangannya saja. Akan panjang urusannya, jika Riri bersikap bar-bar ke Kris seperti yang dibayangkan. Bagaimanapun juga Kris adalah pengunjung ditambah kepala keluarganya yang harus dilayani, dihormati, dengan ramah. Apalagi ini berada di restorannya.
Riri menarik nafas dengan rakus dan menghembuskan nafas nya dengan kasar untuk menormalkan tekanan darah yang memuncak di ubun-ubun nya.
'Sabar, Ri, sabar,' batin Riri.
"Terserah kamu mau makan atau tidak, yang jelas aku tidak berutang budi ke kamu lagi." Tanpa permisi Riri melenggang pergi dari tempat yang di diami Kris.
Setelah Riri tiada tanpa Dia ketahui, diam-diam Kris meletakkan sepiring nasi lengkap dengan ayam bakar madu di hadapannya. Tidak lupa Dia meminum terlebih dahulu es teh manis untuk menyegarkan tenggorokannya. Segera Dia menyantap hidangan tersebut dengan senyum mengembang. Kris tidak berani berkata, "Boleh. Terima kasih" Hanya sekadar basa-basi, karena harga dirinya yang tinggi seakan enggan mengatakan itu kepada Riri.
Saking menikmati makanannya, Kris tidak sadar bahwa ada Riri yang berdiri di belakangnya setelah Kris menyantap makanannya setelah jalan.
"Gimana, suamiku tersayang. Enak gak?" tanya Riri dengan nada lembut.
Kris yang mendengar itu seperti maling yang tertangkap basah oleh warga.
"Uhuk..." Kris yang sedang memakan ayam bakar madu nya spontan tersedak karena kaget akan kedatangan Riri secara tiba-tiba.
Riri segera mengambil es teh didepannya dan membantu meminumkan ke Kris.
"Perasaan aku gak ngagetin deh. Kamu aja yang gak sadar aku ada dibelakangmu," bela Riri sambil mengelus punggung Kris.
"Alasan," gumam Kris sambil meminum kembali es teh manis didepannya.
"Pertanyaanku belum dijawab loh," tanya kembali Riri dengan nada lembut namun terdengar mengejek oleh Kris.
"Biasa aja," jawab Kris singkat sambil memalingkan wajahnya.
Riri segera beralih berdiri didepan Kris, "Oh seperti itu," ledek Riri sambil matanya melirik ke arah makanan yang sedang disantap Kris.
Riri menyunggingkan senyum melihat piring di depan Kris telah bersih tinggal beberapa potong ayam bakar madu yang tersisa. Karena, Dia sengaja memasakkan untuk suaminya dalam porsi besar. Jadi tak heran kalau satu nampan isinya penuh dengan nasi plus lalapan dan sambal matahnya ditambah ayam bakar madu diletakkan di piring terpisah serta es teh manis.
"Awalnya saya tidak tertarik untuk memakannya," ucap Kris terjeda sejenak, "Namun, kamu sudah capek-capek memasakkan semua ini untuk saya. Apa boleh buat, ditambah kamu tahu bukan aku memiliki penyakit lambung," terangnya sambil memakan paha ayam bakar tersebut.
"Oh iya, lupa. Suamiku yang tampan ini punya penyakit lambung ya, jadi jangan telat makan," sahut Riri dengan nada lembut tapi terdengar mengejek oleh Kris.
Kris tidak merespon Dia memilih untuk fokus memakan kembali ayam bakarnya.
"Baiklah. Pelanggan setiaku setelah selesai makannya, jangan lupa pembayaran berada di kasir bawah ya," ucap Riri dengan nada lembut.
Kris yang mendengar itu langsung menatap tajam ke arah Riri.
"Kenapa?" tanya Riri terjeda sejenak, "Walaupun kamu suamiku tetap bayarlah. Bisa rugi aku kalau kamu hanya numpang makan gratis disini," sambungnya.
Tanpa Kris sadari Riri sedang mengerjai balik sikap Kris. Riri mengulum bibir nya kuat-kuat melihat ekspresi kaget dari lawan bicaranya.
Tanpa basa-basi Kris segera menyingkirkan hidangannya dan hendak melangkah pergi namun segera Riri hentikan.
"Ih, gemes deh. Kalau lagi ngambek gini," ucap Riri sambil mencubit pipi Kris, "aku cuman bercanda tahu. Serius amat sih kamu, ya kali aku meminta bayar ke suamiku sendiri. Bisa digantung sama Bunda dirumah," ungkapnya masih memainkan pipi Kris dan segera Kris tepis.
Kris yang mendengar itu langsung malu bukan main, sedangkan Riri tertawa cekikikan seakan puas membalas perbuatannya itu.
Flashback on
"Kamu jalannya yang cepat dong, gak tau apa sekarang udah siang mana panas lagi," sewot Riri yang berada tepat di belakang Kris.
Kris tidak mengindahkannya, Dia terus melangkahkan kakinya menelusuri trotoar jalanan kota.
"Lama," geram Riri sambil menarik tangan Kris untuk mendahului langkah Kris.
"Kalau jalan kamu kayak siput gitu, kapan sampainya," ucap Riri sambil mengernyit karena kesal dengan kelakuan Kris disepanjang jalannya.
Kris yang mendapat perlakuan dari Riri tidak ada penolakan. Dia terus mendengarkan perkataan Riri yang menggerutu, bahkan sesekali mendengar Riri bergumam yang menurutnya begitu menggemaskan jika wanita didepannya sedang marah seperti ini.
Mungkin karena emosi yang terus memuncak. Tanpa melihat keadaan didepannya, pergelangan kaki Riri terjebak di dalam sebuah lubang sebesar pergelangan kaki orang dewasa. Karena kondisi trotoar yang sedikit rusak, tidak jarang di gunakan pula pengendara motor untuk melintas.
"Aduh," pekik Riri meringis dan hampir tubuhnya tersungkur ke tanah kalau tidak ditahan oleh Kris.
"Makanya jalan itu pake mata, bukan pake mulut,"ucap Kris seakan mengejek Riri.
"Punya suami gak ada peka-peka nya." Bukan jawaban yang Kris dengar melainkan omelan yang masuk kedalam pendengarannya.
"Kamu bisa menormalkan tubuh kamu untuk berdiri tidak?" tanya Kris langsung diangguki oleh Riri.
"Kalau begitu, bentar saya coba melepaskan pergelangan kakimu yang tersangkut itu," ucap Kris sambil berlutut, dengan lembut Dia mengakali pergelangan kaki Riri biar terlepas dari lubang tersebut.
Dengan keringat bercucuran di kening Kris, akhirnya pergelangan kaki Riri berhasil dikeluarkan. Cukup lama Dia harus mengakalinya, hanya terlihat lecet dan sedikit terkilir. Beruntungnya bagi Riri, Kris bisa memijat pergelangan kakinya yang terkilir.
"Gimana, masih sakit?" tanya Kris setelah memasukkan minyak urut yang telah Dia beli di warung sebrang jalan.
"Lumayan mendingan. Makasih ya suamiku," ucap Riri dengan nada lembut.
Kris mengulurkan tangannya ke arah Riri, "Giliran ada maunya, manis banget."
"Oh, jadi selama ini aku galak. IYA!" ucap Riri sedikit berteriak tepat di telinga Kris.
"Astaghfirullah. Kamu bisa gak, ngomongnya jangan ngegas. Lama-lama bisa budeg ini telinga," sewot Kris yang langsung membuat Riri bungkam.
"Punya istri kagak ada lembut-lembutnya. Heran," gumam Kris yang masih cukup terdengar oleh Riri. Spontan Riri mencubit perut Kris setelah mendengar gumaman suaminya.
"Ahhh," teriak Kris mengaduh kesakitan mendapat perlakuan Riri.
Flashback off
Hari ini Restoran tidak terlalu ramai akan pengunjung. kesempatan ini Riri luangkan untuk membaca buku yang berada di ruang kerjanya. Dari beberapa buku yang berada di meja kerjanya, ada satu buku yang terbilang cukup terkesan bahkan selalu membuatnya tertawa sendiri jika mengingat momen tersebut. Buku bersampul berwarna dominan hijau daun perpaduan putih dengan karakter wanita menjadi objeknya itu menjadi pertemuan pertama dengan suaminya. Disaat Riri sedang asyik membaca isi buku di genggamannya. Terdengar seseorang mengetuk pintu ruangannya berulangkali. Riri segera meletakkan bukunya diatas meja. "Masuk," ucap Riri memberi tanda ke orang diluar ruangannya. Seorang wanita muda masuk perlahan dan berjalan menghampiri Riri, "Maaf, Mbak. Diluar ada tamu," lapor wanita dengan poni lempar itu. Riri mengernyitkan dahi, "Siapa. Kris?" tanyanya. "Bukan, Mbak," jawab Wanita berponi itu singkat. "Seorang Pria yang tampan lebih tampan dari Mas Kris," sambungnya dengan nada dibuat manja s
"Bunda," seru Riri sedikit berteriak sambil berlari masuk kedalam rumahnya. "Iya. Bunda disini," jawab Bunda Lita diarah dapur. Mendengar respon dari Bundanya, bergegas Riri berlari ke sumber suara, "Bunda, bantu aku untuk gotong Kris yang berada didalam mobil," ucap Riri dengan nada panik. Bunda Lita yang mendengarnya ikut panik, "Loh Kris kenapa, Ri?" tanya Bunda Lita sambil berjalan keluar rumah. "Kris pingsan saat mau jalan pulang, Bun," jawab Riri singkat. "Iya, tapi pingsannya kenapa?" "Mungkin gara-gara ditonjok sama Asoka di Restoran kali," Dengan susah payah Bunda Lita dan Riri menggotong tubuh Kris dan di baringkan untuk sementara di sofa ruang tamu. Riri langsung duduk didepan Kris untuk mengompres luka lebam yang ada di wajah tampan suaminya. Disaat Riri sedang membersihkan wajahnya Kris, tidak sengaja Riri menempelkan punggung tangannya di pipi Kris, "Bun, kayaknya Kris demam?" tanya Riri ke Bunda Lita yang duduk di sampingnya. Spontan Bunda Lita ikut menempelkan
Tiga bulan kemudian. "Saya terima nikahnya-" belum selesai sang mempelai pria mengucapkan kabul untuk mengikrarkan janji pernikahannya. Terlihat seorang Pria berbadan tinggi besar, berlari tergesa-gesa menghampiri mempelai pria membuat acara tersebut tertunda sejenak. "Maaf, Bos. Diluar ada..." ucap Pria tinggi besar tergantung karena kelanjutan ucapannya langsung Dia bisikkan ke telinga sang mempelai pria. Mempelai pria itu langsung bangkit dari duduknya dan langsung berjalan keluar rumah setelah mendengar laporan dari salahsatu anak buahnya. Terlihat diluar rumah telah datang tiga orang Pria berseragam berwarna cokelat lengkap dengan lentera emas di dadanya sedang berdiri dengan gagahnya menunggu sang pemilik rumah. "Selamat siang. Apa betul saudara bernama Asoka Bramasta Kusuma?" tanya salahsatu Pak Polisi berhidung mancung dengan suara baritonnya yang khas. "Betul," jawab singkat mempelai pria tersebut ternyata Asoka. "Kami mendapat laporan dari keluarga korban, bahwa sauda
"Tolong!" teriak Riri sampai membuat Asoka disampingnya spontan menutup mulut Riri."Ada apa, Manis. Kamu kenapa berteriak? tanya Asoka dengan nada lembut sambil mengelus pipi mulus Riri."Kumohon. Tolong bebaskan aku, aku mohon," mohon Riri dengan raut wajah memelas nya.Asoka hanya tertawa terbahak-bahak dan Riri yang mendengarnya hanya bisa menumpahkan air matanya, seakan Dia sudah lelah dengan keadaannya saat ini.Asoka yang melihat Riri seperti itu langsung memasang wajah sendu dan perlahan melepaskan mulut Riri yang ia bekap, "Manis, kenapa? Apa kamu tidak senang bersama denganku. Hem," ucapnya dengan nada lembut.Tidak ada respon dari Riri, Asoka mengangkat dagu Riri dengan telunjuk tangannya, "Ayolah. Aku tidak suka Riri yang cengeng seperti ini, nanti kamu sakit, Manis," ucapnya terjeda sejenak, "Kamu-" belum selesai Asoka mengucapkan kata-katanya. Terdengar suara bising dari luar.Duag...Suara pintu ruangan terbuka paksa dari luar. Asoka yang mendengar itu langsung mengerny
Flashback on'Perasaanku saja atau memang tadi ada yang teriak minta tolong?’ tanya Kris dalam hati.Pria berstatus Dosen dan suami Riri itu terus melangkahkan kakinya menuju arah suara yang sempat terdengar oleh indera pendengarannya."Loh, ini cuman halaman belakang rumah biasa?" tanyanya ke diri sendiri sambil melihat sekeliling tempat tersebut.Hanya terdapat lemari kaca berwarna hitam yang tinggi nya hampir dua meter di depannya. Selain itu hanya halaman luas yang berada dibelakangnya, yang terdiri empat celah masuk atau keluar yang sengaja di buat tanpa pintu untuk jalan pintas menuju ke taman.Seakan tidak ada artinya Kris berdiam diri disini. Dia hendak melangkah pergi meninggalkan tempat tersebut, namun langkahnya terhenti ketika ada seseorang yang berjalan kearahnya. Bukan melarikan diri, Kris memilih untuk bersembunyi di balik tembok yang berukuran setinggi pinggangnya."Asem banget dah, harus bertugas di waktu libur gini," gerutu seorang Pria dengan brewok lebat berwarna k
Duagh...Kris mendobrak pintu didepannya dengan paksa. Aksi Kris tersebut, membuat orang yang berada didalam langsung terkejut. Disaat Kris mendengar langkah kaki dari dalam ruangan tersebut menuju keluar, bergegas Kris bersembunyi dibalik tembok yang berukuran sepinggangnya.Betapa terkejutnya Kris melihat orang yang berada didalam ruangan tersebut ialah Asoka. 'Ngapain Dia diruangan itu. Lalu, kenapa harus ada ruangan rahasia segala,' monolognya dalam hati.Penasaran dengan apa yang berada didalam ruangan itu, dengan langkah pelan tapi pasti Kris masuk kedalam yang kebetulan Asoka tengah sibuk memanggil pengawalnya.Aksi nekadnya itu Dia tahu akan fatal dan tidak dipungkiri bahwa ada rasa takut didalam hatinya. Namun jika Dia tidak masuk keruangan ini, pasti Dia akan menyesal seumur hidupnya."Kris," ucap Riri dengan lirih matanya membola seakan tidak percaya apa yang Dia lihat.Kris hanya menempelkan telunjuk tangannya ke mulutnya untuk merespon Riri.Kris segera membantu Riri untu
Tiga bulan telah berlalu semenjak aku dibawa paksa oleh Asoka, Pria yang dulu sempat mengisi kekosongan hati ini. Masih sangat teringat jelas dibenakku, disaat Asoka terus membujukku untuk ikut pergi bersamanya, walaupun aku menolak namun dia terus memaksaku.Flashback on"Mbak, Cogan yang kemarin datang lagi ke sini." Agnes seorang karyawan restoranku itu tengah melaporkan bahwa Asoka kembali datang berkunjung kemari.Namun berbeda dengan pertemuan pertama kami waktu itu, Dia memilih untuk menungguku di parkiran. Tanpa curiga aku langsung berjalan menghampirinya."Ka, kamu kenapa menunggu disini. Ayo kita ke rooftop," ajakku setelah sampai didepannya."Aku tidak akan lama. Aku hanya ingin mengajakmu ikut bersamaku ke London, membangun keluarga kecil kita disana," ucapnya dengan nada lembut sambil meraih tanganku."Apa kamu lupa, Ka," jawabku terjeda sejenak sambil melepaskan tangannya, "aku sudah bersuami dan kamu tahu itu siapa," sambungku."Aku tahu, pernikahan kamu pasti hanya pak
"Kamu masih marah?" tanyanya."Keliatannya," jawabku dengan nada ketus sengaja tidak melihat ke arahnya."Keliatannya sih kamu lapar." Aku sontak menatap tajam ke arah Kris yang berada disampingku. Dia sedang fokus melihat mangkok bakso yang telah tinggal kuahnya.Ini terjadi satu jam yang lalu setelah insiden tidak menyenangkan dari salahsatu mahasiswi Kris. Entah kenapa, seketika suasana hatiku mendadak memburuk. Aku yang hendak meminta Kris untuk membawaku pulang langsung dicegah olehnya. Dia berdalih bahwa kita harus makan siang terlebih dahulu sebelum pulang dan membawa pesanan Bunda yaitu Bakso mercon.Akhirnya aku mengalah untuk mengikuti saran dari Kris, terlebih cacing di dalam perutku juga sudah berteriak untuk memberikan asupan makanan. Restoran yang identik dengan olahan berbagai jenis bakso menjadi pilihan tepat untuk sekarang. Terlebih jaraknya tidak begitu jauh dari kampus.Dan disinilah aku telah duduk manis sambil memakan semangkok bakso mercon mungkin karena perutku