“Kau harus mau bekerja sama denganku dalam menghancurkan Tribakti,” tukas Sagara singkat, padat, lugas.
Badar tercenung sebentar, kemudian kedua pundaknya terlihat bergetar seperti sedang menahan tawa. Tak lama setelah itu tawa yang tertahan dia keluarkan sekeras mungkin. Ya, itu adalah bukti rasa geli Badar terhadap ucapan Sagara barusan.
“Astaga Sagara ... lo ini sebenarnya kerasukan apa, hah? Dari awal kemunculan lo sejak hilang sikap lo jadi semakin hancur. Gue rasa bukan hanya otak lo yang amnesia. Tapi sistem saraf dalam diri lo udah rusak semua!”
(Kampret ini Bocah, dia menganggap ucapanku bercanda rupanya.)
“Tawaranku terdengar lucu bagimu?”
“Ya! Lebih dari lucu, gue bisa ngakak sampai nanti subuh kayaknya, ha ha ha. Parah banget lo, ada gunanya juga kedatangan lo ke sini. Minimal gue bisa ketawa karena kerecehan lo, Sampah.”
Badar masih lanjut menertawakan Sagara sampai keluar
“Konspirasi?” cicit Badar.Sebenarnya dia tidak ingin meyakini semua ucapan Sagara yang terkesan gila. Anehnya hati kecil lelaki itu menuntun untuknya membenarkan semua perkataan Sagara. Di tengah kekalutan dan rasa kecewa mendalam yang Badar sembunyikan, dia digempur dilema tentang keputusan apa yang harus ia pilih sekarang. Menyambut baik uluran tangan musuh yang selama ini ia anggap menjijikkan atau mempertahankan gengsinya dan hidup di penjara entah sampai kapan.“Ya, aku yakin ada konspirasi yang melibatkan orang-orang penting Tribakti dari kasus narkoba ini. Dalang utamanya ada di sekolah itu tapi aku tidak tahu siapa dia. Kata teman-temanku, kau sudah dua tahun tinggal kelas. Selain itu, jaringan pertemananmu juga luas. Kau berkawan dengan beberapa anak Gapus dan Gunar, bukan? Sepertinya kau sangat tahu tentang sekolah itu. Aku perlu orang sepertimu untuk melancarkan aksi ini.”“Lo sedang meminta pertolongan atau
Setelah mengunjungi Badar dan membuat beberapa kesepakatan dengan anak itu, Sagara bergegas pulang untuk menemui Ningsih. Ya, ini hari Sabtu, hari yang dijanjikan Sagara untuk mengajak gadis itu jalan-jalan ke pasar malam. Bentuk penebusan dosa karena Senin lalu dia melupakan janjinya pada gadis menarik itu.Dia sudah berusaha mengenyahkan ketertarikan pada pribadi Ningsih yang sederhana namun begitu memikat hatinya. Sayangnya Sagara gagal, sulit mengabaikan dan pura-pura tidak merasakan apa-apa pada Ningsih. Jadi biarlah perasaannya mengalir dengan alami. Toh tidak ada salahnya juga karena saat ini dia sedang bersemayam di tubuh remaja yang seusia Ningsih. Tak akan ada yang berani menyangsinya karena menyukai gadis yang umurnya berbeda jauh dengan pendekar Gara.Sebelum masuk ke gang menuju rumahnya, Sagara sempat mampir ke minimarket dan membeli cokelat ukuran sedang. Dia ingin memberikan makanan manis itu pada Ningsih. Kata orang, perempuan di dunia ini sangat menyu
Suasana sedikit mencair saat keempat remaja itu tiba di pasar malam. Mereka melupakan sejenak perasaan tak nyaman yang sempat singgah di hati masing-masing. larut dalam euforia keramaian orang-orang di sana. Menaiki berbagai wahana khas pasar malam seperti bianglala, kora-kora, ombak banyu, dan yang paling seru adalah ketika mereka masuk ke rumah hantu. Omen beberapa kali memeluk Sagara sambil jerit-jerit ketika jelmaan aneka dedemit muncul di hadapannya.Bahkan ada salah satu pocong yang kena bogem Omen karena dia lompat ke hadapan laki-laki itu secara tiba-tiba. Si pocong sampai terjungkal dan harus bangun dibantu Sagara dan Tyana. Omen meminta maaf sambil memejam karena wajah pocong itu sangat menyeramkan. Sagara hanya bisa tertawa lepas saja melihat tingkah sahabat gilanya itu.Keseruan demi keseruan terus mereka cetak sepanjang dua jam berkeliling di pasar malam. Ketika lelah menyapa, keempatnya memutuskan istirahat sejenak di tempat tukang bakso. Tentu bukan seka
Suasana hening di kelas XI IPS 3 sangat mendominasi saat ulangan harian pelajaran sejarah dilangsungkan. Guru mondar-mandir ke setiap sudut kelas demi memastikan seluruh siswa mengerjakan soal ulangan dengan jujur. Tepat satu pekan sejak hari penangkapan Badar, Tribakti kembali normal seolah tak pernah terjadi masalah apa-apa. Wati juga sudah kembali, malah sekarang dia lebih leluasa dalam bertingkah karena tak lagi dikekang Badar. Sepertinya orang yang paling bahagia atas ditahannya Badar adalah Wati.Kerta ulangan Sagara sudah terisi penuh hanya dalam watu lima menit setelah ulangan itu dimulai. Saat teman-temannya baru mengisi soal esai nomor 2 atau 3, Sagara telah berhasil menjawab semuanya. Total ada sepuluh pertanyaan yang memerlukan penjabaran rinci. Entah dengan cara apa Saga mengerjakannya sampai bisa secepat itu.Saga mengetuk-ngetuk meja dengan jarinya, memikirkan dengan cara apa ia harus keluar dari kelas itu. Saga ingin memulai investigasi kasus Badar hari
Sabtu dini hari setelah Sagara bersenang-senang bersama ketiga kawannya, pemuda itu tidak bisa tidur nyenyak—memikirkan Omen yang bisa mendapat mimpi tentang kejadian buruk yang menimpa Saga. Kemudian Braga masuk ke kamar, menghampiri Sagara yang tengah kebingungan. Dia bertanya Sagara sedang memikirkan apa dan anak itu pun menceritakan semuanya.“Aku tahu ada yang aneh dengan kawan cerewetmu itu. Dia terlihat tidak tahu apa-apa dan lemah namun sebenarnya tidak begitu.”“Kau yakin?” Saga bersila di atas tempat tidur sedangkan Braga duduk di lantai.“Sangat, mustahil ada yang mampu melawan efek linglung dari cakaranku. Hanya orang-orang hebat yang punya ambisi hebat yang bisa terbebas dari efeknya.”“Apa menurutmu Omen orang yang berbahaya?”“Tidak juga, dia sama sepertimu. Disakiti di masa lalu sampai menyimpan dendam pada seseorang. Tujuannya masuk Tribakti untuk membalaskan rasa sakitnya
Sagara tidak pernah tahu bahwa di Tribakti ada tempat semacam ini. Ruang kedap suara yang setiap sudutnya hanya diisi kegelapan. Bagaimana tidak gelap, ruangan itu dibangun tepat di bawah tanah. Untuk memasukinya Sagara dan Omen harus menggeser penutup gorong-gorong yang berat dan kotor. Tidak akan ada yang menyangka bahwa gorong-gorong yang dikira sarang tikus itu justru menyimpan rahasia besar seorang Sulaiman. Si Kacung tak berdaya yang begitu mudah dianiaya.“Tempat apa ini?” tanya Sagara sambil menyibak sarang laba-laba yang menghalangi jalannya.Omen memimpin di depan, ia kemudian menekan sakelar dan semakin tercenganglah Sagara. Rupanya ruangan itu bukan ruangan biasa, beberapa komputer berderet di meja. Peralatannya sungguh lengkap, seperti ruangan gamers yang beberapa waktu lalu dikenalkan Omen pada Sagara.“Kamu sudah memastikan lubangnya tertutup dengan benar, Ga?” tanya Omen, tangannya sibuk mengaktifkan beberapa komp
“Apa yang terjadi?” tanya Damian ketika mendapat laporan ada penyusup masuk ke ruang OSIS. Salah satu anggota yang piket hari ini menemukan beberapa barang yang tidak disimpan pada tempatnya. Belum lagi ada beberapa rak yang sedikit terbuka dan kertasnya menyembul tidak rapi. “Kayaknya ada yang masuk ruangan ini tanpa izin deh, Kak. Tadi pas kami masuk sini ruangannya memang masih rapi tapi ada beberapa posisi barang yang tidak sesuai dengan tempatnya. Aku yakin ada yang mindahin.” “Ada barang yang hilang?” Damian memastikan, mengecek beberapa properti dan barang berharga yang dimiliki anggota OSIS. “Kami sudah memeriksanya dan barang semua aman, Kak.” Damian termenung sejenak, “Oke, kita lihat CCTV, ayo kalian ikut saya!” Damian dan dua orang anggota yang menghubunginya tadi bergegas menuju ruang penjaga keamanan. Di jalan mereka sempat berpapasan dengan Sagara dan Omen. Mereka hanya saling menyapa tapi tidak banyak bertanya karena Sa
Sore hari menjelang waktu magrib, Sagara dan Omen langsung berlarian keluar gedung sekolah ketika waktu pulang tiba. Dalam hati mereka bersyukur karena hari ini tidak ada rapat OSIS. Tyana yang hendak pergi dengan teman-teman perempuannya melihat dua orang itu berlarian. Dia menautkan kedua alis, Saga dan Omen seperti sedang mengejar waktu agar tak ketinggalan diskon belanja. Ya, tingkah mereka persis seperti para pengejar sale. “Apa yang kamu lihat, Tya?” tanya teman Tyana saat gadis itu mematung di depan pintu mobil yang terbuka.“Ah, tidak,” jawab Tyana langsung masuk ke mobil, diikuti temannya dan mereka pun melesat ke tempat tujuan.“Tya,” panggil Dini menyadarkan Tyana dari lamunan.“Ya, kenapa, Din?”“Kamu kenapa dari tadi melamun terus?”“Iya nih si Tya, kurang nyaman ya jalan sama kita?” tanya teman sekelas Tyana yang lain. Ada sekitar tiga gadis di mo