Badar mendengus namun membiarkan Sagara bersiap-siap membuka cerita. Omen pun ingin mendengar kisah Sagara dengan lebih detail, masalah Ambarwangi masih begitu bias di kepala Omen. Dia sulit percaya karena sungguh cerita Sagara seperti dongeng fantasi.
“Perkenalkan, aku Sagara, seorang pendekar dari Ambarwangi yang biasa dipanggil pendekar Gara. Aku sangat terkenal di sana, mereka menobatkanku sebagai pendekar nomor satu di Ambarwangi. Namaku benar-benar harum dan selalu dipuja-puji seluruh penduduk kerajaan,” jelas Sagara dengan bangga sambil mengenang masa kejayaannya dulu.
Omen dan Badar terdiam, mengerjapkan mata beberapa kali. Sagara seperti sedang kerasukan hantu paling narsis di alam gaib.
“Beberapa waktu lalu, aku mengalami musibah yang sialnya begitu mencabik harga diriku. Jujur itu adalah kejadian paling memalukan yang pernah aku alami tapi harus kuakui aku kalah dari musuhku. Seorang pria misterius menusuk dadaku dengan pedangnya hingga aku j
Ya, sama seperti judul babnya, ini kisah tergila yang pernah aku buat selama berkecimpung di dunia literasi wkwk.
“Kalau lo Cung, gimana? Lo juga enggak mungkin Cuma siswa biasa kan secara lo punya peralatan segini canggih yang mustahil dimiliki amatir.” “Mulut kamu tuh ya, Badar! Cung, Cung, inget! Si Ayus takluk karena rompi listrik buatan saya. Artinya kamu bebas juga karena saya.” Badar angguk-angguk antara mendengar dan tidak, mengakrabkan diri dengan Sagara dan Omen tidak sesulit perkiraannya. Perlahan namun pasti gengsinya juga memudar. Sejatinya dia memang tidak punya alasan pasti mengapa dulu suka merundung Sagara dan Omen. Mereka terlihat paling lemah dan sering menjadi bulan-bulanan penduduk Tribakti. Ya, Badar ikut saja untuk meramaikan hidupnya yang hitam. Dulu, dia berpikir membuat orang-orang susah adalah obat yang bisa menghalau sedikit rasa kecewa pada hidup yang dia miliki. badar tidak suka melihat orang bahagia jadi dia ingin orang-orang merasakan ketidaknyamanan dalam hidupnya persis seperti yang setiap hari dia rasa. “Tujuan lo apa, rencana t
Tyana mengetuk meja belajar di kamarnya beberapa kali. Tatapan mata gadis itu tertuju pada buku tugas matematika yang sudah dibuka sejak setengah jam lalu. Jika menggunakan waktu dengan benar, seharusnya dia bisa mengerjakan empat sampai lima soal. Namun kali ini, tak satu pun soal hitung-hitungan itu berhasil dipecahkan karena pikiran Tyana sedang dipenuhi hal lain.Dia terbayang-bayang percakapan Sagara, Omen, dan Badar yang diam-diam melakukan misi rahasia di belakangnya. Tyana baru mengetahui fakta mengejutkan itu beberapa saat lalu. Ketika dia sengaja membuntuti dua sahabatnya yang berkunjung ke kantor polisi untuk menjemput Badar.Pengintaian dilakukan dengan sangat hati-hati sehingga keberadaan gadis itu tak terendus Sagara dan kawan-kawan. Dari hasil memata-matai kegiatan mereka, akhirnya Tyana tahu hal apa yang selama ini disembunyikan Sagara dan Omen. Tentang Sagara yang berasal dari dunia lain dan Omen yang ternyata berniat menghancurkan Tribakti. Salah satu
“Sekarang gue semakin yakin kalau Badar adalah Monster yang sesungguhnya. Dia sudah mendekam di penjara loh dan takdir terus berada di pihaknya tanpa henti. Gue penasaran gimana cara lo keluar dari sana, Dar?”Lelaki bertopi hitam yang sedang memegang botol kaca itu bertanya dengan kesadaran yang mulai berkurang direnggut minuman keras yang dia teguk.“Kayaknya dia berteman baik dengan malaikat pencabut nyawa, jadi barang siapa yang berniat mengusik Badar akan berakhir dengan kematian. Tuh, contohnya si Ayus, dia udah koid duluan sebelum sidang dilakukan pasti gara-gara menjebak Badar,” kata kawan Badar yang lain, ia mengembuskan asap rokok dari mulutnya yang berbentuk lingkaran.Badar terperangah, dia baru mendapat kabar ini. Ayus meninggal? Bagaimana bisa?“Apa maksud lo si Ayus koid?” tanya Badar to the point, dia berkumpul dengan kawan-kawannya dari Garuda Pustaka untuk menggali informasi lain namun apa yan
Sagara diminta guru bahasa Indonesia untuk menyimpan buku paket ke perpustakaan. Di tengah perjalanan dia berpapasan dengan Mona. Anak itu langsung menempel pada Saga dan menawarkan bantuan. Sagara menolaknya dengan sopan tapi Mona bersikeras untuk membantunya. Alhasil dia hanya bisa diam ketika Mona mengambil sebagian buku paket yang tadi dia bawa.“Saga, kamu sudah tahu tahu belum kalau ada penyusup di ruang OSIS?” tanya Mona langsung mengambil penuh perhatian Saga yang awalnya menyibukkan diri menatap ke arah lain.“Penyusup?”“Mm, kemarin saat jam pelajaran ada penyusup yang masuk ke ruang OSIS dan mengacak-acak rak berkas. Aku tidak tahu sih apa tujuannya yang jelas sekarang kak Damian sedang mencari pelakunya.”Sagara berusaha merespons biasa saja, kemarin dia agak gegabah karena sudah meninggalkan jejak. Kalau saja dia bisa bermain lebih rapi mungkin anak-anak OSIS tidak akan curiga.“Kenapa ka
Sagara masih penasaran dengan pernyataan aneh Mona tadi pagi perihal hubungan Tyana, pak Amran, dan kasus perdagangan narkoba di Tribakti. Lelaki itu sedang berusaha mencari Tyana yang tak kunjung mengangkat panggilannya meski sudah ditelepon berulang kali. Omen juga entah pergi ke mana, sejak bel istirahat dibunyikan anak itu menghilang dari kelas secepat kilat.Dia yakin Omen tidak sedang bersama Tyana karena tadi mereka mengambil jalur yang berbeda. Omen menuju ke area belakang sekolah, mungkin dia sedang bersembunyi lagi di ruang bawah tanahnya. Sedangkan Tyana entah berjalan ke arah mana, Sagara tak sempat melihat atau menyusulnya karena serbuan penggemar yang menunggu lelaki itu di depan kelas. Seperti biasa, mereka datang hanya untuk sekadar menyapa dan memberikan hadiah-hadiah kecil untuk idolanya.Setelah mencari hampir sepuluh menit, akhirnya Sagara menemukan Tyana. Dia sedang ada di ruang kesehatan seorang diri. Tadi Sagara melewati ruangan itu yang pintunya
Sebagaimana perkataan Mona, Sagara benar-benar dipanggil ke ruang OSIS oleh Damian. Tyana dan Omen berusaha menyusul dan ingin ikut dalam prosesi interogasi itu namun mereka tidak diperkenankan masuk. Sagara tidak tampak tertekan atau tersudut oleh keadaan ini, meski banyak orang di ruang OSIS yang menatapnya dengan penuh curiga dan menyalahkan. Santai saja, begitu bunyi hatinya.Damian duduk menghadap Sagara, lelaki itu menunjukkan rekaman yang memperlihatkan keberadaan Sagara yang masuk ke ruang OSIS tempo hari. Di sana terekam jelas bahwa hanya Sagara yang ada di sana, tidak ada satu pun rekaman yang memperlihatkan sosok Omen. Itu aneh tapi Sagara bersyukur, setidaknya Omen tetap selamat.“Kamu tidak bisa menyangkal lagi, Sagara, semua bukti sudah sangat jelas. Kamu adalah tersangka utama yang menyusup ke ruang OSIS waktu itu.”“Aku tidak pernah menyangkal bahwa aku tidak masuk ke ruang OSIS. Seperti kataku sebelumnya, memang betul aku masuk
Sagara sudah mendapat beberapa hal yang ia perlukan untuk melakukan penyerangan pertama. Langkah awal yang harus ia ambil untuk memancing dalang yang sialnya masih betah bersembunyi di balik pion-pion yang malang. Dari hasil temuan Badar, kini Saga telah mengantungi nama-nama pengedar Garuda Pustaka yang bisa membawanya pada villain sesungguhnya. Berkat bantuan Omen dan segala kecanggihan alat yang dimiliki anak itu, tempat persembunyian para pengedar pun berhasil terdeteksi.Ketiga remaja itu sedang berada di atap sebuah gedung, memantau pergerakan orang-orang yang lalu lalang di bawah sana. Para penjaga gerbang depan sedang berjaga-jaga, tak lama setelah itu sebuah mobil mewah memasuki area itu dan mendapat penyambutan yang luar biasa. Sepertinya orang yang ada di dalam mobil itu adalah petinggi dalam organisasi mereka. Entah itu sang atasan atau klien penting yang menjadi tombak kesejahteraan para pelaku bisnis obat-obatan terlarang itu. Sagara akan mengetahuinya tak lama
Beberapa penjaga sudah memeriksa tempat asal suara mencurigakan yang muncul dari atas. Mereka mengamati keadaan sekitar dengan saksama. Senjata laras panjang sudah di tangan, bentuk waspada jika ada musuh yang tiba-tiba muncul mereka bisa langsung menghabisinya di tempat.“Kalian menemukan sesuatu?” tanya salah seorang penjaga pada rekannya.“Tidak ada apa-apa di sini.”Pria yang bertanya itu bergeming sesaat, matanya menyipit dan terus berkeliling. Belum puas dengan proses pencarian yang tak menghasilkan apa-apa. pemindaiannya membuahkan hasil, dia melihat penutup ventilasi udara tidak berada pada posisi yang tepat. Cepat pria itu melangkah maju menuju pipa ventilasi diikuti teman-temannya.“Kenapa penutup ventilasi ini tidak terpasang dengan benar?” tanya sang penjaga curiga. Dia berjongkok sambil memperhatikan setiap sudut penutup ventilasi.“Sudah satu minggu penutupnya memang rusak, Pak, kami belum sem