"Melihat hubungan anak kamu? Si Salsa?"
Sulastri mengangguk.
"Bukannya mereka baru menikah?"
"Memang Bu Kohar. Tapi saya ini gelisah."
Wanita itu mempersilakan Sulastri untuk masuk.
"Duduklah dulu. Ini sebenarnya ada apa?"
"Aku mendengar mereka berdua lagi bertengkar."
"Lalu? Namanya juga pengantin baru. Wajar lah kalau mereka ada pertengkaran seperti itu. Sampean jangan ikut campur urusan anaknya."
"Tapi saya ini enggak bisa tenang, Bu. Apalagi suaminya Salsa sampai bilang cerai."
Wanita itu mengerutkan dahinya. Dia menatap tajam pada Sulastri.
"Baiklah, aku lihatkan dulu!"
Dia pun ke dalam. Menuju kamarnya. Hanya dalam hitungan detik. Bu Kohar sudah kembali. Dia seperti membawa sebuah kotak kecil yang berisi kartu.
Kemudian dia meletakkan di atas meja. Jemari tangannya bergerak cepat menata beberapa kartu. Tampak Bu Kohar mulai membuka satu persatu. Hanya saja dia masih diam.
"A-apa ar
Pertanyaan yang diajukan Sulastri membuat Salsa terkejut. Dia mencoba mengalihkan pandangan. Menghindar dari tatapan sang ibu."Kenapa kamu berpaling? Apa kamu enggak mau bilang sama ibu?""Bukan itu, Bu. Cuman pertanyaan Ibu aneh buat Salsa.""Aneh gimana? Bagi ibu enggak aneh sama sekali. Kata cerai yang keluar dari bibir suami kamu itu. Menyakitkan buat Ibu. Tau kamu?!"Salsa terdiam, dengan kepala yang tertunduk. Dia tak tahu harus menjawab apa?"Apa benar yang Ibu bilang tadi?""Enggak benar itu, Bu!"Sulastri yang kesal. Menarik kedua bahu anaknya. Hingga menghadap dirinya. Dia pun menatap tajam pada Salsa."Tatap Ibu, Salsa!""Iya, Bu.""Sekarang katakan dengan jujur. Apakah Romy mempunyai wanita lain?"Salsa langsung menggeleng."Kamu jujur?""Iya, Bu. Buat apa Salsa bohong. Lagian buat apa nikah sama Salsa kalau ada cewek lain."Suara Salsa terdengar tegas. Membuat Sulastri men
"Kau mau ajari aku tentang rasa sakit Amelia?" Suara Romy terdengar kesal."Aku enggak mau berdebat sama kamu, Rom!"Terdengar suara Romy yang terkekeh. Seolah menggoda Amelia agar tersenyum atau malah tertawa bersamanya. Namun Amelia semakin kesal."Aku enggak mengajak kamu berdebat, Mel. Besok aku sudah di Surabaya. Malam aku ke rumah.""Maksud kamu ke rumahku?""Iya lah. Emangnya mau ke rumah siapa?""Jangan!""Apa maksud kamu jangan?""Kamu sudah punya istri, Rom. Tolong mengertilah hal ini!""Yang aku hanya bisa mengerti hanya semua tentang kamu. Baru aku mau memahami dan mau untuk mengalah."Amelia masih terdiam terpaku. Dia tak tahu harus meyakinkan Romy, tentang apa lagi."Aku sudah lelah, Romy. Aku sudah tak mau lagi menghadapi kepahitan hubungan kita. Jadi tolonglah, Rom. Jangan kamu kacaukan semua ini.""Mana ada aku kacaukan semua. Yang ada
Selama perjalanan mereka berdua saling terdiam. Amelia melirik pada lelaki di sebelahnya. Wajahnya terlihat kokoh dengan rahang yang tegas. Hidungnya mancung, dengan garis mata yang sedikit meruncing. Terkesan oriental. Membuat wajahnya begitu indah dipandang. "Ada yang salah dengan wajahku, Mel?"Seketika pertanyaan Adrian membuat Amelia gelagapan. Dia membenarkan posisi duduknya. Seolah sedang merapikan pakaiannya. Yang sebenarnya sudah terlihat rapi."Apa kamu heran lihat aku di sini sekarang?""Jujur, iya. Aneh aja sih." Amelia memberikan jawaban tanpa menoleh pada Adrian."Kenapa? Wajar 'kan? Lagian Surabaya - Malang itu hanya satu jam. Bahkan enggak sampai."Entah mengapa suara Adrian begitu menggetarkan jiwanya yang sepi. Seakan luruh oleh sebuah rasa yang asing.'Ishhh, kamu ini kenapa sih Mel? Mikir yang aneh 'kan? Ingat si pacarnya yang galak!'"Kok diam? Malah ngelamun lagi.""Ehhh ...."
Sejenak Adrian terdiam. Mungkin yang dikatakan Amelia benar. Andai Sella mengumumkan hubungannya di sosmed. Wanita mana saja yang berhubungan dengan Adrian akan dinilai sebagai perusak hubungan mereka."Aku baru sadar Mel.""Baru sadar? Maksudnya?""Dia ternyata pintar sekali menjebak aku. Kenapa waktu itu aku kasihan sama dia?""Yah, mungkin karena pertemanan kalian selama ini Adrian. Jadi ada perasaan enggak tega sama dia.""Bisa jadi seperti itu Mel."Adrian menjalankan mobilnya dengan kecepatan yang cukup."Papa dia selalu menemui aku. Hanya untuk menjodohkan anaknya. Dan selalu aku tolak. Pernah suatu hari aku bilang akan mencoba. Kamu tau bagaimana reaksi Sella?""Seperti kemarin pas aku di rumah kamu itu?""Iyup."Mobil melaju memecah keheningan jalan malam ini. Hanya lima belas menit. Mereka sudah kembali ke rumah Amelia."Dita pasti sudah tidur Mel.""Iya, tadi waktu aku tinggal.""Ap
Mendapat pertanyaan seperti, Maya kebingungan untuk menjawab.'Dari mana dia bisa tau?'"Mbak Lastri kok bisa berpikiran seperti itu? Mereka ini baru saja menikah lho. Pasti hubungan mereka lagi manis-manisnya, Mbak." "Sampean yakin seperti itu?""Sangat yakin!""Syukurlah kalau gitu Mbak Maya. Saya sudah khawatir sekali. Sepertinya mereka pulang dari rumah saya kayak habis bertengkar. Kan saya jadi sedih.""Eggak kok Mbak. Mereka kelihatan baik kok.""Ya, sudah kalau gitu. Maaf ya Mbak, saya bikin Mbak Maya jadi ikutan cemas."Terdengar Maya menghela napas panjang. Dengan mata yang terpejam. Dia menyandarkan tubuh di sofa. Sejenak dia ingin menghilangkan keresahan dalam hati."Dari mana dia bisa tau tentang ini. Apa Salsa yang cerita? Atau--"Dia kembali termenung. Memikirkan tentang hubungan Romy dan Salsa.Surabaya ....Mobil yang dikendarai Romy memasuki halama
Pagi ini langkah Romy terburu-buru. Aroma parfumnya begitu menyengat. Salsa hanya memperhatikan dari meja makan."Mas Romy, sarapan dulu!""Aku buru-buru.""Kalau gitu minum kopi susunya dulu, sama roti Mas.""Enggak sempat. aku berangkat Mas!""Ta-tapi--"Brakkk!Pintu sudah tertutup. Untuk kesekian kali, hati Salsa terluka. Perih dan menyakitkan. Bola matanya yang indah, mulai berkaca-kaca. Air mata luruh membasahi pipinya yang memerah. Isak tangis tak tertahankan lagi."Aku harus bagaimana lagi menghadapinya? Aku harus bagaimanaaa ...?"Tubuhnya lunglai, terduduk di kursi makan. Tatap matanya nanar. Semua usaha yang coba dia lakukan untuk merebut hati Romy seakan sia-sia.Tak sedikit pun Romy memperhatikan dirinya. Bahkan hanya untuk menanyakan kabar dia hari ini. Tak pernah terlontar dari bibirnya. Walau hanya beberapa kata yang Salsa harapkan.Namun ....Bagai pungguk merindukan
Salsa masih melirik ke arah Melinda. Tatap matanya memandang lurus ke depan. Fokus pada jalanan yang sangat padat merayap."Kita keluar kota. Enggak jauh kok," ucap Melinda.""Haaahhh?""Tenanglah bentar lagi sampai kok. Enggak usah takut. Lagian aku yakin suami kamu datangnya malam.""Kok bisa kamu tau?""Tau ajalah."Pandangan Salsa masih belum bisa lepas dari Melinda. Hingga mobil mereka memasuki sebuah jalan kampung yang tak terlalu lebar. Rumah penduduk pun tak berjejal seperti di kota mereka."Kita ini mau ke mana Lin?""Lihat aja nanti."Sampai mobil itu berhenti di depan sebuah rumah. Yang terlihat sangat asri dan rindang."Ayo turun!"Salsa mengikuti langkah Melinda yang berjalan cepat. Dia sudah mengetuk pintu rumah yang tertutup rapat.Tok tok tok!"Permisiiii!"Melinda kembali mengulang ketukannya.Tok tok tok!Terdengar dari arah samping rumah. Suara langkah y
"Serius?" teriak Melinda."Iya. Kami tidur di kamar berbeda. Waktu malam pertama. Bahkan dia tidur di lantai.""Dia benar-benar menolak kamu?" tanya Tante Molly prihatin.Salsa hanya mengangguk."Jadi apa yang harus saya lakukan, Tante?""Kau harus menggodanya!""Menggoda Mas Romy?""Iya. Ajak dia main bersama kamu di ranjang. Suguhkan permainan panas yang tak bisa dia lupakan!"Salsa semakin tertunduk malu. Tampak dia tak mengerti maksud dari Tante Molly."Kenapa, Sal?" tanya Melinda."Jangan bilang kamu enggak ngerti semua yang aku ucapkan.""Memang saya enggak paham, Tante. Saya enggak tau semua itu."Tante Molly tak bisa menahan tawanya. Lalu melirik pada Melinda. Yang juga tergelak."Lucu ya?""Sangat lucu lah, Salsa. Di usia kamu ini, enggak paham apa yang aku bilang.""Saya benar-benar enggak paham, Tante."Terdengar Tante Molly menghembuskan napas keras."Se