Share

21-Antar Pulang

Elena mengetukkan jarinya beberapa kali, apa yang diucapkan Alva kembali berputar dipikirannya. Rupanya apa yang ia lihat tak senyaman yang ia pikirkan. Alva begitu pintar menyembunyikan luka dibalik sifat menyebalkannya.

Getaran benda pipih yang berada tak jauh dari jangkauannya terdengar, Elena meraih benda itu dan melihat notifikasi yang baru saja ia dapatkan. Keningnya berkerut, melihat sebuah undangan online yang tertera pada layar ponselnya. Elena menghembuskan nafas pelannya, ia menimbang-nimbang apakah perlu menghadirinya atau tidak.

“Ada yang sedang mengganggu pikiranmu Elena?” suara Mei yang sangat ia kenal terdengar. Elena langsung menoleh ke sumber suara. Mei berjalan mendekat dan duduk di kursi yang berseberangan dengan kursi yang Elena duduki.

Elena tersenyum, ia pun kembali menyimpan ponsel itu pada meja dan mulai memusatkan perhatiannya pada Mei.

“Apakah Alva merepotkanmu?” Elena terkekeh lalu menggeleng.

“Lalu apa?” Mei masih berusaha untuk mencari tahu apa yang sedang menjadi permasalahan Elena kali ini karena ketika membuka pintu ruangan Elena, Mei melihat raut wajah Elena yang berbeda seperti sedang memikirkan sesuatu.

“Ada undangan reuni sekolah tan, tapi sepertinya aku tak akan datang,” tutur Elena yang akhirnya menjawab apa yang menjadikan Mei penasaran.

“Loh kenapa? Kamu bisa mengambil libur dan pulang untuk bertemu teman-temanmu di sana.” Elena cukup terkejut dengan respon Mei, ia pikir Mei tak akan memberikannya izin tapi ternyata Mei memberi penawaran untuk pulang dan menghadiri undangan tersebut.

“Tapi tan pekerjaanku?” Mei menggeleng lalu tersenyum pada Elena.

“Jangan terlalu diambil pusing sayang, kebetulan pekerjaanmu tidak menumpuk bukan? Kamu bisa menjenguk ibumu juga. Dia pasti merindukan putrinya yang cantik ini.” Sungguh Mei membuat Elena tersenyum lebar, tak pernah ia terpikirkan mendapatkan bos yang super baik seperti ini. Elena merasa sangat beruntung.

“Terima kasih banyak tan,” ucap Elena dan balasan anggukan pun Mei berikan. “Apa tidak masalah aku pulang sore ini?”

“Tidak apa-apa, tapi kamu akan sampai malam di rumah, apa tidak masalah?” Mei khawatir. Sedangkan Elena tak mengkhawatirkan itu, ia sendiri berniat akan kembali lagi besok sore setelah menghadiri acara reuni.

Rencana dadakan yang tak pernah gagal, sama halnya dengan acara pulang kampung Elena sore ini. Elena akan pulang tanpa mampir dulu ke apartemen, ia akan langsung menuju stasiun untuk pulang menggunakan transportasi umum kereta listrik. Untuk tiketnya sendiri Elena sudah membelinya melalui situs jual beli online yang sangat memudahkan para penggunannya.

Elena berjalan ke arah ruang kerja Mei untuk pamit pulang. Tapi rupanya keberadaan Alva di sana cukup mengejutkan Elena. Alva menoleh dan tersenyum ke arahnya, Elena menunduk sopan memberikan balasan sapaan Alva.

“Apa ini sudah waktunya pulang?” tanya Alva pada Mei.

“Ya, tapi Elena tak akan pulang ke apartemenmu Alva,” jawaban Mei mengerutkan kening Alva. Alva melirik Elena dan Mei bergantian ia meminta penjelasan atas apa yang Mei ucapkan. “Elena akan pulang kampung dulu, besok dia akan menghadiri acara reuni sekolah,” tutur Mei memberitahu Alva.

“Kalau begitu aku permisi tan,” ucap Elena yang kemudian menyalami Mei. Elena pun menoleh ke arah Alva yang sedari tadi memusatkan perhatian padanya tanpa berkedip, membuat Elena risih di buatnya.

“Aku antar kamu pulang,” ucapan tiba-tiba Alva membuat Elena terperangah.

***

Penolakan yang sudah Elena layangkan beberapa kali tak ada artinya jika berurusan dengan Alva. Sifat memaksa Alva yang luar biasa membuat Elena tak dapat menolak. Alva membuat Elena bingung, apa yang harus ia katakana pada ibunya nanti ketika mendapatkan Elena pulang diantar seorang pria seumurannya. Ia takut ibunya berpikir macam-macam.

“Tidur saja kalau ngantuk, lagian kamu sudah memberikan alamatnya bukan aku hanya perlu mengikuti petunjuk arah ini untuk sampai,” tutur Alva yang baru saja menoleh pada Elena yang duduk di samping kemudi.

“Alva apa kamu gak ada jadwal pemotretan besok? Seharusnya kamu gak perlu antar aku seperti ini, aku bisa pulang naik kereta.”

“Apa ini karena tiket mu yang hangus itu? nanti aku ganti uang yang kamu pakai untuk beli tiket kereta itu Elena.”

“Bukan itu maksudku Alva, aku gak mau mengganggu pekerjaan kamu.”

“Gak ada agenda, gak perlu khawatir,” respon santai Alva berikan pada Elena yang terdengar sangat mengkhawatirkan itu. Elena menyandarkan tubuhnya lemas, sudahlah ia ikuti saja alur yang ada, entah bagaimana respon mamanya nanti dan bagaimana tentang pekerjaan Alva. Elena sudah lelah memikirkannya.

Kebiasaan dirinya yang selalu memikirkan hal yang diluar kendalinya membuatnya dirinya lelah pada akhirnya. Elena memejamkan matanya, tak apa mungkin ia mengikuti saran Alva untuk mengistirahatkan matanya sejenak. Kelelahan memang sudah menerpanya sejak tadi sampai Elena terlelah hanya dalam waktu beberapa menit saja.

Alva menoleh melihat keadaan Elena yang sudah menutup matanya. Ia tersenyum tipis dan mengarahkan tangan kirinya untuk mengusap pelan kepala Elena.

“Tidur yang nyenyak,” ucap Alva pada Elena yang sudah berada di alam mimpinya.

***

Sebuah rumah sederhana bercat biru itu kini menjadi pusat pandangan Alva yang baru saja menghentikan mobilnya di halaman sebuah rumah. Alva menoleh ke arah dimana Elena masih terjaga. Rasanya tak tega harus membangunkan Elena yang terlihat sangat pulas. Tapi mau bagaimana lagi, ia harus membangunkannya bagaimana kalau dirinya salah rumah tidak lucu bukan. Jadi, Alva mulai membangunkan Elena untuk memastikan dirinya tak salah alamat.

Alva membuka seatbeltnya terlebih dahulu, setelah itu ia sedikit bergeser ke samping mengusap pelan pipi Elena untuk membangunkannya.

“El bangun dulu hm,” ucap Alva seraya mengusap pipi Elena. Ia terdiam sejenak, memandangi Elena yang masih belum juga terbangun. Senyumnya terbit kala Alva mengingat dirinya pernah menyentuh pipi lembut Elena oleh bibirnya. Gerakan tiba-tiba yang sempat membuat gadis ini kesal padanya.

Tapi tak dapat Alva pungkiri juga, ia ingin mengulang hal itu lagi. Kalau ingin kalian tahu Alva kini sudah mendekat dan nyaris mengulang kecupan itu tapi tiba-tiba gerakan Elena lakukan membuat aksi Alva harus tertunda.

“Eh udah sampai ya.” Suara serak itu terdengar, Elena mengucek matanya dan mulai membenarkan posisi duduknya. Ia menoleh ke arah samping di mana Alva sedang memandangnya.

“Jangan melihatku seperti itu,” ucap Elena yang mulai bersiap untuk keluar. Hembusan nafas kasar Alva terdengar dan hal itu membuat Elena kembali menoleh.

“Hampir saja aku menciummu,” aku Alva. Sontak mata Elena membulat mendengar pengakuan Alva begitu saja. Elena nampak panik lalu menggeser tubuhnya mendekat ke pintu. Kedua tangan ia lingkarkan pada tubuhnya sendiri seperti halnya melindungi diri.

“Apa yang kamu lakukan padaku Alva?” tanya Elena dengan nada paniknya. Alva mulai membuka pintu mobil dengan menoleh sebentar kea rah Elena. Kedipan mata pun ia lakukan.

“Tidak ada,” respon santainya begitu saja, setelah itu keluar dari mobil meninggalkan Elena yang sedang berpikir keras atas apa yang telah Alva lakukan padanya.

Mata Elena membulat melihat Alva yang sudah mendahuluinya berjalan mendekat ke arah rumah yang ada di luar sana. Ketukan pintu hampir saja Alva lakukan, tapi seruan Elena membuat Alva menggantungkan geraknya.

“Apa aku salah rumah?” tanya Alva dengan suara kerasnya. Elena menempatkan jari telunjuk tepat di depan bibirnya.

“Bisa kamu pelankan suaramu Alva,” pinta Elena yang sudah berdiri di samping Alva.

“Oh, maaf,” jawab Alva seraya mengedikkan bahu.

Pintu rumah terbuka mengejutkan keduanya, sepertinya suara keras Alva tadi menarik perhatian orang rumah. Sosok wanita paruh baya muncul dari dalam dengan mata yang melirik Elena dan Alva bergantian. Elena tersenyum dan langsung memberikan salam, ia mendekat lalu menyalami Naura yang baru saja membuka pintu utama.

“Mama pikir siapa El,” ucap Naura yang sedang memeluk dan mendaratkan kecupan di pelipis putrinya.

“Apa kabar ma?” tanya Elena yang masih memeluk erat mamanya dengan usapan yang sesekali ia berikan pada punggung orang yang sangat ia rindukan itu.

“Baik sayang.” Keduanya mulai melepaskan pelukan, Naura menoleh ke arah laki-laki yang tersenyum padanya. Elena menyadari Naura yang bertanya lewat lirikan matanya.

“Ma ini Alva, teman Elena,” ucap Elena memperkenalkan Alva pada mamanya. Alva lebih mengulurkan tangannya dan sambutan uluran tangan pun Naura berikan.

“Selamat malam tan,” sapa Alva tak lupa dengan senyum khasnya.

***

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status