Naura memperhatikan Elena lebih seksama. Ia cukup terkejut dengan kedatangan putrinya itu, karena begitu tiba-tiba dan tak memberi kabar terlebih dahulu. Apalagi Elena pulang dengan membawa kopernya yang ia bawa dulu ketika akan pergi bekerja di kota orang. Elena bersikap biasa saja dan terlihat baik-baik saja ketika berada di depannya dan berbincang dengannya. Saat Naura menanyakan beberapa hal tentang kepulangannya itu, Elena juga menjawabnya dengan baik dan tak terlihat kekeliruan. Elena bilang bahwa bosnya itu memberikan dia waktu untuk berlibur dan Elena memilih pulang untuk menggunakan waktu libur tersebut. Alasan yang masuk akal memang, tapi sikap Elena saat ini membuat Naura khawatir. Elena menyibukkan dirinya di dapur membantu Naura, ketika Naura berlalu sebentar dan kembali ke dapur ia tak sengaja melihat Elena yang terlihat sedang memikirkan sesuatu.
Sambil menunggu ikan itu matang, Elena terdiam dan menatap kosong apa yang ada di depannya. Kedua tangan yang sebelu
Elena memikirkan apa yang baru saja ia dapatkan dari Mei yaitu Mei memberikannya hari libur. Kenapa begitu pas dengan alasan yang ia berikan pada Naura, yang rupanya kini terjadi juga. Mei memberikan waktu untuk Elena menenangkan pikiran, hati dan tubuhnya. Permintaan maaf juga Elena terima dari Mei yang mengatasnamakan Rosie.Apa yang dikatakan Rosie memang menyakiti hatinya, tapi tak perlu juga untuk menyimpan rasa sakit apalagi sampai tak mau memaafkan bukan. Mulai saat ini, ia harus mencoba melupakan masalah itu dan memaafkannya. Memang tak mudah menerima permintaan maaf dan dapat melegakan orang lain, tapi Elena akan berusaha melakukan itu agar hatinya pun ikut tenang. Waktu libur ini harus digunakan dengan baik sebelum kembali dan menjemput kesibukannya, dan yang terpenting akan kembali bertemu dengan mereka. Elena juga harus tahu diri, ia tak boleh terus-menerus merepotkan Alva dalam urusan tempat tinggal. Kalau tahu akan seperti ini, ia akan menuruti kata Naura ketika
Seakan ada petir yang menyambar, perasaan Naura dan Elena campur aduk. Apalagi Naura yang mendengar pengakuan Roy yang telah menghamili sahabatnya sendiri.“Kamu memang laki-laki brengsek Roy!” Naura terisak, ia sangat tersentak dengan berita ini.“Aku sudah menyukaimu sebelum Haris mengenalmu Naura kamu juga tahu itu, aku patah hati ketika melihat Haris diam-diam menyukaimu dan datang melamarmu,” tutur Roy.Elena yang berada diantara kedua orang dewasa itu terbawa suasana. Mata Elena berkaca-kaca mendengar penuturan mereka.“Roy sadar, kamu menyatakan perasaan padaku ketika kamu sudah memiliki kekasih dan wanita itu adalah Rosie dan hari dimana Haris melamarku adalah satu hari sebelum kamu menikah dengan Rosie.” Naura sudah tak bisa menahan emosinya lagi sungguh ia tak mengerti dengan lelaki yang ada di depannya ini. “Aku tidak mengerti dengan pikiranmu Roy,” ucap Naura dengan suara bergetar.&
Naura mengajak Elena untuk beranjak dari duduknya. Namun Alva menahan tangan Elena meminta agar tetap di sisinya.“Alva, kamu perlu berbicara berdua saja dengan Papa kamu, ini masalah keluarga kalian dan kami tak perlu ikut campur.” Naura melepaskan cekalan Alva dari tangan putrinya. Elena tak menolak, ia juga menghindari tatapan mata Alva yang sedari tadi mengarah ke arahnya.“Elena akan menjadi bagian dari hidupku,” ungkapan Alva menghentikan gerak Naura maupun Elena. Sontak Naura menoleh ke arah laki-laki yang keras kepala itu. “Aku tak masalah kalau dia mengetahui semuanya,” ucap Alva bersikukuh dan hendak kembali meraih tangan Elena. Namun, Naura mencegahnya.“Kita tunggu di dalam, ceritakan semuanya pada anakmu ini Roy. Setelah itu kalian bisa pergi.” Nada dingin Naura sungguh menyayat perasaan Alva begitu juga dengan Roy.Elena tak tahu harus melakukan apa, ia pun hanya mengikuti perintah Mamanya yang
Alva membantu Elena untuk berdiri, setelah kakinya berpijak dengan sempurna Elena melepaskan tangan Alva dan bergeser memberi jarak.“Masuk El,” pinta Naura. Elena menunduk lalu mengangguk. Ia melangkah tapi Alva mencekal pergelangan tangannya.“Tan, Alva mau bicara,” ucap Alva mensejajarkan posisinya dengan Elena. Naura melirik bergantian kedua anak muda yang ada di depannya itu. Matanya kini berfokus pada genggaman Alva di pergelangan tangan putrinya.Naura membuang muka, lalu lebih dulu masuk meninggalkan keduanya. Elena menghempaskan tangan Alva, dan mengikuti Naura masuk. Rupanya Naura sudah duduk lebih dulu di kursi ruang tamu, ini artinya Naura menunggu Alva yang akan mengutarakan maksudnya.Setelah keduanya ikut bergabung menempati sofa. Alva mulai membuka obrolan. “Alva tak menyangka, ibu kandungku adalah sahabat Tante Naura.”“Walaupun Alva belum tahu dia sekarang ada di mana, tapi Alva akan terus
“Gimana? Ketemu?” pertanyaan Erick menyambut kedatangan Alva yang baru kembali dari kepergiannya hari kemarin. Alva langsung datang ke studio untuk melanjutkan pekerjaannya yang tertunda.“Dia pulang ke rumah mamanya,” jawab Alva yang mulai menghempaskan tubuhnya pada sofa panjang yang ada di sudut ruangan. Alva merebahkan tubuhnya di sana, perjalanan jauh yang cukup melelahkan, ia ingin sekali langsung pulang untuk beristirahat. Namun tak bisa, ia harus segera melanjutkan apa yang sempat tertunda.Ia baru akan terjun ke dunia musik, tak ingin Alva menyia-nyiakan kesempatan ini. Ia harus menjalankan semuanya dengan seimbang, pekerjaannya berjalan lancar dan permasalahan juga harus selesai.“Pulang aja lah lo, kecapean gitu. Lanjut besok,” kata Erick yang melihat kondisi Alva saat ini.“Gue cuman butuh rebahan sebentar, kasih gue waktu,” jawab Alva yang masih memejamkan matanya.Tak hanya fisiknya yang
“Setelah ini, lo balik ke studio lagi?” tanya Reno seraya menoleh ke arah Alva yang sedang memejamkan matanya.Jawaban belum Alva berikan, ia terlihat begitu lelah. Pagi sampai sorenya ia habiskan berkutat dengan pekerjaan modelingnya. Hal yang sudah biasa untuk Alva memang, namun mungkin karena tubuhnya yang kurang baik membuat Alva merasa lebih lelah dari sebelumnya.“Gila si, gue yakin lo bakal go internasional kalau gini caranya,” ujar Reno yang kini sedang melihat beberapa cuplikan video pada layar ponsel miliknya. “Lihat, lo gak kalah sama Dave model asal amerika itu,” tutur Reno lagi yang kini mendekat dan memperlihatkan layar kecil itu pada Alva.Alva membuka matanya sebentar dan kembali terpejam. Manajernya ini terlihat sangat senang Alva bersanding dengan seorang model internasional asal Amerika Serikat bernama Dave. Tawaran menjadi model sebuah brand luar negeri itu datang tiba-tiba dan tentu Reno sangat antusias, b
Dalam hitungan menit mobil Alva sudah terparkir di basement apartemen. Ia segera keluar dan melangkah ke arah lift. Reno pun masih setia mengikutinya sejak tadi walaupun lelah ia rasakan karena Alva yang bergerak terlalu cepat.“Gini banget lo mau ketemu Elena Va, cape gue ikuti lo.” Reno bersandar di dinding lift dengan nafas yang tersengal-senggal.“Gue gak suruh lo ikutin, ngapain lo disini?” ketus Alva.“Ya iya, ngapain gue ngikutin lo ya,” kata Reno membuat Alva memutarkan bola matanya malas.Lift terbuka dan Alva keluar dengan tergesa. Ia berlari kecil menuju pintu apartemen yang ditempati Elena. Tangannya hendak menekan beberapa tombol itu, tapi Alva urungkan. Sebaiknya ia memencet bel dan membiarkan seseorang yang ada di dalam sana membuka pintu.Suara bel yang pertama itu terdengar. Alva menarik nafasnya dalam lalu menghembuskannya pelan. Menunggu seseorang yang sangat ia rindukan yang ada di dalam
“Siapa gadis yang ada di ruang tamu?” tanya Roy pada Rosie yang sedang bercermin mengenakan aksesorisnya.“Oh, apakah dia sudah datang?” Rosie balik bertanya seraya menampilkan senyum lebarnya.“Apa dia tamu undanganmu?” tanya Roy lagi yang masih penasaran dengan seseorang yang tak ia kenal berada di ruang tamu rumahnya.“Ya, dia Rachel. Seorang model satu agensi dengan Alva. Bagaimana menurutmu? Dia cantik bukan?” Rosie berucap masih berdiri di depan cermin merapikan penampilannya yang sebenarnya sudah terlihat sempurna. Roy mendekat dan memeluk pinggang Rosie dari belakang.“Apa tujuan kamu mengundangnya?” tanya Roy seraya melihat pantulan dirinya dan istri cantiknya pada cermin.“Aku ingin mendekatkannya dengan Alva, aku rasa gadis itu sangat serasi bersanding dengan putra kita,” penuturan Rosie membuat Roy mengerutkan kening.“Bukannya kamu menjodohkan Alva den