Darren menggenggang erat pergelangan tangan Natalie dan mengajaknya keluar dari kamar Fransisca. Ketika keluar mereka melihat lantai yang sudah bersih dan kamar mereka juga sudah dirapikan oleh para pelayan yang bekerja dengan cepat. "Apa yang terjadi?" Darren bertanya karena tadi pagi pelayan sudah membereskan kamar mereka. "Polisi sudah memeriksa tempat ini, Tuan. Mereka mengatakan bahwa tempat ini begitu berantakan ketika mereka datang dan ketika mereka selesai memerika tempat ini maka, mereka memerintahkan saya untuk merapikan kembali kamar ini, Tuan." jelas sang pelayan sembari menundukkan kepalanya. "Baiklah, keluar kamu dari sini dan jangan masuk sampai saya panggil lagi nanti!!" perintah Darren yang dianggukan oleh sang pelayan. "Aku tidak ingin apabila kamu terus ikut campur dalam masalah seperti ini!!!!" teriak Darren yang sudah menahan emosinya ketika ada orangtuanya. Sekarang dia melepaskan lava itu tepat di wajah istrinya. Dan tanpa Darren sadari, amarah itu membakar s
"Akan lebih baik jika kita pergi ke Paris. Kita sudah terlalu lama disini karena acara pernikahan ini dan aku tidak ingin membuang waktu karena ada banyak pekerjaan." jawab Darren singkat. Natalie terus memperhatikan ke arah Lincoln yang sedang sarapan bersama anak, menantu dan cucunya. Hanya Darren dan Natalie saja yang tidak hadir."Terdengar bagus. Aku cuma ingin mengatakan bahwa semua ini masih belum berakhir, Darren. Aku sama sekali tidak mengerti apa alasan kamu selalu mendominasi di antara hubungan kita akan tetapi, aku tidak ingin ada yang tersakiti..." ucap Natalie. Darren mengangkat alisnya sebelah, "Aku tidak tau kamu ingin berbicara tentang apa. Namun, jika membicarakan tentang hal kemaren aku tidak akan setuju. Keputusan itu tidak bisa didiskusikan lagi dan aku tidak ingin membicarakannya lagi!!" tegas Darren sekali lagi. "Aku akan pergi mandi. Kita akan berpamitan dan bersiaplah!" perintah Darren kepada istrinya akan tetapi, Natalie harus mencari alasan untuk menolak a
Setelah Natalie membereskan barang-barangnya dan memastikan tidak ada yang ketinggalan. Dia dibantu dengan pelayan yang membawa kopernya dan koper Darren pun segera ke lantai bawah untuk menemui Darren. Dia sudah siap memakai sweater dan celana panjang sama seperti Natalie akan tetapi, Natalie memakai topi musim dingin berwarna merah. Dia juga mengenakan jas winter warna merah cabai. Sangat cetar di mata Darren. "Kenapa tiba-tiba berubah pikiran, sayang? Aku pikir kamu sedang sakit?" Darren mengangkat alisnya sebelah heran. "Aku sudah merasa lebih baik dan kamu benar tentang kita yang tidak boleh membuang banyak waktu. Aku punya banyak pekerjaan di Indonesia..." keluh Natalie sembari memposisikan badannya di mobil. "Kenapa tidak langsung balik aja ke Bali. Kalau kita berdua punya banyak pekerjaan." saran Darren. "Aku tidak ingin melewatkan sehari saja di Paris. Walaupun ucapanmu tak indah, aku akan tetap menjadi pendengar setia untuk puisimu." Natalie tersenyum tipis memandangi suam
"Bagaimana itu bisa terjadi, Darren?" Natalie duduk di samping suaminya yang terlihat masih risau atas apa yang baru saja terjadi. "Ini hanya soal pengiriman. Kapalnya mengalami kebocoran sehingga menyebabkan produknya tidak bisa diselamatkan." jawab Darren sendu."Lalu bagaimana dengan kapten dan awak kapal?" "Mereka semua selamat karena ada kapal darurat yang disediakan di dalam kapal itu. Jangan khawatir aku akan menyelidiki ini. Kamu jaga diri baik-baik selama di rumah dan jangan pergi kemana-mana!!" tegas Darren memerintahkan istrinya.Natalie yang tidak ingin berdebat dengan suaminya dan tak ingin jika suaminya curiga maka, dia menjadi istri penurut dengan menganggukan kepalanya patuh. Darren juga tak mau banyak bicara karena dia sedang frustasi. Bukan karena kehilangan uang, reputasinya akan hancur jika kecelakaan yang sebenarnya tidak sengaja ini terjadi. Reputasi dan nama baik sangat penting untuk kedua pasangan ini.Jika Natalie bisa berpura-pura bahagia dengan begitu seder
"Jadi, gimana Nat? butuh dokter pribadi gak?" Serena menawarkan diri untuk menjadi dokter pribadi Natalie. "Kamu nih, aku kan sudah dokter. Lagian kalau gak ada kamu yang berlebihan pasti aku sudah pulang. Karena kamu Darren jadi percaya kalau aku butuh istirahat." keluh Natalie menyalahkan Serena karena dia terjebak di tempat ini. Kamar VVIP ini terlihat seperti kamar hotel bintang lima dibanding dengan kamar rumah sakit. Tidak ada bau obat, cuma ada parfum ruangan. Memiliki ruang tamu di sebelah dan ada kamar khusus untuk penunggu di sebelah ruangan. Terdapat tempat makan di balkon dan sofa di sepanjang dekat jendela. Ada televisi di depan mata Natalie akan tetapi, dia sama sekali tidak minat memutarnya meskipun dia bisa menonton apa saja yang dia mau."Gak harus sakit kan, bisa jadi ketika kamu melahirkan gitu misalnya....haha" Serena tertawa kecil. Dia sebenarnya hanya mencoba untuk menghibur bossnya akan tetapi, Natalie masih terlihat tidak sehat dan tidak baik setelah kecelakaa
Vincent tidak ingin dikira pencuri atau penjahat karena teriakan Natalie yang memanggil pengawalnya. Jadi, dia pergi dengan sendirinya tanpa dipaksa keluar oleh pengawal Natalie. Dia kembali memakai topinya yang khas dan keluar dari ruangan Natalie dengan santai. Natalie bernapas lega melihat Vincent keluar. Dia bahkan belum mendengarkan penjelasan Vincent yang entah tentang apa akan tetapi, dia menemukan sebuah kertas kecil yang agak tebal yang sempat dijatuhkan oleh Vincent di ruangannya. Dia mengambil kertas itu dan menemukan kartu nama Vincent Whitemore. Tertulis nama, alamat dan nomernya akan tetapi, tidak tertulis jenis pekerjaan serta tawaran tertentu yang menarik dalam kertas itu. Natalie membalik kertasnya dan menemukan tulisan berbahasa Italia yang jika diterjemahkan berarti "Kamu butuh bantuan saya untuk menyelidiki kasus di Kastil itu." tertulis dengan jelas dan Natalie memaknai artinya lewat internet karena dia tidak begitu mengerti bahasa Italia. Dia menyimpulkan bahw
Darren dan Natalie keluar bersama-sama untuk menemui Elvin di ruang tamu pribadi. Ada dua jenis ruang tamu di rumah Darren. Ruang tamu umum yang berada di depan dengan sofa dan kursi yang disusun rapi memanjang dengan meja untuk rapat dan ruang tamu pribadi yang ada di belakang serta memiliki taman mini indoor di sebelahnya. "Aku sudah menunggu sejak lama disini." Keluh Elvin karena sudah duduk disana sejak tadi. "Aku menunggu sejak aku telpon kakak. Kemana saja kakak?" tanya Elvin mengintrogasi Darren yang jelas tidak akan digubris apalagi jika ini menyangkut tentang privasi rumah tangga. "Kamu mau apa datang kemari? aku sudah mengatakan setuju untuk besok." Darren duduk bersama dengan istrinya di depan Elvin yang sedang meminum kopi. "Ada beberapa data yang harus kakak periksa dan aku sudah meletakkannya di meja kerja. Aku pikir kita bisa bicara tentang hal itu akan tetapi, aku berubah pikiran." Darren tidak mau banyak membalas ucapan adiknya jadi, dia hanya mengangguk saja. Dia
Darren datang kembali ke kastil milik kakeknya. Dia disambut dan diperlakukan layaknya seorang pewaris. Wajahnya terlihat begitu dingin dan membenci setiap sudut tempat ini. Dia seolah ingat sesuatu tapi, bayangan di pikirannya terus menghilang dan tak jelas. Semakin dia mengingat semakin pusing juga dia rasakan kepalanya terus memutar sehingga dia memutuskan untuk fokus ke depan menghadapi apa yang perlu dia hadapi. Dia masuk ke lantai ketiga sesuai dengan intruksi kakeknya dan ini pertama kali Darren menginjakkan kaki di ruang itu. Dia naik bersama dengan salah seorang pengawal Lincoln akan tetapi, tidak boleh ada yang naik ke atas kecuali Darren sehingga para pengawalnya menunggu di lantai bawah. Darren tidak terkejut melihat ruangan di lantai 3 yang tidak jauh berbeda dengan lantai dua dan pertama. Yang membedakan hanyalah ruangan rapat yang begitu besar dan memiliki kursi yang tersusun di sepanjang ruangan. Darren duduk di salah satu kursi dan di depan meja yang sudah tersaji b