"Ada apa lagi, Nolan?" Natalie berbisik di telpon karena dia tau suaminya tidak akan suka apabila dia masih berhubungan dengan Nolan. "Aku hanya ingin bertanya apa yang harus kita lakukan selanjutnya karena aku masih di Italy dan pestanya masih berlanjut untuk beberapa orang." Natalie terkejut mendengar pernyataan Nolan padahal jelas pestaya sudah dihentikan karena ada pembunuhan Vincent. "Bagaimana pestanya masih berlanjut padahal semua anggota keluarganya sudah pulang ke rumah masing-masing?" Natalie mengernyitkan dahinya karena pestanya seharusnya tidak berlanjut. "Mereka tergabung dalam sebuah organisasi yang bernama 'Carly'. Aku menemukan sebuah cincin di kamar anda waktu itu dan di lingkaran cincin itu tertulis nama 'Carly' sehingga bisa dipastikan itulah nama organisasi mereka yang entah bergerak dalam bidang apa?" jelas Nolan."Jika mereka berkelompok, sudah pasti mereka menjalankan bisnis illegal." Natalie hanya bisa berasumsi akan tetapi, hati kecilnya mengatakan bahwa Ca
Natalie terbangun dan dia dikelilingi oleh para pengawal dan seorang dokter yang sedang menanganinya. "Kenapa dengan saya, dok?" Natalie memijat kepalanya karena dia merasakan sakit kepalanya terlebih setelah dia pingsan. "Congratulation Mrs Carter, you're pregnant!" Natalie tampak tidak terkejut, dia malah lanjut memijat kepalanya dan memposisikan kepalanya agar terasa lebih nyaman. "Aren't you happy with this news?" sang dokter bertanya lagi karena Natalie tidak terlihat begitu senang ketika sang dokter mengucapkan selamat atas kehamilannya. Bagaimana dia bisa senang ketika suaminya saja tiba-tiba menceraikannya tanpa alasan yang jelas. Suaminya kini juga menghilang entah kemana bahkan Natalie tidak bisa menghubungi suaminya, sekarang dia harus senang dengan kabar yang dia sendiri sudah tau sejak beberapa minggu yang lalu?"No, it's not like that. You don't have to come but, thanks. I'm already a doctor." Natalie melemparkan sedikit senyum agar terlihat lebih ramah kepada sang dok
"Aku sudah bertanya, mengapa harus bertanya lagi?" balas Natalie terdengar sendu dan lebih tenang kali ini. Dia juga tak memaksa serta tak menuntut. "Berapa kali aku harus memperingatkan kamu untuk tidak terobsesi pada para pembunuh itu?" Darren mendekat dan menatap istrinya dengan serius."Apakah pernah sekali aku menduakan kamu? Atau apakah aku pernah jatuh cinta kepada para pembunuh itu sehingga kamu mengatakan aku telah terobsesi dengan mereka?" Natalie mengangkat kedua alisnya dan dia masih bersuara dengan tenang meskipun hatinya kini sedang teriris pelan melihat suaminya yang sudah menyakiti hatinya. "Jika ingin bercerai, bercerai saja dan cukup jelaskan alasannya sekali karena aku tidak ingin mendengarnya berulang kali." Darren melangkah lebih dekat dan duduk di depan meja istrinya."Aku hanya ingin melindungi kamu sehingga mereka tidak menganggu kehidupan kamu. Aku tidak ingin melihat kamu mati hanya karena kamu ikut campur dengan urusan mereka." Natalie tertawa mendengar uc
"Kenapa tiba-tiba berubah pikiran?" Natalie duduk di sofa dan bertanya kepada suaminya yang masih berdiri tegak di hadapannya. "Kenapa kamu tidak mengatakan kalau kamu sedang hamil?" Natalie terpaku mendengar pertanyaan itu. Dia heran darimana Darren tau kalau dia sedang hamil padahal dia belum sempat mengatakannya kepada suaminya waktu itu. Bahkan mereka tidak pernah membicarakan soal kehamilan. "Iya dan darimana kamu tau jika aku sedang hamil?" Natalie bertanya yang membuat Darren duduk di samping istrinya dan menatap istrinya sendu. "Gail yang mengatakan kamu mengonsumsi susu kehamilan. Kamu tidak akan melakukan hal itu dengan tidak sengaja, kan?" Darren mencoba untuk menebak apa yang dilakukan oleh istrinya. "Huh, Aku tidak peduli. Jika kamu ingin pergi, pergi saja. Jangan kembali karena anak ini, biarlah dia tidak punya ayah yang sudah menyakiti hati ibunya." Natalie bahkan tak sudi menatap suaminya yang kini terlihat bersedih dan matanya berkaca-kaca karena ucapannya. Namun,
"Tidak ada yang tau. Dia hanya menghilang seperti Doni." jawab Darren. "Seharusnya dia memberikan kita informasi akan tetapi, pekerjaan yang sama juga balasannya sama. Menyebalkan!" ucap Natalie kesal karena kini dia tidak punya mata-mata untuk mendapatkan informasi dari kastil laknat itu. Dia merasa ada banyak kejanggalan di kastil itu sejak dia pertama kali mengunjungi kastil itu. Dibalik tampilan mewah dan megahnya, terdapat rahasia kelam pula di dalamnya. Sayangnya, Natalie tidak bisa memastikan dengan benar bahwa pembunuhnya adalah Lincoln. "Mereka tidak akan berhenti. Jika ada yang mencoba menghentikan mereka maka, mereka akan terbungkam oleh kekuasaan dan kecerdasan mereka. Mungkin ada orang kuat di belakang Lincoln yang mengatur semua ini sehingga pembunhan di kastil itu tidak terungkap. Sebut saja mereka mengkremasi setiap jasad para korban sehingga tidak ada bukti valid bagi polisi untuk mengungkap pembunuhan di kastil itu." ucap Darren."Itu memang benar." Natalie mengang
Natalie mengenakan dress warna hitam yang elegan dan suaminya juga serba hitam kecuali baju hemnya yang berwarna putih. Mereka menghadiri acara makan malam yang diadakan oleh Louis dan Stacy. Meskipun Natalie masih kesal dia tak sengaja bertemu dengan kerabat Doni yang kini menjabat sebagai manajer di butik yang sempat dia dan suaminya kunjungi sebelum pulang ke rumah Darren. Natalie kini menerima permintaan suaminya untuk kembali tinggal bersamanya."Kenapa kebetulan sekali kamu memiliki bukti transfer itu?" tanya Natalie di sepanjang perjalanan menuju ke ruang makan. "Jika kamu berpikir itu sebuah kebetulan, tentu saja itu bukan sebuah kebetulan, Natalie." Natalie mengernyitkan dahinya mendengar jawaban suaminya.Lantas dia bertanya lagi karena penasaran, "Jadi, kamu sudah merencanakan semua ini dan kamu yang membunuh mereka, begitu." Darren berhenti mendengar tuduhan istrinya. "Karena aku tau ini akan terjadi. Siapapun yang ikut campur dalam urusan mereka pasti akan terbunuh." jela
"Kamu mengatakan aku menikah untuk alasan lain. Alasan apa selain menyelamatkan reputasi orangtuaku dan aku?" Karena suaminya sempat terdiam beberapa saat. Dia tak punya pilihan lain selain mengulangi apa yang sempat Darren ucapkan ketika mereka berada di mobil."Karena aku mencintaimu, Natalie. Sejak malam itu sehingga takdir mempertemukan kita dalam pelaminan itu. Bukankah kamu percaya bahwa keajaiban takdir itu ada?" Darren tersenyum manis karena otaknya bekerja di tengah malam."Tentu saja, aku percaya. Takdir tidak pernah salah dan aku beruntung menikah dengan pria yang tulus mencintai aku." Natalie mengelus telapak tangan suaminya seperti biasa. Dia juga menggandeng suaminya untuk pergi ke ranjang dan istirahat karena mereka akan kembali bekerja besok."Aku tidak tau jika selama ini keluarga kita adalah penipu. Aku sangat kecewa sebetulnya mendengar semua itu. Aku merasa mereka tidak menganggap aku ada sehingga mereka harus menyembunyikan semuanya dariku." Gumam Natalie sembari
Darren berangkat dengan jet pribadi bersama dengan Nolan. Dia sudah merencanakan semuanya bersama Nolan. Mereka diundang Lincoln untuk makan malam di kastil Lincoln karena dia ingin mengumumkan hal penting. Tentu saja, hal tersebut bukanlah sebuah kebetulan. Louis telah menghubungi ayahnya dan pembunuhan itu tentu saja bukan rencana Louis melainkan rencana Lincoln yang sudah lelah dengan kehadiran polisi yang ingin menggeledah rumahnya. Darren termenung memikirkan istrinya yang sudah pasti khawatir tentang dirinya. Namun, hidup istri dan anaknya jauh lebih penting ketimbang hidupnya. Dia menatap ke arah jendela dan melupakan satu hal bahwa dia adalah puitis yang hebat. Setiap kata di setiap sajaknya begitu bermakna khususnya untuk istrinya yang sangat menyukai sajaknya. "Ada yang mengatakan lebih baik menjadi pujangga daripada sakit hati karena jatuh cinta." ucap Nolan menghampiri Darren yang sedang menikmati kesendiriannya. "Jatuh cinta dan sakit hati itu adalah hal biasa. Namun,