Sementara di sisi lainnya, seorang asisten dari pria tua misterius mengunjungi kantor Badan Intelijen Nasional lalu memasuki area sel sementara. Ketika mengetahui Charlotte tidak menampakkan dirinya, asisten tersebut melonggarkan ikatan dasinya sambil mengibaskan kerah kemejanya akibat kegerahan.
“Bagaimana tahanan bisa melarikan diri?” tanya asisten geram.
“Saya juga tidak tahu pasti. Ada penyusup yang menerobos tiba-tiba membantu Nona Charlotte melarikan diri dari sini,” jawab ketua tim penyidik.
“Aargghh!! Sistem keamanan di sini sangat payah! Bukankah kalian seharusnya menjaganya dengan ketat! Dia adalah tersangka yang terlibat dalam kecelakaan Pangeran!”
“Maafkan saya.”
“Perlihatkan kepada saya rekaman CCTV saat kejadian!”
“Sangat disayangkan kamera CCTV telah dirusak dulu dan sistem komputer sempat diretas tadi.”
“Tidak berguna! Kalian sudah tidak dibutuhkan lagi! Kalian bisa kembali bekerja seperti biasa!”
Sinar
Seorang pemuda sedang menikmati secangkir teh hangat di halaman belakang rumah khusus kerajaan sambil menikmati pemandangan berada di hutan. Maksud dari di hutan, bukan berarti hutan yang tidak terawat, terlihat seperti di film horror. Namun hutan ini adalah hutan rahasia yang biasanya dijadikan sebagai tempat persembunyian rahasia keluarga kerajaan. Oleh karena itu, pemuda terlihat tampan tersebut merupakan sosok Pangeran yang merupakan korban dari insiden kecelakaan, berhasil selamat dari maut. Sedangkan pemuda lainnya yang diketahui sekretaris Lucas juga selamat bersama Pangeran Gabriel, kini sedang menghampiri Pangeran sambil membawa cangkir tehnya lalu saling duduk berhadapan dengan empat mata. “Bagaimana, Lucas? Bukankah cuaca hari ini terlihat menyejukkan?” “Entah kenapa rasanya kita berdua sedang berada di dunia mimpi. Aku masih tidak menyangka kita selamat dari kecelakaan pesawat.” “Bisa dikatakan ini sebuah keberuntungan,” tutur Gabriel sant
Kini matahari mulai menenggelamkan dirinya, hari sudah mulai gelap, sesuai dengan rencana awal, ketiga serangkai berangkat menuju rumah khusus kerajaan yang terletak di tengah hutan. Alfred menekan tombol starter mobil sambil memanaskan mesin mobilnya, sedangkan Charlotte dan Violet memasukkan barang kebutuhan mereka ke dalam bagasi mobil. “Apakah kebutuhan makananmu sudah cukup?” tanya Charlotte. “Tenang saja, aku membawa banyak makanan, termasuk aku membawa cookies kesukaanmu.” Violet memberikan paper bag untuk Charlotte. “Sepertinya lama-kelamaan aku akan terserang diabetes karena kau selalu memberiku cookies setiap saat.” “Ya sudah, kalau kau tidak mau cookiesnya, biar aku saja yang makan!” Violet merebut kembali paper bag dari genggaman tangan Charlotte, namun Charlotte merebutnya lagi dengan memelototinya tajam. “Siapa bilang aku tidak ingin makan cookiesnya.” “Bukankah tadi ka
Pikiran Charlotte terus terusik akibat mendengar nama sang Pangeran yang dilontarkan dari sahabatnya. Dirinya masih saja tidak bisa tertidur lelap, sibuk melanjutkan membalikkan tubuhnya berkeluh kesah sehingga wajahnya terlihat kusut sekarang. Karena sahabatnya sudah tidur pulas, tidak mungkin ia mengganggu tidurnya mengajak berbincang hanya karena masalah yang dihadapinya. Oleh karena itu, ia memutuskan untuk beranjak dari ranjang, mencari Alfred di kamar sebelah untuk berbincang sejenak dengannya. Ketika Charlotte membuka pintu kamar pelan supaya tidak membangunkan sahabatnya, seseorang sedang menanyakan petugas resepsionis sambil menunjukkan sebuah foto pada layar ponsel. Wajah Charlotte mulai memucat, langsung menutup pintunya pelan dan menarik napasnya panjang. Dirinya sudah mulai ketakutan dan memiliki firasat buruk mengenai hal ini. Dengan sigap Charlotte membangunkan sahabatnya dengan cara menepuk lengannya panik. “Violet, ayo bangunlah!” “As
Seorang pemuda menuruni mobil asing itu, mengangkat kepalanya tegak, melangkahkan kakinya cepat menghampiri mobil Alfred yang terparkir di belakang mobilnya. Reaksi Alfred dan Violet tersentak kaget dan syok memandangi sosok pemuda tampan tersebut adalah Pangeran Gabriel. Bahkan mereka sempat berpikir bahwa mereka sedang berhalusinasi akibat kelelahan. “Bukankah dia…Pangeran Gabriel?” Violet melontarkan pertanyaannya gugup. “Aku melihatnya dengan jelas sekarang. Sudah jelas dia adalah Pangeran,” sahut Alfred matanya terbelalak. “Tapi bagaimana bisa?” “Entahlah, aku akan keluar dulu menyambutnya.” Secara berinisiatif, Alfred melangkah keluar dari mobil menghampiri sang Pangeran sambil menundukkan kepala hormat. “Yang Mulia Pangeran,” sambut Alfred hormat, namun dirinya sedikit gugup sekarang. “Di mana Charlotte?” tanya Gabriel panik. “Nona Charlotte ada di kursi belakang. Saya akan menuntun Yang Mulia sekarang.”
Tangan kanan sang Pangeran menyentuh tangan tunangannya lembut sambil mencium punggung tangannya. Dengan tatapan sendu memandanginya sedang mengalami mimpi buruk, ia mengelus pipinya pelan, secara tidak langsung menenangkannya. Tak lama kemudian, ekspresi wajah Charlotte yang awal mulanya terlihat seperti ketakutan, kini senyuman bahagia kembali terukir pada wajahnya, seperti mengetahui bahwa sang pujaan hati sedang berada di sisinya. Pada akhirnya setelah menunggu selama beberapa jam, Charlotte membuka kedua matanya perlahan, sorot matanya tertuju pada calon suaminya yang sedang duduk di sebelahnya. Ia tersentak kaget, membulatkan matanya sempurna hingga mulutnya terbuka lebar. Terutama mereka sudah berpisah lama, mengingat musibah menimpa kekasihnya beberapa saat lalu sampai sekarang masih menghantuinya, dirinya masih belum sepenuhnya percaya dengan situasi sekarang. Walaupun begitu, penampilan Pangeran masih terlihat menyegarkan dan terawat, hanya ada luka kecil m
Dibalik kemesraan sepasang kekasih yang sudah menganggap diri mereka telah menikah beberapa saat lalu, sebenarnya masih ada tiga orang berada di rumah ini sedang berusaha mendengarkan perbincangannya di depan pintu kamar. Bahkan tangan Violet mulai terasa gatal sambil terus memainkan jari jemarinya, serasa ingin membuka pintunya langsung dan merusak momen kemesraannya. Membayangkan suasana romantis hancur karena kejahilannya, tanpa disadari gelak tawanya sudah seperti setan. “Sepertinya mereka berdua sedang enak-enakkan,” lontar Violet asal bicara. “Benar perkataanmu. Bahkan Pangeran Gabriel tidak biasanya mengurungkan diri di dalam kamar,” sahut Lucas. “Aish, kalian berdua ada-ada saja pemikirannya!” celoteh Alfred menggelengkan kepalanya sambil berkacak pinggang. “Tapi, kau sendiri lihat saja, Charlotte sudah berpisah dengan Gabriel selama seminggu, pasti dia menggunakan kesempatan emas ini sebaik mungkin bersama calon suaminya.” “Pemikiranm
Di tengah perbincangan kekonyolan ketiga orang itu, sontak pintu kamar Pangeran terbuka lebar, sehingga mereka bertiga tersentak kaget dan tubuh mereka terjatuh ke belakang. Gabriel dan Charlotte melangkah keluar dari kamar sambil saling merangkul tangan mesra. Tatapan Charlotte kebingungan memandangi ketiga orang itu yang ambruk sedang mengeluh kesakitan. “Kalian sedang ngapain di sini?” tanya Charlotte penasaran campur bingung. Mendengar suara khas sahabat terbaiknya, secara spontan Violet membangkitkan tubuhnya lincah langsung memeluknya erat hingga napasnya sedikit sesak. “Violet…kau ingin…membunuhku ya.” “Aku sangat takut, Charlotte. Aku takut terjadi sesuatu yang buruk padamu. Apalagi semalam kau tiba-tiba pingsan di hadapanku. Seharusnya aku melindungimu dengan baik.” Air mata Violet terus membanjiri pipinya. “Tapi bukan berarti…kau memelukku seperti membunuhku.” Dengan sigap Violet melepas pelukannya, lalu menyentuh pipi lembut
Saat terjadinya insiden kecelakaan pesawat... Ketika pesawat jet kerajaan semakin tidak stabil dan sedang terjatuh dengan kecepatan tinggi menuju tengah lautan, tubuh Gabriel terombang-ambing menabrak kursi penumpang. Seketika beberapa pengawal sudah tidak sadarkan diri akibat terkena benturan yang sangat kuat, Gabriel menahan tubuhnya dengan memegangi kaki kursi sambil memandangi sosok orang misterius yang sedang duduk santai di sudut ruangan, mengulas senyuman jahatnya. GUBRAKK Terjadi guncangan yang kuat lagi sehingga membuat pandangan Gabriel semakin kabur. Namun orang misterius itu sudah tidak lagi menampakkan diri di hadapan Gabriel. Ia memandangi sekelilingnya, hanya terlihat seluruh pengawalnya sudah mengalami luka parah. Menatap penuh resah dan juga dirinya merasa sedikit tidak memiliki harapan hidup selamat dari maut. Namun, entah kenapa tiba-tiba mengingat janji yang Gabriel telah lontarkan sebelumnya terhadap tunangan tercinta sedang menun