Lita malam ini tak bisa tidur, pikirannya masih saja carut marut atas foto - foto yang tersebar. Ingin percaya namun foto tersebut sudah membuktikan jika Radi benar - benar berselingkuh hingga tidur bersama wanita lain di ranjang.
Tok tok tok! suara ketukan pintu mengejutkan Lita dalam lamunannya. Lita membuka pintunya dan ternyata Candra tengah berada di depan pintu kamarnya. Candra adalah rekan keluarga besar Lita yang cukup kaya. Keinginan keua orang tua Lita adalah menikahkan Lita dengan Candra.
"Candra, ada apa kamu kemari?"
"Kita mengobrol di luar," Lita akhirnya turun dan mengobrol dengan Candra di teras rumahnya. Pembantu rumah tangga menyuguhkan teh untuk mereka berdua.
"Apakah kamu percaya dengan foto itu?" Candra kembali membuka suara saat dirinya sedang bersama Lita. Ingin rasanya Lita tidak menjawabnya namun Lita sendiri ingin bercerita tentang keluhan hatinya yang ia rasakan.
"Entahlah! aku sendiri tak begitu percaya namun itu terlihat begitu nyata," Lita meluapkan rasa kecewanya pada Candra atas foto yang tersebar dan Radit juga tak bisa membuktikan jika dirinya tidak bersalah.
Kesempatan untuk Candra membuat dirinya berkesan pada Lita. Candra memposisikan dirinya layaknya teman curhat karena Candra sendiri memiliki ambisi untuk memiliki Lita. Sejak dulu Candra sangat tergoda dengan kemolekan tubuh Lita namun Candra tidak pernah mampu untuk mengungkapkan rasa cinta pada Lita karena Lita lebih memilih Radit. Lelaki yatim piatu yang hidup sederhana, sehingga Candra frustasi dan lebih suka menawar nafsunya dengan mendatangi wanita malam.
"Lita, aku juga menyayangkan sikap Radit hingga seperti itu. Dia orang yang baik sehingga aku dulu mengalah dengannya. Namun kenyataannya sekarang membuatku sangat terkejut," Candra mulai mendramatisir ucapannya supaya Lita seolah - olah mempercayainya.
"Aku juga Cand. Entah apa yang harus aku lakukan sekarang?" Lita menutup wajahnya dengan kedua tangannya karena menahan kesedihannya.
"Jangan jadikan beban pikiran untukmu, kamu berhak bahagia Lita. Biarkan Radit dengan wanita itu, masa depanmu masih panjang dan kamu juga berhak menentukan kebahagiaanmu dengan siapapun yang kamu inginkan," Lita seakan mendapatkan kesejukan ketika Candra memberikan pencerahan padanya. Saat ini Lita memang butuh orang yang mengerti dengan keinginannya serta solusi yang tepat di saat dirinya sedang terjatuh seperti ini.
Seketikan senyum Candra tersungging, Candra begitu senang ketika melihat ekspresi Lita yang mulai menunjukkan rasa nyaman padanya.
"Kamu yakin aku bisa bahagia tanpa dirinya?" Lita seakan tak mempercayai dirinya sendiri.
"Aku yakin kamu bisa lebih bahagia dari dia, tunjukkan jika kamu memang bisa bahagia tanpa Radit," Lita menatap lekat Candra di sampingnya.
"Aku bersedia membantumu kalau memang aku dibutuhkan," Candra bahkan senang hati menawarkan dirinya untuk ikut andil dalam perpecahan kedua pasangan suami istri yang berada dalam proses perceraian yang diajukan oleh pihak kedua orang tua Lita melalui pengacara keluarganya.
"Sudah malam, aku pulang dulu. Maaf mengganggumu malam - malam begini. Jika perlu sesuatu maka kamu bisa menghubungiku, aku akan selalu ada buatmu," Candra berdiri dan beranjak pergi meninggalkan Lita.
"Candra."
"Iya," Candra berbalik ke arah Lita.
"Terimakasih," ucapan dengan ekspresi yang selama ini diinginkan Candra.
"Sama - sama," Candra menuju ke mobilnya dan melajukan menuju ke kediamannya. Candra tersenyum puas karena sebentar lagi dia akan mendapatkan Lita seutuhnya.
Pak Dodi dan Bu Fatma saling berbisik ketika melihat Lita mulai dengan dekat dengan Candra. Sekarang tinggal merencanakan supaya surat cerai segera keluar tanpa menjalani berbagai sidang karena dikhawatirkan akan membuat Lita dan Radit kembali bersatu.
"Segera atur perceraian mereka berdua, Mas," Bu Fatma menyeringai licik dengan harapannya bisa lepas dari Radit.
"Ya, aku juga ingin segera menyingkirkan Radit. Menantu miskin dan tak mampu membahagiakan anak kita," Pak Dodi ikut menimpali.
Usai kepergian Candra, Lita beranjak ke tempat tidurnya. Merebahkan sejenak tubuhnya yang lelah karena pikiran. Lita mulai bisa terlelap karena Candra sudah memnerikan dukungan serta solusi untuknya. Lita tidak tahu maksud dari Candra di belakangnya.
*
Radit sendiri tak bisa tidur dengan masalah rumah tangganya. Kakek Yusman sebenarnya sudah menyuruh Radit untuk tidur dan tinggal di tempat tinggal Kakek Yusman namun Radit menolak dan lebih senang menunggu Kakek Yusman sembuh dulu baru mau pindah ke kediaman Kakek Yusman.
"Kenapa tak tidur, Nak?" Suara Kakek Yusman mengejutkan Radit yang tengah termenung di sofa.
"Radit tak bisa tidur, Kek."
"Apa yang kamu pikirkan?"
"Radit bingung dengan apa yang terjadi dala kehidupan Radit. Radit semula tidak mendapat restu menikah dengan Lita dan berakhir dengan fitnah yang ditujukan pada Radit. Dan sekarang Kakek meminta Radit untuk menjadi Direktur di perusahaan Kakek," Kakek Yusman hanya tersenyum melihat kegundahan hati Radit.
"Jangan bingung, kamu hanya melakukan apa yang Kakek perintahkan. Untuk masalah jodoh, biarkan mengalir bagaikan air. Jangan terlalu berambisi untuk merebut Lita kembali daripada nantinya menjadi boomerang untukmu!" Kakek Yusman berusaha menghibur dan menenangkan kegundahan Radit.
Keesokan harinya, Deni datang dengan membawa beberapa berkas dan baju ganti untuk Radit.
"Pak Radit, ini baju ganti Pak Radit dan setelah sarapan kita bisa belajar bersama cara memimpin perusahaan Kakek Yusman."
Radit yang semula ragu, mulai menunjukkan keseriusan. Radit segera ke kamar mandi dan mengganti bajunya kemudian sarapan bersama Deni di kantin. Tak banyak yang dibicarakan saat sarapan karena Radit sendiri masih canggung. Rasa percaya dirinya telah hilang sempurna seiring dengan rusaknya rumah tangganya serta pemnerhentian kerja tanpa alasan yang jelas. Usai sarapan, Deni dan Radit kembali ke ruangan Kakek Yusman.
Deni dengan sabar mengajarkan Radit untuk menjadi Direktur beserta cara kerjanya. Radit semula terlihat kesulitan, semakin lama mulai memahami dengan penjelasan Deni. Deni juga meminta Radit untuk menjaga wibawanya di depan karyawan saat bertemu atau bertatapan secara langsung.
"Pak Radit, saya juga ingin merubah model rambut Pak Radit supaya terlihat lebih rapi," Deni mengajak Radit ke sebuah salon terkenal langganan keluarga Kakek Yusman. Deni dan Radit meminta izin terlebih dahulu pada Kakek Yusman ketika akan pergi ke salon.
Deni melajukan mobilnya menuju ke salon tersebut, Radit mendapat perawatan sempurna untuk persiapan menjadi Direktur. Usai dadi salon, Deni mengajak Radit menuju ke sebuah butik ternama dengan barang - barang brand terkenal. Radit ragu untuk memilih barang yang diinginkannya.
"Silahkan Pak Radit memilih," Deni meminta Radit memilih beberapa setelah jas untuknya namun Radit terlihat seperti kebingungan.
Deni melihat keraguan di wajah Radit sehingga Deni terpaksa mengambil beberpaa setelan jas yang cocok dengan tubuh Radit. Deni mencocokkan satu persatu ke badan Radit. Radit hanya diam dengan perlakuan Deni padanya karena Radit yakin jika pilihan Deni adalah yang terbaik.
Selanjutnya, Deni mengajak ke toko arloji, Radit melihat harga arloji sudah merasa ngeri.
"Harga satu arloji sama dengan gaji bulananku, apa nanti gak habis uang yang dibawa Pak Deni?" Radit berpikir jika uang Deni akan habis untuk membelikan perlengkapannya.
"Ada apa Pak Radit?"
"Pak Deni, bisakah kita membeli jam tangan di pinggir jalan yang harganya lima puluh ribuan saja?" Deni tertawa dengan ucapan Radit. Deni bahkan kagum ketika sikap rendah hatinya Radit masih melekat padanya saat ini.
"Masa Direktur pakai jam tangan lima puluh ribuan?" Radit hanya menggaruk tengkuknya yang tak gatak sembari nyengir kuda. Tanpa banyak bicara, Deni mengambil tujuh macam jam tangan yang cocok untuk Radit dan meminta karyawan membungkusnya.
"Pak, itu terlalu banyak loh," Radit tak enak hati ketika Deni membeli tujuh jam tangan untuknya. Usai membayar setelan jas dan jam tangan, Deni kembali mengajak Radit ke toko dompet. Radit hanya menggelengkan kepala ketika melihat harga dompet dengan brand terkenal bisa sampai puluhan juta. Biasanya dirinya hanya menggunakan dompet seharga tiga puluh lima ribuan yang biasanya dia beli di pasar malam. Deni meminta Radit memilih salah satu dompet dan pilihan Radit jatuh pada dompet kulit warna cokelat.
"Belanjaan saya sebanyak ini habis berapa, Pak Deni?" Radit seketik ingin tahu total belanjaan perlengkapannya.
"Masih sedikit Pak Radit, baru mencapai tiga ratus juta," kedua mata Radit seketika terbelalak setelah tahu total semua belanjaan.
"Itu masih sedikit?" Radit hampir tak percaya dengan jawaban Deni.
"Ya, Kakek Yusman memberiku satu miliyar untuk biaya perlengkapan Pak Radit nanti ketika menjadi Direktur," sahut Deni. Deni lanjut mengajak Radit ke toko sepatu dengan brand terkenal.
Radit dan Deni sibuk memilih sepatu yang cocok untuk Radit. Semua sepatu terlihat istimewa karena terbuat dari bahan pilihan serta perawatan yang tepat. Deni mengambil troli dan meminta Radit memilih tujuh pasang sepatu.
"Tujuh pasang sepatu?" Radit semakin bingung dengan pilihan sepatu yang begitu banyak. Radit memasukkan tujuh sepatu kulit yang akan digunakannya saat memimpin perusahaan Kakek Yusman. Deni kemudian membayar sepatu pilihan Radit ke kasir.
Usai berlanja kebutuhan Radit, gegas Deni mengajak Radit makan siang di restoran mewah. Deni memesankan makanan yang biasanya dihidangkan oleh rekan perusahaan sehingga Deni bisa megajarkan tata cara makan jika bersama kolega perusahaan.
"Gunakan pisau dan garpu itu untuk memotong steak." Deni meminta Radit memberi contoh saat memotong daging. Radit begitu kerepotan, biasanya dia makan daging dengan diiris kecil - kecil supaya mudah dimakan namun kali ini disediakan pisau kecil untuk memotong daging steak. Radit sibuk membolak balikkan dagingnya hingga Deni menegurnya.
"Perhatikan saya saat memotong daging ini," Deni memberi contoh saat memotong daging steak dan Radit mulai mengikutinya.
"Jangan sampai terdengar suara pisau beradu dengan piringnya," teguran dari Deni. Radit mulai mencoba kembali sampai benar - benar sesuai yang diharapkan Deni.
"Makan daging aja susah," Radit menggerutu dalam hatinya.
"Pelajaran pertama selesai, Pak. Besok kita lanjut lagi belajar mengenai etika seorang Direktur," Radit sampai terbengong - bengong dengan apa yang dia pelajari mulai hari ini. Terpaksa dia mengiyakan arahan Deni.
Usai belanja, Deni mengantarkan Radit ke kediaman Kakek Yusman. Radit terperangah ketika melihat kediaman Kakek Yusman bak istana yang megah. Beberapa guci antik dan hiasan klasik terpajang di beberapa sudut ruangan. "Pak Radit, mari ikut saja ke ruangan anda," Radit mengekori Deni menuju ke ruangan yang ditunjukkan padanya. Deni mengarah ke sebuah kamar yang cukup besar dan mewah. Lemari serta funiture yang lain tertata begitu rapi didesain dengan warna senada."Kamar ini ukurannya sebesar rumahku," Radit terkagum - kagum dengan ukuran kamarnya. Deni meminta beberapa asisten laki - laki untuk merapikan semua perlengkapan Radit yang sudah dibelinya."Mulai hari ini Pak Radit sudah bisa tinggal disini," Deni meminta semua perlengkapan termasuk baju ganti Radit segera dipersiapkan. Distro langganan keluarga Kakek Yusman segera menyiapkan pakaian ganti seukuran Radit termasuk barang - barang pribadinya.Radit berjalan - jalan mengelilingi sekitar kediaman Kakek Yusman sejenak sembari me
[Surat cerai sudah aku kirimkan ke rumahmu namun tidak ada orang. Aku harap kamu tidak perlu datang supaya cepat selesai. Cukup datang saat ikrar talak saja, Semua bukti sudah masuk ke pengadilan] sebuah nomor tak dikenal masuk ke ponsel Radit. Hampir saja pertahanan Radit luruh seketika saat mendengar gugatan cerai dan bukti palsu sudah diajukan ke pengadilan. Radit hampir tak percaya jika tindakan keluarga Lita sudah sejauh itu."Aku harus kuat, ya aku harus kuat dan tegar tak seperti yang mereka pikirkan." Gumam Radit sembari mengepalkan tangannya.Tok tok tokRadit membuka pintu kamarnya dan terlihat Deni di depan pintu kamarnya. "Pak, kata Kakek Yusman besok Pak Radit diminta ikut saya ke perusahaan. Ada pertemuan penting disana," Radit terkejut dengan kabar tiba - tiba. Rasa tak percaya diri kembali muncul namun dengan sigap, Radit menepisnya dan bersemangat menuju hari esok. Ya, hari dimana orang yang dulunya memandang rendah akan terperangah dengan kedudukannya besok."Baikl
Lita hendak berbelanja ke suatu pusat perbelanjaan dan ketika di perjalanan, Tak sengaja Radit berpapasan dengan Lita. Keduanya saling pandang, rasa benci, emosi dan rindu menjadi satu di kedua bola mata mereka."Permisi." Lita berlalu meninggalkan Radit yang diam membeku menatap sikap dingin Lita padanya. Radit memahami jika suasana hati Lita sedang tidak kondusif sehingga Radit memilih tidak mengejar atau bicara dengan Lita. Radit mengerti jika Lita kalau marah itu artinya dirinya tidak akan bicara sedikitpun pada Radit."Lita." air mata kembali menetes teringat masa lalu, kebahagiaan yang mereka bangun ketika masih berpacaran berakhir menikah dengan restu yang terpaksa orang tua Lita berikan kepada mereka berdua yang berkahir seperti ini. "Sudahlah, ayo kita pergi." Deni mengalihkan pandangan Radit kepada Lita yang mulai menjauh meninggalkan merek berdua.Lita tak kuasa menahan air mata yang mulai mengumpul di pelupuk matanya hingga akhirnya menuju ke toilet untuk membersihkan bek
Radit bangun di sepertiga malam untuk melakukan shalat tahajud. Radit memang sering melakukannya meski tak setiap hari. Radit menumpahkan semua isi hatinya termasuk rasa rindu pada Lita. Rindu yang tak akan ada habisnya, namun kendala dari kedua orang tua yang menjadikan rindu semakin menguar tanpa terobati. Radit memohon ampun atas semua kesalahan yang pernah dilakukannya dan sesekali mendoakan orang - orang di dekatnya agar selalu diberikan kesehatan serta keberkahan rejeki. Rasa syukur tak hentinya dia panjatkan atas semua nikmat yang telah diberikan kepadanya terlebih lagi sekarang ada seseorang yang memuliakannya.Usai dengan shalat tahajudnya, Radit melakukan tadarus sembari menunggu waktu subuh tiba. Radit tergolong sosok lelaki yang taat beragama meski dirinya tidak pernah mengenyam pendidikan di pesantren. Usai shalat subuh, Radit melakukan joging sejenak di halaman kediaman Kakek Yusman. Radit juga membersihkan daun - daun kering yang berguguran supaya halaman menjadi bersih
Pak Dodi dan Bu Fatma mulai menugaskan anak buahnya yang bekerja di perusahaan Kakek Yusman untuk memata - matai dan melaporkan apa yang dikerjakan Radit kepadanya. Pak Dodi seperti kebakaran jenggot saat melihat Radit ternyata lebih jago dan lebih cakap dari yang mereka bayangkan selama ini."Sebentar lagi kalian akan hancur dan perusahaan Om Yusman akan bangkrut. Dan Radit akan menjadi orang yang tertuduh dalam bangkrutnya perusahaan Kakek Yusman." Seringai licik mulai menghiasi bibir Pak Dodi."Iya, kita akan menghancurkan apa yang dilakukan Radit pada perusahaan Om Yusman." seringai licik juga tersungging dari bibir Bu Fatma. Semua rencananya akan dibuat sealami mungkin supaya dianggap murni kesalahan Radit dalam perencanaan sebuah proyek yang akan dijalankan Radit.Radit mulai membuat rancangan proyek yang lebih baik dibantu Deni. Radit lebih suka membuat sendiri sebuah karya dari pada memakai jasa arsitek karena Radit sendiri pernah kursus dalam sebuah penerapan aplikasi desain
Keesokan paginya, Kakek Yusman mendapat telepon dari salah satu rivalnya bernama Toni mengenai jiplakan karya yang ditampilkan Radit tempo hari. Kakek Yusman hanya tersenyum menanggapi rivalnya yang suka buat kerusuhan di perusahaannya. Kakek Yusman meminta rivalnya untuk bertemu di perusahaanya."Ada apa, Kek?" Radit melihat wajah Kakek Yusman awalanya terkejut namun tersenyum."Apa ada masalah?" Deni ikut menimpali saat melihat ekspresi Kakek Yusman."Sesuai prediksimu, Radit. Pihak Dodi sudah merencanakan semuanya dan kamu sudah mengatasinya sebelum pembangunan dilaksanakan. Dia akan ke perusahaan pagi ini." Radit terkejut dengan rencana yang dijalankan Bu Fatma dan Pak Dodi.Deni dan Radit sudah mempersiapkan semuanya untuk melawan salah satu rival Kakek Yusman yang telah dihasut oleh pihak Pak Dodi. Radit berencana akan memberikan suatu kejutan untuk mereka yang telah mengganggu perusahaan Kakek Yusman. Usai sarapan, Deni, Radit dan Kakek Yusman gegas menuju ke kantor. semua kary
Deni mengajak Radit ke sebuah lokasi tepatnya di rooftop untuk melepas penat. Rencana awal akan membeli sebuah dasi di sebuah galeri namun tak sengaja menyaksikan pemandangan yang membuatnya sakit. Radit menyangka jika Lita memang sudah berpaling darinya sesuai yang diharapkan keluarganya."Bagaimana kita ke rooftop sebentar, Pak Radit? di sana kita bisa santai sejenak sembari memainkan bowling yang lokasinya berada di area rooftop," Tanpa pikir panjang, Radit mengikuti saran Deni. Deni dan Radit menuju ke rooftop untuk melepas rasa panas di hati sembari memainkan permainan bowling.Radit mengikuti arahan permainan sesuai arahan Deni. Radit begitu semangat sekali ketika permainan bowling ternyata mudah di lakukan. Deni tersenyum lega ketika Radit mulai menikmati permainan bowling hingga puas. Deni sebelumnya sudah menghubungi Kalek Yusman atas apa yang terjadi pada Radit saat ini termasuk sedang bermain untuk sekedar melepas rasa emosi di hatinya.Candra sengaja mengajak Lita berlama
Candra mengusap kepala Lita yang bersandar di bahunya. Rasa bahagia karena sebentar lagi akan memiliki Lita menjadi pendamping hidupnya. Candra melajukan mobilnya menuju ke kediaman Lita, senyum licik karena berhasil membuat Lita membenci Radit.Sesampai di kediaman keluarga Lita, Lita segera berlalu meninggalkan Candra yang sedang mengobrol dengan Ayahnya. Lita menangis karena kecewa atas kebenaran perselingkuhan Radit. Apalagi sekarang Radit ikut membantu Kakek Yusman mengerjakan proyek yang sangat besar."Kau sombong, Radit. Aku kecewa sudah mengenalmu," Lita merobek foto Radit dan membuangnya ke tempat sampah. Bu Fatma yang melihat perilaku anaknya yang mulai membenci Radit semakin senang karena sebentar lagi rencananya menikahkan Lita dengan Candra akan berhasil.Bu Fatma tersenyum puas saat Lita juga membuang semua yang berhubungan dengan Radit."Apa yang terjadi, Nak?" Bu Fatma pura - pura tidak mengerti dengan masalah Lita padahal Candra sudah memberitahunya sejak awal. "Tern