Gaun berwarna merah dengan model tali spaghetti membalut indah tubuh Jasmine. Rambut cokelatnya tergerai sempurna. Riasan bold di wajahnya semakin membuatnya begitu indah, anggun, dan elegan. Sayangnya, raut wajah Jasmine tidaklah cerah dan bahagia. Malam ini Jasmine harus ikut hadir dijamuan makan malam. Benar-benar menyebalkan! Dia tak ingin hadir di acara jamuan makan malam itu, tapi dia tak memiliki pilihan lain. Jelena dan kedua orang tuanya bisa marah jika sampai dirinya beralasan tak hadir. Pun Jasmine sudah berjanji akan datang.“Jasmine, kau sudah siap belum?” Jelena menatap Jasmine, lalu seketika matanya melebar kagum. “Oh, My god! Kau cantik sekali.”Jasmine tersenyum samar. “Kau berlebihan. Kau jauh lebih cantik, Jelena.”Jelena menggeleng. “No, no. Malam ini kau sangat cantik. Kau cantik dan seksi.”“Kalau begitu kita sama-sama cantik.” Jasmine kembali melukiskan senyuman. “Gaunmu indah. Xavier pasti menyukai penampilanmu.”Jelena mengangguk dengan raur wajah riang. “Ini
“Jasmine, sepertinya Dave menyukaimu.”Jelena berkata di kala dia bersama adik dan juga orang tuanya tiba di rumah. Dia langsung mengutarakan apa yang tadi dia lihat selama makan malam berlangsung. Terlihat jelas bagaimana Dave mengagumi adiknya itu.“Jelena, kau jangan berbicara konyol.” Jasmine melepaskan heels-nya, membalas ucapan Jelena.Johan menggeleng-gelengkan kepalanya. “Jelena, kau kan tahu adikmu sudah memiliki kekasih. Kau malau bicara yang aneh-aneh saja.”“Iya, Jelena. Kau jangan bicara aneh-aneh. Jika Bernard dengar, nanti dia bisa salah paham.” Mila memperingati.Jelena terkekeh. “Iya-iya, Mom, Dad. Aku hanya menggoda Jasmine.”“Kami ingin ke kamar. Lebih baik kalian istirahat.” Johan dan Mila mengecup pipi kedua putri mereka—lalu melangkah masuk ke dalam kamar. Jelena menoleh menatap Jasmine. “Tadi aku hanya bercanda. Jangan diambil serius. Andai kau single, pasti aku akan menjodohkanmu dengan Dave. Tapi karena kau sudah memiliki Bernard, nanti aku akan mencarikan t
Jasmine terpaksa harus izin demi bisa mengantarkan Jelena. Untungnya, Direktur Utama di perusahaannya tidak pernah mempersulit dirinya. Bagi sang Direktur Utama adalah segala urusan pekerjaan selasai dengan baik. Pendapatan perusahaan selalu meningkat. Di mana keberadaan Jasmine tak peduli, asalkan perusahaan selalu mendapatkan pendapatkan yang besar. “Jasmine, hari ini kau pulang cepat?” tanya Ivy melihat Jasmine sudah bergegas ingin pulang.Jasmine mengangguk. “Ya, Ivy. Aku ingin mengatar Jelena ke mall. Kalau ada pekerjaan tertunda, tolong kau letakan saja dokumen pekerjaan di atas meja kerjaku. Besok aku akan periksa.”Ivy tersenyum samar. “Baiklah, Jasmine. Jangan mencemaskan pekerjaan.”Jasmine membalas senyuman Ivy. Detik selanjutnya, dia melangkah pergi meninggalkan temannya itu—menuju halaman parkir. Wanita itu ingin segera menemui Jelena, lalu segera pulang. Dia berharap bisa pulang cepat, agar bisa istirahat.Di halaman parkir, langkah kaki Jasmine terhenti melihat Bernard
Xavier mondar-mandir tidak jelas di depan ruang pemeriksaan. Embusan napas kasar bercampur dengan umpatan. Dia merutuki dirinya yang terlambat menyelamatkan Jasmine. Jika saja dia tahu Bernard seorang pengecut, dia akan menyeret secara paksa Jasmine agar bisa keluar dari kebakaran mall.Jasmine memang sudah tidak waras. Wanita itu berkorban menyelamatkan orang lain, tanpa pikir panjang tentang dirinya sendiri. Dia bahkan tak memedulikan nyawanya sendiri. Itu yang sejak tadi membuat emosi dalam diri Xavier terpancing.Xavier menyugarkan rambutnya seraya memejamkan mata berat. Benaknya memikirkan keadaan Jasmine yang masih diperiksa oleh dokter. Entah kenapa dokter lama sekali memeriksa keadaan Jasmine.“Xavier?” Jelena berlari di koridor rumah sakit, dan berjalan cepat menghampiri sang kekasih yang menunggu di depan ruang rawat. Dia tidak hanya sendiri saja, tapi ada Bernard yang pastinya khawatir tentang kondisi Jasmine.Xavier mengalihkan pandangannya, menatap Jelena yang datang bers
Raut wajah Jasmine berubah mendengar apa yang Jelena katakan. Xavier menggendongnya di hadapan kakaknya dan kekaksihnya? What the hell! Pria itu benar-benar sudah kehilangan akal sehatnya.“J-Jelena, aku yakin Xavier khawatir padaku, karena aku ini adik iparnya.” Jasmine segera menjelaskan. Ya Tuhan! Jasmine takut sekali kalau Jelena salah paham. Hal gila Xavier menggendongnya di hadapan kakaknya sendiri, dan juga kekasihnya.Jasmine yakin pastinya ada sesuatu hal terbesit di dalam pikiran Jelena tentang dirinya dan Xavier. Namun, Jasmine tak membiarkan itu sampai terjadi. Dia tak akan pernah membiarkan Jelena tahu tentang dirinya dan Xavier.Jelena membelai pipi Jasmine dengan lembut. “Iya, Jasmine. Aku tahu itu. Ya sudah, kau istirahat dulu. Aku harus menghubungi Mom dan Dad. Mereka harus tahu tentang kondisimu.”“Jelena, apa lebih baik kau tidak usah beri tahu Mom dan Dad?” pinta Jasmine.Jujur, Jasmine lebih memilih kedua orang tuanya tidak tahu akan kondisinya. Pasalnya, dia tak
Johan dan Mila terkejut bukan main mendengar kabar dari Jelena, bahwa Jasmine dirawat di rumah sakit. Mereka langsung mendatangi rumah sakit melihat keadaan putri bungsu mereka. Meskipun kabar Jasmine saat ini baik-baik saja, tetap mereka sangat khawatir.Seperti saat ini. Di kala Johan dan Mila tiba di rumah sakit, hal yang mereka lakukan adalah memberikan pelukan erat pada anak mereka. Pelukan erat hingga membuat napas Jasmine menjadi benar-benar sesak.“Mom, Dad, kalian bisa membunuhku jika memelukku seperti ini.” Jasmine merasa kesulitan bernapas.“Oh, Tuhan. Maaf, Sayang. Mommy dan Daddy tidak bermaksud melukaimu.” Mila bersuara, bersamaan dengan Johan melepaskan pelukan.Jasmine tersenyum lembut. “Aku baik-baik saja, Mom. Tadi dokter juga sudah memeriksaku. Dokter bilang aku sudah boleh pulang. Kalian tidak perlu khawatir. Aku baik-baik saja.”Sebelumnya, Dokter sudah memeriksa kondisi Jasmine. Dokter pun telah mengizinkan Jasmine untuk pulang. Karena memang kondisi wanita itu b
*Jasmine, maafkan aku. Aku tidak bermaksud meninggalkanmu. Aku berusaha keluar dari gedung untuk mencari bantuan. Sayang, kau tahu, kan? Aku sangat mencintaimu. Aku bahkan tidak bisa hidup tanpamu. Aku mohon jangan terus menerus mendiamiku seperti ini. Aku sangat tersiksa, Jasmine.* Pesan singkat yang tertuliskan dari Bernard, membuat Jasmine terdiam sejenak. Wanita itu cantik baru bangun tidur—dan sudah mendapatkan pesan dari Bernard. Pesan yang berisikan ucapan maaaf.Jasmine memang masih mendiamkan Bernard. Lebih tepatnya, hatinya masih enggan untuk berbicara dengan Bernard. Entah kenapa lubuk hatinya terdalam—menolak bicara dengan kekasihnya itu.Hal yang tak mungkin Jasmine lupakan adalah kejadian di mana Bernard berlari meninggalkannya seorang diri. Dia tidak marah. Kala itu dia berpikir bahwa pasti Bernard ingin masih hidup di dunia ini. Namun, segala pemikirannya berubah, akan tindakan Xavier.Jasmine tidak lupa bagaimana Xavier menerobos api besar demi menyelamatkannya. Bahk
Satu minggu Jasmine mendiamkan Bernard. Pesan ataupun panggilan telepon telah diabaikannya. Dia tidak bermaksud membandingkan. Akan tetapi, faktanya Xavier jauh lebih berani berkorban daripada Bernard. Itu yang selalu muncul di dalam benaknya.“Shit! Kenapa malah aku memikirkan pria berengsek itu!” geram Jasmine kesal pada dirinya sendiri. Suara ketukan pintu terdengar…“Masuk!” seru Jasmine meminta orang yang mengetuk pintu kamarnya, untuk masuk ke dalam. Dia masih belum kembali bekerja. Dia mengambil cuti panjang, sejak kejadian kebakaran di mall tempo hari.“Sayang, apa Mommy mengganggumu?” Mila menghampiri Jasmine, lalu duduk di samping putrinya.Jasmine tersenyum sambil menatap ibunya. “Tidak, Mom. Kau sama sekali tidak menggangguku.”“Kau masih marah pada Bernard?” tanya Mila seraya menatap hangat putrinya. Wanita paruh baya itu sudah tahu tentang masalah Bernard yang meninggalkan Jasmine. Dia tidak bisa menyalahkan Bernard sepenuhnya, karena waktu itu Bernard sudah mengajak pu