“Tuan, Anda mendapatkan undangan dari Larison Group. Perusahaan di mana Nona Jasmine bekerja juga mendapatkan undangan dari Larison Group. Jadwal undangan pesta jamuan makan malam adalah lusa. Apakah Anda berkenan untuk hadir?” Iram melaporkan pada Xavier yang baru saja tiba di penthouse. Sudah sejak tadi, Iram menunggu Xavier kembali.“Luxe London Beauty Co, mendapatkan undangan daru Larison Group?” ulang Xavier memastikan seraya duduk di sofa. Dia menggerakkan tangannya—memberikan isyarat pada pelayan—untuk membawakan minuman beralkohol.Tak selang lama, pelayan mengantarkan sebotol wine dan gelas berkaki tinggi. Pelayan sudah tahu, apa yang menjadi kesukaan Tuannya. Xavier meminum perlahan wine—dan tampak berpikir sejenak.Iram menganggukkan kepalanya. “Benar, Tuan. Pun saya dengar yang mewakili Luxe London Beauty Co adalah Nona Jasmine.”Xavier terdiam mendengar apa yang Iram katakan. Dia tampak berpikir, mengambil keputusan. Ada rasa janggal, karena biasanya Lux London Beautu Co,
Jasmine harus datang ke pesta seorang diri. Dia mengajak Ivy, tapi malah Ivy sedang berkencan dengan pria yang dia temui di aplikasi dating. Pun dia sudah mengajak Jelena, tapi Jelena sibuk mengurus cabang salon yang ada masalah. Dia tak bisa memaksa, karena memang Jelena ada masalah.Jasmine tampil cantik malam itu. Gaun berwarna emerald dengan model kemben, menyempurnakan penampilan Jasmine. Rambut panjang terjuntai indah menutupi punggung telanjangnya. Make-up flawless menyempurnakan wajahnya. Beberapa tamu undangan menyapa Jasmine, dan tentu wanita itu menyambut para tamu undangan yang menyapanya. Berada di bidang marketing dan penjualanan, membuat Jasmine harus menjadi sosok yang ramah pada semua orang.Tak sedikit orang yang memuji penampilan Jasmine. Wanita itu tampak sangat cantik. Pujian bagi Jasmine hanyalah basa-basi. Wanita itu hanya menanggapi dengan senyuman samar—dan tak terlalu menanggapi serius.Jasmine duduk di posisi sedikit jauh, demi tidak terlalu menjadi pusat p
Xavier bergeming di tempatnya, belum sama sekali bergerak. Sepasang iris matanya memancarakan kekhawatiran dan kecemasan nyata. Hanya saja, dia mengingat bahwa apa yang ada di dalam pikirannya, tak boleh diungkapkan pada CEO dari Larison Group.“Oh, begitu. Baiklah, Tuan Larison. Aku ingin ke toilet sebentar.” Xavier segera berpamitan pada Jack Larison. Hatinya sudah tak tenang, seakan ada tanda bahaya—yang mengancam.Jack Larison tersenyum hangat. “Ya, silakan Tuan Coldwell. Aku pun ingin menyambut para tamu undangan lain. Nikmati pesta ini. Terima kasih sudah datang.”Xavier tetap membalas senyuman dari Jack Larison. Lantas, dia segera menyingkir dari kumpulan banyak tamu undangan, dan segera menghubungi sang asisten, “Buka CCTV pesta Larison Group. Temukan keberadaan Jasmine! Aku hanya memberikan waktu padamu sepuluh menit!”Xavier menutup panggilan telepon itu, dia mengumpat kasar. Hatinya berkata bahwa Terjadi sesuatu pada Jasmine. Dalam hati, jika benar Bernard berani berbuat ma
Bibir basah Bernard mengecupi bibir dan leher Jasmine. Tangannya membelai lembut payudara Jasmine. Dosis obat yang diberikan Bernard pada Jasmine begitu tinggi, membuatnya tidak berdaya sama sekali.Tubuh Jasmine sangat indah. Bernard memuja keindahan tubuh sang kekasih. Sudah sejak lama dia menginginkan ini. Namun, setiap kali dia meminta selalu tak pernah diberikan. Sekarang dia akan meminta, meski dengan cara licik.Jasmine hanya miliknya. Bernard ingin menjadikan Jasmine miliknya seorang. Cara ini pasti mampu membuat Jasmine memaafkannya, dan kembali padanya. Dia tidak akan pernah membiarkan Jasmine dimiliki oleh pria lain.Bernard menindih tubuh Jasmine, hendak ingin melepas gaun yang dipakai oleh Jasmine. Namun tiba-tiba …BrakkkPintu kamar hotel terdobrak sangat keras. Sontak, Bernard terkejut di kala pintu kamar hotelnya terdobrak. Tampak raut wajah Bernard berubah melihat Xavier berdiri di ambang pintu.Mata Xavier menyalang tajam penuh amarah melihat Jasmine terbaring di ra
Mata Jasmine mengerjap beberapa kali di kala merasakan sinar matahari menyentuh wajahnya. Perlahan mata Jasmine terbuka—dia menyipitkan matanya ketika sinar matahari menyentuh wajahnya. Dia sedikit bergeser menghindari sinar matahari itu.Lalu … di waktu yang sama, Jasmine mengendarkan pandangannya ke sekitar—melihat dirinya berada di dalam kamar hotel yang sangat asing. Tunggu! Di mana ini? Kenapa dirinya ada di sini? Jutaan hal muncul dalam benaknya. “Kau sudah bangun?” Suara berat, masuk ke dalam kamar, mendekat ke arah Jasmine.Mata dan bibir Jasmine melebar melihat Xavier hanya memakai celana training panjang, dan bertelanjang dada. “K-kau … k-kau kenapa di sini?”“Kau lupa tentang tadi malam?” Xavier mendekat.“T-tadi malam? A-ada apa dengan tadi malam?” Raut wajah Jasmine berubah di kala mendengar ucapan Xavier. Debar jantungnya berpacu kencang seolah ingin melompat dari tempatnya.Napas Jasmine sedikit memburu. Kepingan memorinya teringat akan sesuatu hal yaitu dirinya dijeba
#Flashback OnLangkah kaki Jasmine gontai melangkah keluar dari gedung apartemen Xavier. Mata sembab menunjukkan kerapuhannya dan putus asa. Gadis cantik itu tampak sangat pucat. Hidup Jasmine seolah ingin berhenti di sini.Xavier meninggalkannya …Xavier membuangnya ….Xavier pergi dari hidupnya …Semua kalimat itu muncul dalam benaknya. Jasmine merasa seperti boneka yang tidak layak lagi ada di dunia ini. Semua telah usai. Kisah cintanya dengan Xavier secara paksa diminta untuk selesai.Sinar matahari begitu terik berada di bawah Jasmine. Kepala gadis itu terasa sangat berat. Matanya berkunang-kunang. Pun dia mulai merasakan sakit di perut bagian bawahnya. Dalam hitungan detik—Jasmine terjatuh tak sadarkan diri tepat di area lobby apartemen Xavier.Security di area lobby terkejut melihat ada seorang gadis cantik pingsan. Mereka berbondong-bondong menyelamatkan Jasmine—dan menghubungi rumah sakit untuk menjemput Jasmine.Belum ada yang berani menghubungi pihak keluarga. Para security
PranggSecangkir kopi susu hangat yang baru saja dibuat oleh Jelena, tanpa sengaja jatuh ke lantai. Tangan Jelena terpeleset—hingga membuat cangkir itu terjatuh—dan pecahannya bercampur dengan kopi susu memenuhi lantai.“Astaga, aku ceroboh sekali.” Jelena menghela napas kasar.“Nona?” Pelayan muncul, di kala mendengar suara pecahan gelas. Jelena menatap sang pelayan yang bermaksud ingin membantunya. “Aku bisa sendiri. Kau kerjakan yang lain. Biar aku membersihkan kopi susu ini.”“Nona, apa tidak saya saja yang membersihkan lantai?” tanya sang pelayan sopan.Jelena menggelengkan kepalanya. “Aku saja. Aku yang ceroboh. Aku yang bertanggung jawab. Kau pergilah. Kerjakan pekerjaanmu yang lain.”“Baik, Nona. Jika Anda membutuhkan saya, Anda bisa memangil saya.”“Ya, jangan khawatir. Pergilah. Selesaikan pekerjaanmu yang lain.”Pelayan itu menundukkan kepalanya, lalu pamit undur diri dari hadapan Jelena.Jelena mengumpulkan perlahan pecahan beling yang berserakan di lantai, tetapi tiba-ti
Suara dering ponsel berbunyi. Jelena yang tak sengaja tertidur di sofa kamarnya langsung membuka mata, dan mengambil ponselnya yang ada di atas meja. Dia pikir yang menghubunginya adalah Xavier atau Jasmine, rupanya yang menghubunginya adalah asisten pribadinya. Tanpa pikir panjang, Jelena menjawab panggilan itu.“Halo?” sapa Jelena kala panggilan terhubung.“Selamat siang, Nona Jelena. Maaf mengganggu Anda,” ucap sang asisten dari seberang sana.“Ada apa? Apa ada masalah di salon?”“Begini, Nona, ada beberapa dokumen yang harus Anda tanda tangani. Apa hari ini Anda bisa ke salon?” “Bisa. Aku akan ke sana. Tunggulah.”“Baik, Nona. Terima kasih.” Jelena menutup panggilan teleponnya. Wanita cantik itu terdiam sejenak. Pesannya untuk Jasmine dan Xavier, tidak ada satu pun yang dijawab. Entah kenapa Jasmine dan Xavier menghilang di waktu yang bersamaan.“Astaga, Jelena. Kau ini berpikir apa.” Jelena menepuk keningnya, merutuki dirinya yang bodoh, karena sudah berpikir macam-macam. Deti