Lizie masih berdiri di lingkungan yang sama, di depan orang-orang yang juga masih sama, tapi rasanya seperti tiba-tiba ditarik ke dalam lobang dimensi yang berbeda dan diputar ulang. Kali ini mereka semua memberi senyum kepadanya dan mungkin jika Lizie tersandung hingga terjungkal sekalipun tidak akan ada lagi yang berani menyinggungnya.
Sky mengajak Lizie menghampiri Jeremy Loghan dan istrinya.
"Itu tadi sangat mengesankan," puji Geby untuk Lizie, dan kau juga sangat cantik.
"AKu tahu ini karena siapa," Lizie balas memuji pilihan gaunnya yang memang cantik.
"Aku serius kau terlihat luar biasa." Geby kembali menilai gadis muda di depannya dan tidak luput ikut memperhatikan cara Sky menggenggam tangan Lizie.
YUK VOTE DAN KOMEN BIAR SEMANGAT UP NYA
"Aku masih ingat semuanya, Sayang, semua detailnya." Lizie benar-benar jijik mendapati tubuhnya di pandangi dengan cara seperti itu. "Apa maumu?" Lizie langsung waspada menanggapi seringai jahat dan licik dari senyum Mark. Dengan santai pria itu mengeluarkan kartu nama dari kantongnya. "Simpan dulu nomorku, karena sepertinya ada yang sedang mencarimu." Pria itu mengedikkan pandanganya ke arah Sky yang memang sedang terlihat bertanya pada beberapa tamu untuk mencari Lizie. Jantung Lizie berdegup semakin kencang begitu melihat Sky. "Jangan lupa segera hubungi aku setelah nanti kalian sampai di rumah," pesan Mark sebelum kemudian berjalan pergi sambil memberi isyarat jari telunjukn
Sky terus mencumbu ke sekujur tubuh Lizie, tapi kali ini posisi Sky sudah berada di atas tubuh Lizie yang bergeliat lembut, hangat, dan penuh gairah. Seharusnya Sky tidak berbuat demikian namun desakan napas lembut Lizie membuat Sky ikut luluh untuk hancur bersama gairah gadis mudanya. "Sky...." Lize meraih rambut di kepala Sky dan mencengkeramnya dengan erat tapi juga tidak ingin pria itu berhenti meskipun pinggulnya sudah terangkat kaku berdenyut-denyut. Rasanya seperti lelehan dosa yang sangat tidak beradap, bagaimana Lizie membiarkan Sky berbuat seperti itu. Mereka memang pria dan wanita yang tinggal bersama dan hanya berdua tapi bukan berarti mereka boleh seperi ini. Sky mencumbu Lizie sampai lemas dan tidak berdaya, memberinya beberapa klimaks meskipun tanpa melakukan penetrasi.
"Sekali lagi aku ingin memastikan kau sudah mengirim foto kepada Mark apa belum?" "Belum, aku belum mengirimnya." Lizie buru-buru menggeleng setelah tadi sempat syok cukup lama. "Bagus lah, sekarang tenangkan dirimu dulu. Aku sudah tahu siapa di balik semua itu dan aku juga tahu siapa yang bisa membantu kita." Geby menyentuh bahu Lizie untuk memberikan kepercayaan padanya. "Jeremy akan membantu kita." Geby yakin itu semua pasti ulah Victor pria penjilat yang kemarin dia usir dari hadapan suaminya. "Dengarkan aku, Lizie..." Geby bicara pelan-pelan, " kau harus tenang jangan sampai Sky curiga dan aku bersumpah Sky tidak perlu tahu mengenai semua hal ini, kau cukup percaya padaku."
"Sudah kuingatkan, pertimbangkan putra tampanmu," sinis Celine ketika mendapati ibunya baru masuk ke kamarnya. "Kita sama-sama butuh uang itu untuk survive tapi kau hanya duduk-duduk menyepelekan masalahmu!" Kesal Vivian dengan tingkah putrinya. Bahkan kemarin Celine juga tidak bergeming sama sekali dari tempat duduknya ketika menyaksikan ibunya dipermalukan di depan semua orang. Celine memang kurang perduli dengan semua akal licik Victor yang sudah seperti iblis laki-laki di belakang ibunya. "Berhentilah mendengarkan laki-laki tidak berguna itu!" tegas Celine yang selama ini juga tidak pernah menyukai Victor berada di sekitar ibunya. "Dia berada di pihak kita!" tegas Vivian. "B
Lizie benar-benar tidak tahu apa masalah Geby dan suaminya karena selama ini yang Lizie lihat mereka baik-bai saja. Tapi apapun itu sepertinya masalah mereka memang tidak main-main dan Lizie tidak mau ikut menambah masalah lagi bagi mereka. Nampaknya kali ini Lizie harus bisa menyelesaikan masalahnya sendiri. Walaupun masih sangat takut dan cemas luar biasa Lizie kembali berjalan pulang. "Kau dari mana?" sambut Sky begitu Lizie masuk ke dalam rumah. "Mencari Geby," jawab gadis itu ketika berhenti di depan Sky. "Mark mengundang kita untuk makan malam." Lizie berusaha tetap terlihat santai meskipun mendengar nama Mark disebut saja tengkuknya sudah merinding.
Lizie sedang mengayun sepedanya buru-buru karena dia sudah terlambat, David pasti sudah menunggunya. Semua karena tadi mata Lizie masih sembab jadi dia belum berani keluar rumah. Lizie sudah terlalu banyak menangis hari ini dan jadi semakin cengeng akhir-akhir ini. Tapi Jika bukan karena hal itu mungkin Sky juga tidak akan mengijinkannya bertemu David. Sky paham Lizie butuh lingkungan baru selain dirinya karena semua tekatnya hanya akan jadi omong kosong jika faktanya dia hanya ingin menyimpan gadis itu untuk dirinya sendiri. Kira-kira sekitar seratus meter dari area parkir Gin Beach tiba -tiba sebuah mobil sport dengan atap terbuka menyelipnya dan berhenti tepat beberapa meter di depan roda sepedanya. "Apa sekarang kau juga mengikutiku!" tuduh Lizie sama sekali bukan pertanyaan untuk Mark yang baru turun dari mobilnya.
Lizie buru-buru naik dari sisi kolam yang lain tapi Mark juga segera mengejar dan mencekal lengannya. "Hentikan, Mark!" Lizie menyentak lengannya. "Sky!" teriak Lizie sambil berlari ke dalam rumah "Sky!" Gadis itu semakin panik. "Sudah kubilang dia tidak ada." Mark berjalan tenang mengikutinya masuk ke dalam rumah dan menutup pintu. "Apa maumu!" teriak Lizie sudah sangat waspada dan sadar jika dirinya dalam bahaya. Mark langsung mengejar dan menangkapnya, mendorong Lizie ke dinding dan mencekal dagunya dengan kasar. "Lepaskan brengsek!" Lizie mengumpat karena pria kotor itu
Setelah Lizie cukup tenang Sky menunjukkan rekaman video yang diberikan Tobias Harlot. Video saat ibunya berteriak-teriak seperti wanita sinting yang ingin mencakar Mark sampai kemudian beberapa pria bertubuh tinggi besar menyeretnya keluar dan seketika tidak terdengar suara teriakan lagi. Sudah beberapa hari Lizie berulang-ulang menyaksikan video tersebut tanpa bicara apa-apa. Sky juga mulai khawatir jika gadis itu hanya diam seperti itu. Karena seharusnya dia menangis atau marah. "Kenapa aku selalu bertemu orang jahat?" tanya Lize masih sambil memperhatikan layar ponselnya. "Karena kau tidak tahu jika mereka jahat," jawab Sky yang baru meletakkan cup coklat panas di depan Lizie. "Apa tidak ada yang lebih keras?" sarkas Lizie ketika mendongak pada Sky yang masih berdiri di de