Tanpa diminta Kevin berjalan ke arah sebuah grand piano, membuka tutup, dan mulai memainkan sebuah lagu. Cathy tak paham kenapa Kevin memainkan piano, padahal situasi sedang tegang antara dirinya dan Grace.
Semua tamu undangan terhanyut dan mulai turun ke lantai dansa bersama pasangan masing-masing.
Grace menerima sebuah paper bag berisi barang yang dimintanya dari Vanes, dipakainya toe-shoes tersebut. Kemudian dia menarik rambut panjangnya ke atas, mengikat, lalu menyanggulnya. Cathy tak mengerti apa yang akan dilakukan Grace saat itu.
“Kau siap, Van?” tanya Grace.
“As always, Princess!” seru Vanes tak sabar menunggu yang akan dilakukan Grace. Alunan lagu romantis yang dibawakan Kevin seketika berubah menjadi lagu lain. Kevin memainkan komposer lagu dari Tchaikovsky, yang biasa dimainkan ketika pertunjukkan balet Swan Lake.
Grace melepas bagian bawah gaun hitamnya, dan semua orang tak menyangka di balik gaun panjang itu ada sebuah rok tutu be
“Kau gila. Kita keluar darimana?” “Aku, Ethan, Mark, dan Vanes akan menghadapi bodyguard-bodyguard suruhan ayahku. Kevin kau bawa Grace naik ke lantai paling atas, bawa dia ke helipad. Helikopter pribadiku beserta orang kepercayaanku ada di sana menunggu,” kata Edward sembari berbisik pada Kevin dan dijawab dengan sebuah anggukkan. Grace menatap Edward dengan tatapan tak percaya, dia pikir Edward sudah tak peduli. Tak disangkanya justru Edward datang di detik-detik terakhir. Grace berlari bersama Kevin sementara keempat orang itu menghalau para bodyguard bertubuh kekar. Kevin membawa Grace melalui pintu darurat, tanpa berhenti terus berlari dan berlari. Dilihatnya Grace sudah sangat lelah dengan napas tersengal-sengal masih berusaha menapaki anak tangga. Tanpa banyak bicara dia mengangkat tubuh Grace ke depan dada dan membawanya naik ke atap hotel, ke tempat yang diminta Edward. “Kau—“ “Aku masih kuat, santai saja.” Keempat pem
Timothy menurunkan keenam orang itu di pantai, lalu setelahnya dia pergi meninggalkan mereka. Edward menggendong tubuh Grace, rupanya gadis itu benar-benar lelah dan tak sadar kalau sudah tiba di South Haven. “Aku penasaran, apa yang akan dilakukan ayah dan ibu untuk menjauhkan kita dari Grace,” ujar Ethan tiba-tiba sebelum memasuki lobby resort. Setelah ini pasti akan banyak kejutan yang diberikan kedua orang tua kakak beradik itu. “Aku tak mau memikirkannya. Saat ini yang ada di dalam pikiranku hanya tantangan yang kau berikan padaku, Ethan. Kau tahu dengan jelas, aku akan melakukan apa pun demi Grace. Aku tak mau kehilangannya!” “Kalau begitu, tantangan ini akan tetap kau teruskan? Kau tahu berarti segala konsekuensi yang akan kau hadapi jika kau gagal?” “Kenapa kau begitu bersikeras untuk mendapatkan Grace, Ethan?” Ethan menghentikan langkahnya saat Edward bertanya. Ethan merasa inilah saat yang tepat untuk mengatakan apa yang telah dirasa
“Masih juga sulit mengatakannya?!” “Sebenarnya apa maumu!” “Katakan perasaanmu, tolol! Aku sudah berjuang melawan kedua orangtuamu, dan mulutmu masih terkunci seperti ini! Apa perlu aku memintamu meniduriku dengan paksa supaya kau bisa mengatakannya, hah!” Grace bangkit berdiri dan berbalik mendorong tubuh Edward sekuat tenaga, hingga Edward terempas jatuh terlentang di atas tempat tidur. Grace naik ke tubuh Edward dan duduk di atas dada Edward. Grace menaikkan satu alisnya, “Apa perlu aku memperkosamu, hah!” “Eh—“ “Buka bajumu!” perintah Grace. “G-Grace, kau gila!” “Buka!” Edward meronta di bawah Grace. Entah darimana Grace mendapatkan kekuatan untuk melumpuhkannya, dia benar-benar tak bisa melawan ketika Grace memintanya melepaskan kemeja. Grace menahan Edward yang hendak bangun dengan tangannya. “Kalau kau berani bangkit dari tempat tidur, kau lihat apa yang bisa kulakukan. Aku sudah kesal dengan keto
Kedua orang dewasa yang seperti anak kecil itu saling mendiamkan diri. Edward tak berbicara, matanya sibuk menatap layar handphone melihat siaran langsung dari berita yang meliput acara pertunangan yang diadakan ibunya. Jam sudah menunjukkan pukul tiga pagi. Grace sendiri duduk agak menjauh dari Edward, bibirnya sibuk mengisap sebatang rokok. Sesekali dia menarik napas, kemudian mendesah dalam keputusasaan. Begitu sulit menebak isi kepala Edward, dia hanya ingin mendengar dari mulut Edward sendiri tanpa harus menerka-nerka. Edward bilang dia adalah miliknya, kalimat yang terasa ambigu bagi Grace. Grace masuk ke dalam kamar, dia meraih handphone yang berada di atas meja. “Kau mau apa?” tanya Edward tiba-tiba masuk ke dalam kamar “Aku mau kembali ke Detroit,” jawab Grace singkat tanpa melihat ke arah Edward. Tangannya dengan cepat meraih kenop pintu, dan berjalan melangkah keluar kamar. Edward tak sempat mencegah Grace, dengan tergopoh-gopoh dik
Edward mengangguk, matanya seakan memohon pada Ethan untuk bisa menemukan Grace. Kenapa dia harus mendapatkan serangan bertubi-tubi dalam beberapa hari ini, bahkan otaknya tak dibiarkan beristirahat untuk berpikir sedikit pun. Tanpa berpikir lebih panjang, Ethan berlari keluar resort menuju mobil, dan langsung melaju kencang. Perasaan panik dirasakan demikian oleh Vanes, Mark, dan Kevin. Mereka tak mau sampai terjadi sesuatu pada Grace. Sekarang semua media massa juga stasiun televisi sedang saling berkompetisi menghadirkan berita terhangat yang mereka dapatkan kemarin malam. Grace pasti menjadi yang paling disorot dan mungkin bisa membahayakannya. Sepanjang perjalanan Ethan terus berpikir ke mana Grace tadi pagi pergi, kenapa dia bisa tak ada di rumah, mematikan semua hubungan komunikasi. Apa mungkin Cathy mendapatkannya? “Apa mungkin ibuku mendapatkan Grace?” ujarnya sendiri sambil berusaha menghubungi seseorang untuk meminta bantuan. “Hallo
“Lima belas menuju ke lokasi itu. Apa Anda ingin jalan sekarang?” “Ya tentu saja. Kau pikir harus menunggu lagi?” “Apa Anda yakin Grace ada di sana?” “Yakin. Untuk apa mereka ke gedung terbengkalai itu?” “Baiklah. Kita jalan sekarang.” Sesampainya Edward dan ketiga kawannya di rumah, bukan sambutan hangat yang diterimanya. Beberapa anak buah Mr. Jason menyambut Edward di depan pintu dan langsung mengunci pergerakan Edward, mereka langsung menyekap Edward dari belakang, Edward tak sempat memberi perlawanan. “Ed!” teriak Vanes melihat beberapa anak buah Mr. Jason memiting kedua tangan Edward ke belakang dan memperlakukannya seperti tahanan. Seorang pria bertubuh besar menahan Vanes untuk tak maju mendekati Edward. Mr. Jason muncul dari arah ruang baca, dengan wajah penuh kemenangan dia tersenyum. “Sudah cukup main-mainnya, Edward. Mulai hari ini kau tak kuijinkan pergi keluar. Kau diam di dalam kamar sampai aku melepaskan
“Jason,” panggil Cathy pada suaminya yang berdiri di depan pintu kamar Edward. “Ada apa?” “Edward. Aku—“ “Kau merasa iba?” “Bukan begitu, tapi aku seorang ibu. Ini kedua kalinya aku harus menyaksikan kejadian seperti ini yang terulang kembali. Aku takut Edward berbuat nekat,” ujar Cathy pelan. Wajahnya menunjukkan sebuah kecemasan dari seorang ibu. “Sudah pernah kukatakan, aku tak ingin memiliki putera yang membangkang. Biar mereka rasakan sendiri akibat perbuatannya,” jawab Mr. Jason dingin. Kemudian dia berlalu dan meninggalkan Cathy seorang diri di depan pintu kamar Edward. Edward mencakari pintu yang membuatnya tersiksa, sesekali dipukulnya, tak luput kepalanya ikut menghantam pintu tersebut. Hancur, semuanya sudah hancur. Edward tak bisa berpikir jernih, entah berapa kali kepalanya menghantam pintu dan tembok. Rasanya ingin mati saja. “Jika kalian tak membuka pintu ini dengan segera, kalian tak akan pernah melhatku lagi,”
Semua terdiam melihat Ethan mengarahkan pistol ke pelipis kirinya. Jason mendengus kesal, kemudian menarik tangan Cathy. Cathy mengikuti langkah Jason, keduanya tak mengatakan apa pun.Ethan menurunkan pistol itu, dan meletakkannya di atas meja.“Akan kusuruh Tom membawa kalian ke rumah sakit,” kata Ethan. Dibiarkannya Edward mendekati Grace yang tergolek tak berdaya. Dengan sisa tenaga yang ada, dipeluknya Grace.“Thanks, Ethan,” ujar Edward pelan.“Aku melakukannya bukan untukmu, tapi untuk Grace. Jika kedua orang itu masih juga bersikeras, aku benar-benar akan memecahkan kepalaku,” jawab Ethan dengan berat.Edward sadar, Ethan pun melakukan pengorbanan itu bukan untuk dirinya, tapi untuk satu gadis yang dicintai mereka berdua. Tapi bukan saatnya untuk memperdebatkan masalah perasaan, karena kondisi Grace sudah sangat payah.“Kau mengorbankan dirimu untuk kedua kalinya, untuk gadis yang berbeda,&rd