Marni mengangkat telepon yang masuk ke ponselnya. Ia menyapa seseorang yang jauh diseberang sana. Ternyata itu adalah sang ibu yang menelpon karena senang dikirimi sejumlah uang yang sangat besar dari Marni.
“Marni ini ibu. Terima kasih ya ternyata uang yang kamu kirim banyak sekali. Ini bisa untuk ibu dan nenek hidup satu bulan,” ucap ibu Marni dari sambungan telepon.
“Sama-sama ya bu. Tolong kalau bisa disimpan uangnya untuk memperbaiki rumah atau beli yang bermanfaat. Nanti kan kalau ada wartawan misalnya Marni sudah lolos audisi jadi penyanyi biar nggak malu-maluin,” pinta Marni.
Ibu Marni menyanggupi apa yang dikatakan oleh Marni. Benar juga sudah saatnya untuk merenovasi rumah yang seperti kandang ayam itu. Karena waktu sudah mulai malam Marni meminta ijin kepada ibunya untuk mengakhiri panggilan telepon.
“Ibu sudah waktunya Marni perfotm bernyanyi. Doakan Marni banyak saweran ya. Agar bulan depan bisa mengirim uang yang lebih banyak lagi ke ibu untuk merenofasi rumah,” ijin Marni.
“Baik nak. Ibu doakan agar kamu banyak saweran bulan depan gajiannya banyak. Oh iya jangan lupa ya kalau sudah terkumpul uangnya ikut audisi menyanyi. Supaya mimpi kamu tercapai,” balas ibu Marni.
Marni mengucapkan terima kasih banyak kepada ibunya karena sudah didoakan dengan tulus agar semua mimpinya tercapai. Semoga suatu saat nanti dia beneran bisa mewujudkan cita-citanya menjadi penyanyi yang sering muncul di televisi membanggakan ibunya.
“Marni, ayo segera ke kafe. Beberapa pengunjung menginginkan kamu untuk tampil. Giliran kamu setelah Tania muncul ya,” pinta madam Gisel.
“Baik madam. Saya akan selesaikan make up saya dahulu agar lebih cantik.” balas Marni sambil mengoleskan lipstik merah cabe di bibir indahnya.
Tania selesai tampil dua lagu malam ini. saweran yang dia dapat banyak sekali. Beberapa orang berlomba untuk dilayani olehnya. Madam Gisel meneriwa tawaran yang tertinggi untuk bisa bermalam dengan Tania. Sekarang giliran Marni yang bernyanyi di atas panggung.
“Selamat malam semua. Ijinkan saya menghibur anda semua dengan suara indah yang saya miliki,” ucap Marni sebelum memulai bernyanyi.
“Cantik sekali. Barang baru yang sangat cantik sekali. Cepatlah bernyanyi aku sudah tidak sabar untuk mendengarmu bernyanyi,” teriak seseorang yang berada di kursi vvip.
Marni mulai bernyanyi memamerkan suara indahnya. Banyak orang terhanyut oleh suaranya. Tak tanggung-tanggung banyak dari pria hidung belang itu menyawer dengan beberapa lembar uang seratus ribuan. Melihat ini madam Gisel sangat senang karena mendapatkan banyak keuntungan.
“Ayo Marni menyanyilah dengan senang, hibur mereka semua yang haus akan hiburan. Aku senang ada kau disini,” ucap madam Gisel melihat begitu banyak uang dihadapannya.
Marni terus bernyanyi sekarang dia melekukkan tubuhnya, membuat hasrat lelaki yang menontonnya timbul ingin segera menungganginya. Marni menggoyangkan pinggulnya karena menyanyi music dangdut kata orang dangdut kurang lengkap tanpa goyang. Bagaikan sayur tanpa garam tidak ada rasanya. Suara Marni yang merdu. Wajah yang cantik. Ditambah goyangan yang sedikit erotis membuat semua orang tergila-gila padanya. Secara alami gelora asmara pada tubuh mereka membara.
“Aku tawar lima juta malam ini untuk bisa menikmatimu,” ucap salah satu pengunjung.
“Temani aku minum saja lima juta seratus ribu,” teriak pengunjung yang lain.
Mereka saling berebut dan mengucapkan harga tertinggi untuk mendapatkan Marni malam ini. Pesona Marni memang tiada duanya. Seorang penyanyi yang perfect yang pernah Madam Gisel temui. Ia berharap kedatangan Marni membuat usahanya semakin maju.
“Apakah ada yang menawar lebih tinggai lagi para tuan-tuan? Aku akan memberikan kepada penawar tertinggi!” seru madam Gisel senang.
“Aku tujuh juta rupiah tapi aku ingin bermain di hotel yang mewah. Aku ingin membawanya keluar kafe,” ucap seorang yang sepertinya seorang pengusaha kaya.
Akhirnya pria itu yang beruntung bisa dilayani Marni malam ini. Hari ini adalah malam kedua yang harus dilalui Marni untuk melayani seorang pria hidung belang selepas bernyanyi. Walaupun hatinya tidak ingin melakukan itu. Tapi apalah daya dia sudah terjerumus kedalam lembah hitam ini demi menjadi tulang punggung keluarganya.
“Badanku rasanya lemas karena orang tua itu semalam bermain dengan tenaga yang kuat. Kalau tahu akan seperti ini aku memilih untuk kabur,” gumam Marni pada pagi hari saat bangun tidur.
“Kau sudah bangun sayang. Ayo temani aku sarapan setelah itu aku akan mengantarmu pulang ke rumah madam Gisel,” ajak pria paruh baya tersebut.
Marni hanya mengangguk menaminya makan lalu diantar pulang ke tempatnya bekerja sebagai penyanyi sekaligus wanita penghibur. Selanjutnya Marni tidur lagi di kasur empuknya.
***
“Alhamdulilah mak Marni sudah kirim uang. Ia bekerja sebagai penyanyi kafe di ibu kota. Mengikuti audisi itu ‘kan membutuhkan banyak biaya misalnya penginapan atau makan. Jadi sambil menunggu ada audisi penyanyi Marni bekerja sebagai penyanyi kafe,” ucap ibu Marni kepada nenek Marni.
“Syukurlah kalau seperti itu. Aku doakan Marni diberikan kelancaran dalam mencari penghasilan untuk hidupnya,” balas nenek Marni.
Hari itu juga ibu Marni membelanjakan uang kiriman Marni. Beliau selalu menceritakan kalau anaknya sebentar lagi akan menjadi penyanyi terkenal di ibukota. Sekarang dia bekerja dulu menjadi penyanyi kafe untuk mendapatkan uang tambahan.
“Suara Marni itu ‘kan merdu bu. Siapa tahu dari penyanyi kafe bisa masuk dapur rekaman. Iya to bu,” ucap ibu Marni kepada tetangganya.
“Amin bu. Semoga Marni bisa menggapai mimpinya menjadi artis ibukota,” balas tetangga Marni.
Ibu Marni begitu bahagia menerima sejumlah uang kiriman dari Marni yang begitu banyak buatnya. Tidak pernah ibu Marni memegang uang sampai jutaan. Kalaupun itu pernah untuk membayar uang sekolah Marni.
“Alhamdulilah anakku sudah bekerja di ibu kota dan mendapatkan gaji yang besar. Ini gaji pertamanya bu dikirim ke saya,” ucap ibu Marni kepada setiap orang yang ditemuinya.
“Bagus dong bu. Kalau bisa menyanyi mah di ibukota langsung tenar ya,” balas tetangga Marni.
“Iya anak saya itu sudah cantik suaranya merdu pasti banyak yang nyawer jika di ibukota,” imbuh ibu Marni sambil tertawa.
Ibu Marni begitu bahagia menceritakan diberi uang Marni kepada semua tetangga yang ditemuinya. Ceritanya diulang-ulang sampai orang bosen mendengarnya. Yah namanya juga lagi bahagia semua orang harus lihat apa yang dirasakan.
“Nduk jangan sesumbar begitu dikirimi uang anak. Bahagia boleh tapi jangan sampai kebablasan ya,” tegur nenek Marni.
“Iya bu. Saya seneng banget memegang uang banyak seperti ini. kalau dulu pegang uang banyak untuk bayar sekolah Marni sekarang buat aku sendiri ya allah aku bahagia sekali,” ucap ibu Marni.
Ibu Marni melanjutkan menyuci baju milik tetangga. Memang pekerjaannya adalah tukang cuci baju dan buruh gosok jika ada tetangga yang memintanya. Beliau tidak tahu jika uang banyak itu adalah tips untuknya dari pria hidung belang yang menggauli tubuh anak gadisnya. Bagaimana jika ibunya tahu kalau Marni mendapatkan uang dari hasil menjajakan suara serta tubuhnya.
“Marni bangunlah. Kamu harus segera pijat lulur dan melakukan serangkaian perawatan tubuh sekarang,” ucap madam Gisel membangunkan Marni.
“Perawatan tubuh. Memangnya perlu madam, untuk apa aku harus melakukan perawatan tubuh. Apakah Tania juga akan melakukan perawatan tubuh juga?” tanya Marni sambil mengucek matanya.
Madam Gisel menjawab Tania melakukan perawatan tubuh seminggu dua kali. Tapi malam ini dia tidak melakukan hal itu karena tidak melayani tamu vip. Madam Gisel tidak mau menunda waktu lagi. Ia menggandeng Marni untuk segera melakukan perawatan di sebuah spa khusus untuk pegawainya.“Tidak ada waktu lagi untuk menjelaskan Marni. Ayo segera percantik dirimu!” seru Madam Gisel.“Tunggu Madam aku saja bangun tidur. Kepalaku jadi pusing jika madam memaksaku untuk segera bangun,” ucap Marni.Madam Gisel tidak mengindahkan permintaan Marni. Ia tetap menggandeng Marni menuju tempat spa. Pikiran madam Gisel adalah ketika sudah melakukan spa semua pusing itu akan hilang dan Marni akan menjadi fresh kembali.“Berikan aku terapis yang berkualitas untuk melayani Marni. Malam ini ada tamu vip yang ingin dilayani olehnya!” seru madam Gisel.“Mari silahkan masuk kamar nomor empat. Biar saya yang melayani nona
Madam Gisel menggelengkan kepalanya. Ia tidak butuh bantuan Marni maupun Tania. Madam Gisel langsung berpaling membuka pintu untuk meninggalkan mereka berdua yang sedang melakukan senam kebugaran."Tidak usah sayang-sayangku ini bukan urusan pekerjaan jadi kalian tidak usah membantu, teruskan saja latihan kebugaran kalian jangan lupa senam kegel ya bagus untuk aset berharga kalian," ucap madam Gisel sambil tertawa."Kalau begitu baiklah madam kami akan segera melanjutkan senam kebugaran kami," jawab Marni dan Tania.Madam Gisel sudah pergi menjauh dari kamar Marni. Ia duduk di sebuah gazebo menikmati semilir angin serta beberapa makanan di sebuah meja kecil disana.Ia mengeluarkan ponselnya untuk menghubungi seseorang raut wajahnya tampak berbinar bahagia mengubungi seseorang."Hallo madam, gadis yang aku bawa tidak kabur atau membuat masalah 'kan? Aku tidak punya uang untuk mengembalikan semua uangmu karena uang yang madam beri sudah aku habiskan
Jodi masih kesal karena tidak ada gadis bernama Marni itu. Apa sih keistimewaan dari ruangan yang ia tempati saat ini selain menikmati bir sambil mendenagrkan wanita cantik bernyanyi dan bisa memberikan saweran.Tak lama kemuadian mata Jodi terbelalak melihat pesona gadis yang begitu menggoda yang masuk ruangan dan naik diatas panggung untuk bernyanyi. Suasana biasa menjadi luar biasa. Gaya elegan sedikit centil memaki dress warna merah kebanggakannya belahan gaun yang memperlihatkan paha mulusnya ditambah suara yang khas dan merdu membuat Jodi tak berhenti memuji gadis yang menggoda itu."Apakah dia adalah Marni gadis yang aku bawa dari desa waktu itu. Sekarang dia sudah berubah penampilannya menjadi gadis ibu kota bak sosialita," gumam Jodi."Tuan muda, saya diutus nyonya besar untuk mengawasi anda. Takutnya anda membuat kegaduhan di ruangan ini," ucap seseorang yang berperawakan besar lengkap dengan baju serba hitamnya.Jodi menggertakkan giginya
Tania menghela nafasnya, waktu itu dia juga sama seperti Marni saat ada senior baik yang akan meninggalkan dunia gelap ini untuk menikah. Ia paham betul apa yang dirasakan Marni saat ini. Tania memeluk Marni meyakinkan semuanya akan baik-baik saja. Kelak Marni juga akan menemukan seorang pangeran tampan yang akan mengeluarkannya dari lembah hitam ini."Marni tenanglah. Aku memang akan pergi dari sini. Kau masih bisa bertemu denganku karena aku masih tinggal di kota ini," ucap Tania menghibur Marni."Tapi kenapa hatiku menjadi resah ketika mendengar kau akan keluar dari lembah hitam ini?" ucap Marni.Tania tersenyum karena Marni akan kehilangan sosok yang mampu membuatnya nyaman dan melindunginya sama seperti Tania waktu dulu."Suatu hari nanti akan ada giliranmu untuk meninggalkan tempat ini," ucap Tania."Tapi masih lama sekali Tania," jawab Marni."Sudah jangan memikirkan hal yang tidak-tidak karena hari ini kita gajian. Aku akan mengantar
Ibunya Marni meyakinkan tetangganya kalau memang anaknya bekerja sebagai penyanyi kafe saja tidak ada sampingannya. Sebenarnya maksud dari tetangganya itu apa sih. Kok curiga banget sama pekerjaan Marni."Maksud ibu-ibu ini apa sih. Anak saya memang pekerjaannya hanya seorang penyanyi kafe. Tidak ada yang lainnya, kalian ini bisa-bisanya berpikr yang macam-macam," ucap ibunya Marni."Ya jelas kami ini berpikir yang tidak-tidak. Jangan pikir kami ini bodoh kalau kirim uang banyak-banyak ke kampung seperti ini emangnya anakmu nggak butuh makan dan biaya hidup. Kamu enak di sini foya-foya. Kalau anakmu di sana mati kelaparan bagaimana?" tanya tetangga Marni ketus.Ibunya Marni meradang bisa-bisanya para tetangganya berucap seperti itu. Padahal waktu dia hidup susah dan hanya mengandalkan uang Marni manggung yang masih tak seberapa itu ia tak pernah mengatakan hal yang menyinggung tetangganya."Kamu kok berkata seperti itu sih bu. Anak-anak kalian yang bekerj
Neneknya Marni tentu saja marah kepada ibu Parni yang ternyata selalu meminta uang kepada Marni. Wanita yang sudah tua itu menasehati ibu Parni seharusnya mengerti akan keadaan anaknya sendiri di kota orang seperti apa. "Bisa jadi anakmu itu disana kelaparan nduk. Kamu itu kok tega banget memang gajinya gede tapi 'kan biaya hidup disana juga mahal. Kamu nggak kasihan sama anakmu hah!" bentak neneknya Marni. "I-ya maafkan aku bu. Tapi aku ini juga ingin menunjukkan ke tetangga kalau anakku juga bisa sukses di kota bu," ucap ibunya Marni. Neneknya Marni menggelengkan kepalanya. Beliau kembali menasahati ibunya Marni yang tak biasa itu. Seharusnya bisa mengayomi anaknya jika menelpon juga bertanya kabar apa pekerjaannya berat atau tidak. Bukannya setiap menelpon meminta uang kalau begini ya jelas tetangga pada kepo kerja jadi penyanyi kafe saja bisa beli ini itu. "Lain kali jangan lakukan lagi kamu harus tahu susahnya anakmu mencari uang di kota besar itu sepe
Meli masih mondar mandir di kamarnya. Ia masih memikirkan cara untuk melakukan rencana jahatnya tanpa ketahuan oleh orang lain."Meli kenapa kamu seperti orang sedang resah seperti itu apakah ada masalah?" tanya Tania yang kebetulan sedang mencari Meli untuk meminta bantuan."Ah kak Tania aku hanya sedang berpikir untuk melatih lagi vokalku agar semakin bagus," balas Meli.Tania menyipitkan matanya kenapa alasan yang dibuat Meli serasa tak masuk akal. Tak biasanya gadis yang hanya mengandalkan goyangan hot ini sampai berpikir latihan olah vokal pada tenaga ahli."Kenapa baru sekarang kamu kepikiran kemarin kemana saja?" tanya Tania sambil melipat tangannya."Kakak Tania aku juga ingin menjadi populer sepertimu juga Marni, aku baru sadar kalau aku harus berlatih vokal," jawab Meli.Tania bukannya memandang rendah Meli. Dari dulu sudah beberapa kali diberikan kesempatan untuk berlatih vokal juga berlatih kepribadianyang menawan. Di tempat usaha m
Meli marah kepada orang yang menabraknya saat berjalan dengan santai. Ia memaki si penabrak itu dan bangun dari jatuhnya. "Punya mata nggak sih kamu itu hah, jalan selebar ini tapi tidak melihat aku sebesar ini," bentak Meli. Plak! Sebuah tamparan mendarat di pipi Meli dengan keras. Ia kaget dan melihat dengan jelas siapa yang ia tabrak barusan. "Apa matamu buta beraninya memaki aku. Kamu kenapa tidak menemani Marni apakah kamu sengaja mengabaikan perintahku?" tanya madam Gisel geram. "Ma-madam maafkan saya. Saya bersalah mada. Saya ketoilet sebentar tadi sekarang saya akan melayani Marni lagi," jawab Meli terbata. Madam Gisel mencngkram kuat dagu Meli dengan tangannya yang gempal itu. Madam memperingatkan Meli untuk tidak mengabaikan perintahnya karena bisa berakibat fatal untuknya. "Jangan buat aku kecewa. Karena kamu itu hanya sampah yang tidak berguna, jika kamu sungguh berguna mungkin sekarang sudah akan mendatangkan keuntungan yang ber