Tak ada lampu penerangan di dalam kamar Chika, hanya pantulan sedikit cahaya dari luar kamar yang membuat pengelihatan keduanya sama-sama terbatas. Padahal, benar-benar sudah lewat dari tengah malam, tapi keduanya masih belum ada niatan untuk memejamkan kedua mata. Yang ada, mereka saling melempar tatapan dengan senyuman manis."Beneran belum mau tidur?" tanya Chika."Belum ngantuk. Kenapa nggak lo aja tidur duluan. Lo harus sekolah," balas Dirga."Bahkan, gue rela nahan pusing,"Dirga tak bisa menyembunyikan senyumannya, lantaran kalimat itu cukup membuatnya tersipu dengan makna dibaliknya. Dia sampai menggigit bibir bawahnya, merasa gemas dengan tingkah dan perilaku Chika. Salah satu tangannya terarah pada pucuk kepala gadis tersebut, memberikan usapan lembut penuh afeksi. Di atas ranjang keduanya saling melempar kasih sayang satu sama lain.Ditengah-tengah kegiatan sederhana itu, Chika meraih tangan Dirga memainkannya dengan kedua tangannya—lantaran tangan Dirga yang besar dan bera
Mendatangi rumah itu untuk kedua kalinya. Dan kali ini Chika datang bersama mereka, bertemu langsung dengan seorang wanita yang tampak terkejut dengan kedatangan ketiganya. Mungkin akan terbiasa saat melihat Dirga dan Dimas, hanya saja terdapat seorang wanita yang tak pernah dia lihat sebelumnya.Chika memasang senyuman tipisnya, dia memang harus bersikap ramah pada wanita tersebut. Bahkan, gadis itu yang lebih dulu menghampiri wanita yang masih terdiam di depan rumahnya. Gadis itu sedikit membungkuk sebagai rasa hormatnya pada wanita yang hampir semumuran dengan ibunya."Sore, tante," sapa Chika lebih dulu."Sore," sapa wanita tersebut tampak ragu.Wajar jika memang wanita itu memberikan respon seperti itu, Chika sendiri juga tak akan menyalahkannya. Terlebih, dia yakin jika wanita itu pasti terasa asing dengannya. Dan tentunya, kesopanan dan keramahannya yang Chika butuhkan untuk membuat wanita itu bisa yakin dengan kedatangan mereka bertiga. Cara ini bukan untuk menipu, tapi meyaki
"Dim, Ga, bercanda, kan?"Manik Chika menatap kedua laki-laki itu secara bergantian setelah beberapa kaleng bir diletakkan di depannya. Gadis itu menelan ludahnya kesulitan, mengerjap beberapa kali dengan perasaan kalang kabut akibat perkataannya sendiri. Bahkan, senyuman canggungnya juga tak membuat Dirga menyingkirkan kaleng-kaleng tersebut. Padahal, tadinya Chika berpikir jika sang kekasih akan memahaminya."Tadi lo yang minta mabuk. Ini udah ada banyak pilihannya. Mau yang mana?" tanya Dimas.Chika semakin tak bisa bersuara, salah satu tangannya tergerak meraih tangan Dirga, berharap laki-laki itu luluh dan membantunya melepaskan diri dari situasi. Namun, sejak kapan Dirga dan Dimas membentuk aliansi untuk menyerangnya? Dirga justru menarik tangannya yang sempat bersinggungan. Membuat Chika hanya bisa menggigit bibir bawahnya.Dimas mengambil salah satu kaleng bir tersebut, dia membukanya hingga terdapat busa yang mulai bertumpahan. Laki-laki itu meletakkannya tepat di depan Chika
Laki-laki itu terlalu ragu untuk pulang ke rumahnya, antara harus benci pada sang ayah, atau takut untuk bertemu dengan kekasihnya. Memang, Dirga masih belum memiliki bukti jelas terhadap foto tersebut dengan dugaannya. Bahkan, dia juga masih belum bisa menuduh sang ayah untuk masalah tersebut.Dirga baru menyadari, kenapa selama ini sang ayah melarangnya untuk balapan. Dia selalu dipaksa untuk belajar soal bisnis. Entahlah, dugaannya terhadap sang ayah membuat pribadi itu menghubungkan banyak hal."Apa ayah juga kenal Papa nya Chika?"Itu adalah pertanyaan yang bercokol di kepala Diega saat ini, seakan menjadi sebuah teka-teki yang harus dia pecahkan sebelum menyimpulkan sesuatu. Dirga khawatir jika sang ayah ternyata ikut berada di dalam permasalahan ini, dimana mereka semua yang menjadi penyebab ayah Chika masuk ke dalam penjara. Lalu, bagaimana juga caranya untuk bertanya pada sang ayah?Lamunan Dirga mendadak terpecahkan ketika Dimas menepuk salah satu pundaknya. Ini sudah lewat t
Pagi-pagi Dirga telah berada di pelataran rumahnya, pribadi itu baru saja tiba setelah bermalam di rumah Dimas. Namun, dia tak benar-benar bermalam ketika foto tersebut malah mengacaukan malamnya. Dia melihat mobil sang ayah terparkir di depan rumah, menandakan jika ayahnya telah pulang dari pekerjaan luar kotanya.Dirga hanya berdiri di sebelah motornya, salah satu tangan memegang tangki bensin bersamaan dia menghela nafas berat. Pun Dirga melangkah masuk ke dalam rumahnya dengan membuka perlahan supaya tak mengganggu kedua orang tuanya. Namun, itu tak sesuai dengan ekspektasi, dimana dia telah mendapati sang ayah duduk di ruang tamu."Percuma," ucapnya lirih.Pribadi itu berdiri dengan kepala yang tertunduk, sengaja menghindari tatapan sang ayah yang tampak tersorot tajam padanya. Mungkin Dirga juga sudah tahu apa yang akan menjadi penyebab ayahnya marah. Dirga tak akan terkejut setelah ini."Mau jadi apa?! Pulang jam segini?!" kata sang ayah.Dirga masih bungkam, dia enggan menyulu
Motor yang baru saja terparkir di depan rumah itu menandakan kepulangan Chika dari sekolahnya. Gadis itu melihat perawakan kekasihnya yang baru saja memasuki rumah. Dia rasa, Dirga selesai memandikan kuda besinya, terlihat jelas dari halaman rumah yang tampak berair dan sabun. Chika hanya tersenyum tipis sebagai reaksi tipisnya.Dia membawa masuk dirinya ke dalam rumah, masih dengan tas yang menggantung di punggungnya. Seperti biasa kamar adalah tujuan utamanya untuk merebahkan punggung. Lantas mengambil ponselnya dari saku rok, membaca pesan yang baru saja dibalah oleh temannya. Iya, pesan berisikan jawaban atas pertanyaannya tadi pagi."Nanyanya tadi pagi, balesnya sore. Dasar Dimas," kata Chika.Kedua maniknya membaca rentetan tulisan yang dikirim oleh Dimas. Hanya sedikit penjelasan yang dikatakan oleh temannya itu. Mungkin memang tak ada sesuatu yang aneh terjadi pada kekasihnya. Namun, saat Chika melihat pesannya pada Dirga tadi pagi, kekasihnya masih belum membalas. Entahlah, C
Sesuai dengan ajakan beberapa hari lalu, Dirga menjemput kekasihnya yang baru saja keluar dari sekolahnya. Ya, memang pada akhirnya mereka menjadi pusat perhatian banyak orang—terlebih pada gadis-gadis yang menjadi penggemar Dirga. Namun, memang tak banyak yang bisa mereka lakukan selain ternganga mendapati pemandangan tersebut.Bersama dengan kuda besi itu, keduanya pergi menuju sebuah pusat perbelanjaan dengan tujuan membali barang-barang yang Dirga butuhkan. Masih ada beberapa minggu, laki-laki itu sengaja menyicil semua persiapannya ditemani dengan sang kekasih yang kini meletakkan dagunya pada salah satu bahu. Tentu saja, hal ini sekalian dijadikan kenangan kecil untuk Dirga pergi nantinya."Sebentar lagi gue ditinggal," kata Chika.Dirga yang baru saja menarik sebuah pintu itu tersenyum tanpa menimpali kalimat gadis tersebut. Dia terus merangkul pundak kekasihnya, menuju sebuah tempat yang menjual banyaknya pakaian tebal. Memasuki tempat tersebut, Dirga sama sekali tak memiliki
Membeli pakaian sudah, dan kini Dirga mengajak kekasihnya untuk menjelajahi toko-toko lainnya di sana. Dirga merangkul pundak Chika yang hanya sebatas bawah dadanya. Keduanya sama-sama memasang senyuman, seakan tak memikirkan sisa waktu yang keduanya miliki. Bahkan, Chika terus menggenggam tangan Dirga yang berada di pundaknya.Walau keduanya tak membeli banyak barang, pasangan tersebut seperti merasakan kebahagiaan yang tak akan ada habisnya. Keduanya juga saling melempar tawa saat melihat atau mendengar sesuatu yang menggelitik. Sungguh, Dirga benar-benar menggunakan waktu saat ini untuk kenangannya bersama Chika—karena dia tak tahu, apa yang akan terjadi besok, atau beberapa hari kedepan."Ayo, kita cari photo booth. Kita buat kenangan juga di sana," ajak Chika.Tentu saja, Dirga hanya menurut kemana kekasihnya itu menarik pergelangan tangannya. Pribadi itu hanya mengikuti setiap perkataan Chika, bahkan sampai gaya untuk berfoto Dirga telah diatur oleh gadis itu. Akan Dirga akui, j