Jam telah menunjukkan pukul 19.07. Itu adalah waktu yang pas untuk menikmati secangkir kopi, apalagi malam ini adalah waktunya begadang.Pak Sutarno dan Pak Budi sedang berada di dalam pos security. Mereka sedang menikmati kopinya sebelum malam semakin larut. Biasanya saat suasana semakin sepi, mereka harus berdiri di belakang gerbang hingga pagi. Tapi terkadang mereka juga mengambil kursi untuk duduk.Perhatian Pak Sutarno teralihkan pada sesuatu yang tampak menyeramkan. Dia meletakkan kopinya, pupilnya mengecil dengan mata yang membelalak. Dia melihat gadis cantik berambut merah dan bergaun putih sedang mendekatinya. Gadis Itu tampak sangat cantik tapi juga menyeramkan. Bisa saja itu bukan manusia, melainkan sebangsa makhluk halus.“Apaan itu?!” ucap Pak Sutarno dengan perasaan panik sekaligus takut.Pak Budi memicingkan matanya. Perlahan kedua matanya membesar saat melihat gadis berambut merah sedang berjalan ke arah mereka.“Ayo, Pak! Cabut! Sebelum dia benar-benar ke sini!
“Akhirnya kau kembali.”Lily menelan salivanya, tubuhnya mulai gemetar. Dia sangat takut Tuan Kendrick akan bertanya perihal tas kulit buaya itu. Perlahan wajahnya menunduk lesu, gadis itu seketika tampak sangat risau.Kendrick sedikit bingung melihat ekspresinya. Pria itu khawatir jika seseorang yang menculik Lily telah memanipulasi pikiran gadis polos itu. Sama seperti yang dia lakukan pada beberapa kerabatnya, hingga sekarang mereka membenci Kendrick.“Lily. Tataplah mataku.”Dengan ragu-ragu, perlahan gadis itu mengangkat wajahnya. Matanya yang besar dan berbinar-binar itu menatap sendu. Kendrick terus memerhatikan mata gadis itu dengan dalam. Dia tak mengerti mengapa ada ketakutan di wajahnya.“Kenapa kau seperti takut padaku? Katakanlah dengan jujur.”Perlahan tatapan gadis itu turun. Kendrick tak mengerti mengaap gadis itu tampak bingung.“Anu ....”“Aku meninggalkan tasku di restoran hotel.”Sorot mata Kendrick langsung mendatar. Padahal dia sudah mengira hal yang t
Kendrick menopang kepalanya dengan tangan kiri sambil memerhatikan Lily. Dia sedang membaca psikologi gadis yang makan dengan lahap itu. Gadis itu sepertinya benar-benar tak diberi makan oleh penculiknya. “Lily,” panggil Kendrick. Gadis polos itu langsung menoleh saat dia melahap makanannya. Dengan mulutnya yang masih penuh, Lily mengangkat alis untuk meresponsnya. Dia menelan makanannya yang berada di mulut. “Kenapa?” Kemudian dia lanjut makan. Pria itu tersenyum karena tingkahnya itu. Sekarang dia menegakkan kepala dengan kedua tangan berada di atas meja. “Kapan terakhir kau makan?” tanya Kendrick dengan nada lembutnya. Dengan mulut yang telah penuh kembali dan sedang mengunyah makanan, Lily menatapnya dengan sinis. Alisnya tampak berkerut, jadi Kendrick meniru ekspresinya itu dengan raut yang lucu. “Kenapa? Apa Tuan melihatku makan seperti tarzan?” Pria itu tak bisa menahan tawanya lagi. Namun, dia mengalihkan wajahnya ke samping dan menutupinya dengan tangan kiri. Menegak
Keluar dari kamar mandi dengan memakai kimono dan handuk di kepalanya. Tubuhnya terasa sangat segar dan bersih, karena dia juga memakai scrub yang tersedia di kamar mandi. Jadi sepertinya Lily telah mandi cukup lama.Menoleh ke jam dinding, ternyata jam telah menunjukkan pukul 20.11. Itu artinya dia mandi hampir satu jam, karena saat dia masuk ke kamar mandi itu masih pukul 19.22. Sekarang dia takut Kendrick akan marah karena telah menunggunya sangat lama.Lily sangat panik, dia memegang kepalanya yang pusing. Dengan cepat dia melangkah ke lemari. Melemparkan kimono dan handuk di kepalanya ke ranjang, dia tak peduli jika mungkin ada seseorang yang tiba-tiba masuk. Dia memakai dalamannya dengan cepat, gadis itu memilih pakaian tidur yang tampak nyaman.Setelah selesai berpakaian, dia pergi ke tempat make up hanya untuk menyisir rambut. Dia tak menyisir terlalu rapi dan langsung pergi begitu saja. Gadis itu melangkah dengan terburu-buru.Saat telah berada di depan kamar Kendrick, pe
“Kau tahu alasan mengapa aku mengunci pintu?” Lily menggeleng, gadis itu melangkah mundur dengan perlahan sesuai dengan langkah Kendrick yang semakin mendekat. “Alasan yang pertama karena aku ingin tahu apa yang kau takutkan dariku.” “Sekarang hentikanlah langkahmu agar aku bisa mendekat.” Mata gadis berambut merah itu mulai berkaca-kaca. Dia menggeleng kembali pada Kendrick. Di belakangnya terasa seperti ada yang menahan hingga dia tak bisa mundur lagi. Menoleh ke belakang, ternyata itu meja kerja Kendrick. Tanpa berbasa-basi lagi, Kendrick meraih tangan gadis itu. “Akh!” “Lepaskan! Lepaskan!” teriak Lily sambil memukul-mukul tangan Kendrick. Bahkan teriakannya itu terdengar sampai ke luar ruangan. Saat itu di luar ruangan ada Liza yang tak sengaja melewati kamar itu. Langkahnya langsung berhenti di depan pintu ketika dia mendengar teriakan itu. “Itu suaranya Lily?” Saat menyadarinya, Liza menutup mulutnya yang ternganga dan matanya sedikit membelalak. “Ngapain mereka di d
“Asalkan ....”“Kau ... tidur di sini.”Tubuh gadis itu tiba-tiba bergetar wajahnya semakin memerah. Kedua sudut bibirnya turun ke bawah, disertai dengan matanya yang berkaca-kaca.Kendrick sudah cukup lelah menahan gadis yang penuh drama itu. Dia menepuk jidatnya sendiri, serta menggelengkan kepalanya dengan mata terpejam. Pria itu menghela nafas berat, saat mendengar gadis itu mengeluarkan suara isakannya. Cara menangisnya tampak seperti bayi.Menghirup nafas dalam-dalam, lalu menghembuskannya perlahan. Kendrick menatap gadis yang menangis itu dengan wajah datar.“Ya sudah. Pergilah.”“Akan kubukakan pintu.”Lily dengan sebelumnya cemberut itu langsung meringis seperti kuda. Dia mengelap air matanya dengan tangan kanan. Raut wajahnya berubah 180 derajat.Tak lama kemudian, dia beranjak dari ranjang. Menunggu di depan pintu, sambil menatap Kendrick yang sedang membuka pintunya.Saat bunyi kunci terbuka itu terdengar, senyum Lily langsung mengembang kembali.“Terima kasih, T
Membaca buku sambil menikmati segelas kopi. Saat itu Lily duduk di jendela, merasakan kesejukan angin yang mengembus dirinya. Dia menoleh ke luar, menikmati keindahan tumbuh-tumbuhan hijau beserta bunga-bunganya yang bermekaran. Mungkin tak seindah di hutan karena itu adalah taman buatan, tapi Lily masih bisa merasakan energi positif dari tumbuh-tumbuhan itu yang membuat dirinya merasa damai.Lily telah membaca buku itu dari jam 6 pagi hingga jam 8 sekarang. Dia telah berhasil membaca setengah dari buku tebal itu. Sebagai hobi Lily yang menjadi bagian dari hidupnya, gadis itu sekarang merasakan kebahagiaannya kembali.Tiba-tiba terpikirkan olehnya tentang keadaan Kendrick. Kemarin malam dia tampaknya tak baik-baik saja. Walaupun Kendrick tak mau mengakuinya, tapi itu terlihat jelas di mata pria itu. Mungkin itu karena Lily terbiasa melihat wajahnya saat depresi, sehingga dia dengan mudahnya menebak seseorang yang depresi dalam sekali lihat.Gadis itu menutup bukunya. Entah kenapa
“Kendrick, kau tahu? Kau ini benar-benar gila!” Gadis itu memukulkan bantal pada paha Kendrick. Bukannya menangkis, dia malah terdiam menikmati pukulan itu.“Tadi jantungku hampir berhenti gara-gara tingkahmu yang tak berguna itu!” Lily kemudian memukulkan bantal pada tubuh Kendrick bagian kiri. Kendrick sedikit menangkisnya, namun matanya terus memandang takjub wajah gadis itu. “Dan apakah kau tahu, Lily? Kamu bahkan semakin cantik saat marah,” ucap pria itu tiba-tiba. Dia tersenyum kagumnya, tatapannya semakin berbinar-binar. Bukannya senang, gadis itu semakin menatap tajam. Tangannya bergerak menggenggam bantal, memukulkannya ke bagian kanan tubuh Kendrick. Tangan kiri pria itu hanya bergerak melindungi wajahnya. Senyumnya sekarang tampak kecut, tentu saja Lily senang dengan hal itu.“Kenapa? Ingin dipukul lagi, hm?” ucap gadis itu dengan mengangkat bantal, bersiap untuk memukulnya lagi.Kendrick menundukkan wajah, sudut bibirnya juga ikut turun hingga rautnya tampak suram.