Menjelang malam. Edgar mendudukkan dirinya di sofa. Dia menonton televisi, tapi tidak benar-benar menonton karena dia justru sibuk menatapi Lolita yang duduk di sampingnya.Lolita balas menatap Edgar. Sedikit tersipu malu, saat terbayang lagi apa yang mereka lakukan seharian ini. Sangat panas dan menggairahkan. Membayangkan lagi membuat pipinya memanas."Om, sudah tidak sakit lagi kan?" tanya Lolita pada Edgar. Dia sedikit khawatir saat sesi bercinta mereka. Edgar sedang sakit, tapi pria itu tampak tak kelelahan saat menggenjot Lolita. Meski, begitu dia takut jika kondisi tubuh Edgar menjadi lebih buruk.Edgar memberikan senyum kecilnya. "Aku sudah sehat. Sangat sehat."Lolita mendesah lega. "Syukurlah kalau Om sudah sehat.""Berarti Om besok sudah bekerja?" tanya Lolita menatap Edgar tanpa berkedip.Edgar menyandarkan punggungnya ke sandaran sofa. "Ya. Ada urusan penting yang harus aku selesaikan di perusahaan. Memangnya kenapa?"Lolita bergeleng. "Tidak apa-apa. Aku hanya ingin tahu
Lolita terus melangkah sambil melihat alamat yang dia tulis di secarik kertas. Dia baru saja turun dari taksi, dan dia kini berjalan menuju pintu gerbang perusahaan Angel Corp milik Jones, untuk bertemu dengan pria itu."Berhenti, Nona!" Dua orang satpam menahan Lolita yang hendak melewati pintu gerbang.Mereka menatap Lolita dengan penuh kritik. "Sepertinya saya baru kali ini melihat Anda. Apa urusan Anda datang ke sini?" tanya salah satu dari mereka dengan tak ramah.Lolita memaksakan senyumnya. Dia menyesal karena memakai pakaian biasa, harusnya dia memakai pakaian yang lebih bagus yang Edgar belikan untuknya. Setidaknya itu bisa membuat dua satpam ini tidak mengiranya seorang penguntit, atau jika lebih parah lagi, mengiranya gelandangan."Aku ingin bertemu dengan Jones," jawab Lolita tanpa memberikan panggilan 'Tuan' sebelum nama Jones disebutkan. Dan itu melanggar sopan santun yang sudah menjadi budaya di perusahaan ini.Dua satpam itu saling bertukar pandang, lalu menyeret Lolit
Edgar menunggu kembalinya Franklin dengan tak sabaran. Dia menjadikan kedua tangannya yang terjalin menjadi satu untuk tumpuan dagunya.Franklin berjalan tegas memasuki ruangan Edgar dengan napas yang masih terengah-engah. Dia baru saja pergi untuk membelikan lima kotak coklat untuk Edgar, tapi dia tadi melihat sesuatu yang mencengangkan ketika melewati perusahaan Angel Corp."Ini, Tuan." Franklin meletakkan lima kotak coklat itu ke meja Edgar. "Anda akan makan semua ini?" tanyanya terheran-heran. Padahal Edgar tak menyukai coklat, tapi tuannya itu justru menyuruhnya membeli coklat sebanyak ini.Edgar bergeleng sambil mendengus kasar. "Tidak. Ini untuk Lolita.""Oh. Ternyata untuk si gadis kecil," balas Franklin mengangguk paham. Dia lalu membuka mulutnya lagi untuk berucap, tapi urung setelah melihat Edgar terlihat bahagia sekarang. Dia tidak mau merusak suasana hati Edgar, hanya karena mengatakan kalau dia tadi melihat Lolita berada di depan perusahaan Angel Corp bersama Jones. Yah
Lolita tak bisa menyurutkan senyumnya. Dia sudah berhasil mendapatkan flashdisknya kembali. Dia juga bertemu dengan Nola yang begitu ramah padanya. Hari ini semuanya berjalan lancar, meski dia sempat harus kejar-kejaran dengan dua orang satpam.Suara pintu yang terbuka menyita perhatian Lolita. Gadis itu terjingkat dari sofa, lalu berlari menyambut Edgar. "Om …." Lolita menampakkan senyum lebarnya. "Mau aku buatkan makan malam?"Edgar menyembunyikan lima kotak coklat di balik tubuh besarnya. Dia mengulas senyum. "Tidak perlu. Aku sudah makan tadi bersama para investor perusahaan."Lolita mengangguk paham. Dia mengernyit melihat ada sesuatu yang Edgar sembunyikan di balik tubuh pria itu."Apa itu, Om?" tanyanya penasaran sambil celingukan ke belakang tubuh Edgar.Edgar mendesah pelan. "Sepertinya aku tidak bisa menyembunyikannya lebih lama lagi darimu," ucapnya menjulurkan lima kotak coklat ke hadapan Lolita."Kau kan menyukainya. Jadi, aku membelinya banyak. Kalau masih kurang, aku b
Ketika hari masih sangat pagi, Lolita keluar dari kamarnya dengan mengendap-endap. Dia bergerak ke dapur untuk membuatkan sarapan Edgar.Lolita berencana membuatkan Edgar sandwich lagi. Sepertinya pria itu lumayan menyukai sandwich buatannya.Lolita mulai menyibukkan diri memasak, tanpa dia sadari Edgar sudah berdiri di belakangnya."Om …." Lolita tak bersuara lagi saat Edgar tiba-tiba memeluknya dari belakang."Kau masak apa, hmm?" tanya Edgar dengan suara serak dan dalam khas orang yang baru saja bangun tidur.Lolita menarik napas terlebih dahulu yang dia keluarkan lagi dengan pelan. Untuk menenangkan degup jantungnya yang mulai berdetak tak beraturan, karena apa yang Edgar lakukan sekarang padanya.Lolita menghentikan gerakan kedua tangannya yang hendak memotong sayuran. Dia membalikkan tubuhnya sehingga berhadapan persis dengan Edgar.Lolita membasahi bibirnya dengan menjilatnya secara sensual. Dia lalu menjawab pertanyaan Edgar dengan setengah mendesah, sengaja menggoda Edgar. Pr
Rapat telah selesai, dan para investor terlihat tak puas dengan keputusan yang Edgar berikan."Tuan, Anda yakin dengan itu?" tanya Franklin meyakinkan sekali lagi. Kegelisahannya sudah lenyap beberapa jam yang lalu. Kini, tertinggal ketegangan yang menjalari tubuhnya."Ya," jawab Edgar singkat dan penuh penekanan.Edgar pada akhirnya memutuskan untuk mengganti konsepnya. Dia memiliki konsep cadangan, meski tidak sebagus konsep utamanya. Tapi, jika dia tetap nekad memakai konsep utama, dia akan mengalami kerugian yang lebih besar.Yang mengherankan adalah bagaimana bisa Jones memiliki ide yang sama persis dengan dirinya. Konsep dan sumber idenya pun juga sama persis. Sungguh aneh. Dipikir lagi, tetap saja mustahil Jones bisa tahu semua konsep yang Edgar miliki tanpa ada orangnya yang memata-matai perusahaan Edgar. Tapi siapa?Edgar menoleh pada asistennya yang setia berdiri di sisinya. "Franklin ….""Iya, Tuan," jawab Franklin langsung."Coba kau selidiki dari mana Jones mendapatkan ko
"Iya, Tuan," jawab Franklin mengiyakan."Bagaimana bisa Jones mendapatkan konsep kita dari Lolita?" Kerutan di dahi Edgar semakin dalam. "Lolita mengembalikan flashdiskku dan dia berkata jika dia menyimpannya di lemari. Mungkinkah dia sudah berbohong?" gumam Edgar bertanya. Tapi, suaranya masih bisa Franklin dengar.Franklin berdeham singkat. "Maaf, Tuan. Saya baru berkata sekarang. Kemarin ketika Anda menyuruh saya membelikan lima kotak coklat untuk gadis kecil, saya tak sengaja melihat gadis kecil berada di depan perusahaan Angel Corp dan dia terlihat berbincang dengan Jones. Saya awalnya berpikir mungkin saja saya salah lihat. Tapi, kalau dikaitkan dengan informasi yang saya dapatkan. Sepertinya itu memang benar gadis kecil yang bersama dengan Jones, Tuan."Edgar mencengkeram kepalan tangannya. "Huh? Padahal aku sudah bersikap baik padanya selama ini. Tapi, ini balasannya?"Franklin berucap pelan, "Lebih baik Anda tanyakan langsung kepada gadis kecil. Agar lebih jelas, Tuan."Tata
Edgar dan Nola kini saling berciuman panas. Tadi, Edgar sudah menghabiskan tiga botol sampanye, tapi suasana hatinya belum juga membaik. Dia perlu pelampiasan yang lain, dan kebetulan ada Nola di sisinya. Wanita itu menggoda Edgar lebih dulu, Edgar kehilangan kendali karena gairah yang membara, lalu keduanya kini saling bercumbu di dalam mobil.Edgar melepaskan ciuman untuk menarik napas, lalu mencium Nola lagi. Ciuman mereka semakin dalam dan liar.Kedua tangan Nola menempel pada dada bidang Edgar. Perlahan turun ke kejantanan pria itu, tapi tangan Edgar menghentikannya."Cukup, Nola. Aku akan pulang sekarang," tukas Edgar membuka pintu mobilnya lebar, menyuruh Nola keluar.Nola hendak menolak, tapi dia akhirnya menurut demi dia tetap terlihat baik di depan Edgar. Meski, sebenarnya dia sangat kesal. Dia dan Edgar hanya berciuman. Nola ingin lebih. Berhubungan badan dengan Edgar, dan membuat pria itu terjerat pesonanya lagi. Sehingga dengan mudah Nola mengendalikannya agar menuruti s