Pagi ini sangat berbeda dengan pagi-pagi yang lain. Biasanya aku terbangun lebih awal dalam keadaan suami belum bangun, kali ini justru Mas Bayu yang bangun terlebih dahulu.
Ketika mataku terbuka, dia sudah duduk di samping kasur sambil tersenyum. Sontak aku kaget, dan memberikan jarak agar berjauhan.
“Selamat pagi, Sayang!” sapanya diiringi senyuman yang lebar. “Nyenyak banget tidurnya.”
Harus aku akui, perjuangan Mas Bayu mendapatkan kata maaf dariku dan merubah kondisi hubungan kami memang luar biasa. Aku ralat, dia memang luar biasa untuk mendapatkan keinginannya.
Dulu, ketika aku belum menyatakan cinta padanya, Mas Bayu selalu berusaha melakukan hal apa pun uang akhirnya membuatku jatuh cinta padanya. Jadi, mungkin sekarang dia akan berusaha sampai hubungan kami membaik.
Namun bagiku, itu semua hanya sia-sia. Kertas yang sudah lecek tidak akan kembali mulus seperti awal. Lagi pula, sekarang sudah hari senin, hari yang aku tunggu.
Aku memang tidak mengetahui garis takdir yang Tuhan berikan. Semua ini aku jalani hanya dengan tekad dan penuh keyakinan kalau semuanya akan berujung bahagia. Namun, kenyataannya tidak seperti keyakinanku.Garis pernikahan yang Tuhan berikan sepertinya akan kandas, akan berhenti sebentar lagi. Semuanya terhenti karena kehendak Tuhan yang memerintahkan Mas Bayu untuk selingkuh.Apakah aku marah? Biar aku tegaskan, siapa yang tidak marah jika suami sendiri selingkuh? Tidak akan ada seorang istri yang tidak marah jika hal itu terjadi.Apakah aku sedih? Biar aku jelaskan, hatiku bukanlah segumpal batu yang tidak merasakan apa-apa. Hatiku teriris melihat mereka yang bermesraan di luar sana sementara aku yang seorang istrinya tidak pernah dia perlakukan seperti itu. Aku sedih, sangat sedih. Jika aku bisa menuliskan skor kesedihan, mungkin nilainya akan tidak terhingga.Hari ini, aku tidak tahu apa yang Mas Bayu rencanakan, dia meminta agar memberinya satu kesem
Aku tidak habis pikir dengan Luna. Seperti tidak ada habis-habisnya dia berbuat jahat kepadaku. Sampai aku bingung, memangnya ada salah apa sampai dia selalu memiliki niat jahat terhadapku?Mencuri Mas Bayu dari dia? Sebelumnya aku mohon maaf, dari awal Mas Bayu yang berusaha agar pernikahan kami berjalan. Dia yang memintaku untuk menerimanya. Jadi, itu bukan termasuk mencuri, kan?Lalu, apa salahku padanya?Sudahlah, hari ini tidak jadi menyenangkan karena perempuan bermulut ular yang bernama Luna. Tadinya aku ingin melepaskan beban pikiran dengan bekerja dan bertemu Aris dan Danu. Namun, setelah dia datang, mood-ku seketika hilang.Lihat saja tadi, mereka berdua yang sedang asyik mencatat seluruh perlengkapan yang dibutuhkan pada saat acara nanti. Sementara aku? Tidak usah ditanya, aku justru menikmati cokelat dingin yang Aris belikan di luar untuk menghilangkan suasana hatiku yang hancur.Kalau begitu, aku sudah menjadi karyawan yang me
Setelah bertemu Mama, aku langsung menuju rumahnya. Dia juga yang mengajakku untuk menginap di rumahnya.Di mobil, banyak topik yang kami bicarakan. Mulai dari bisnis toko roti yang Mama jalankan, juga perusahaan papa yang sedang berkembang pesat, ditambah permasalahan Loli yang sibuk memilih universitas.Saat itu, aku rasanya tidak ingin memikirkan apa-apa selain kebahagiaan bersama Mama. Namun, semakin kami bahagia, semakin muncul pikiran tentang aku yang akan berpisah dengannya.Apakah kami masih bisa berbincang seperti ini lagi nanti? Apakah Mama akan marah padaku karena memilih bercerai? Atau justru Mama tidak pernah mempermasalahkan kami?Sesampainya di depan rumah, kami disambut Loli yang berteriak dari dalam. Astaga, anak itu tidak mengubah sikapnya yang terlalu aktif. Bukan masalah, tetapi dia akan cepat lelah dan akan cepat sakit juga.“Aku habis buat kue kering baru,” katanya.“Kue apa, tuh? Enak apa biasa aja rasanya?” tanya Mama.
“Obrolan kita nggak lagi rahasia sekarang.” Mama menunjuk pintu, ada bayangan di celah bawah pintu. “Buka pintunya sana!” Aku menuruti keinginan Mama untuk membuka pintu. Perlahan-lahan aku tarik pintu agar terbuka. Kemudian, terpampanglah tubuh pria yang sedang berdiri membelakangi pintu. Aku langsung menyeka air mata yang masih membekas. Lalu, aku buka pintu lebar-lebar dan mundur beberapa langkah. “Bayu?” Mama memanggilnya. Mas Bayu membalikkan badannya. Dia juga mengusap wajah dengan lengannya. Kemudian, dia menatapku lekat. Basah, bulu matanya basah. Aku bisa melihat jelas bulu mata dan alisnya yang basah. Apa Mas Bayu juga menangis? Apa dia mendengar semua ceritaku tadi? “Menguping itu nggak baik. Apa yang kamu lakukan di sana?” kata Mama. Mas Bayu tidak mengalihkan pandangannya dariku. Masih sama, dia menatapku seolah kami sudah lama tidak berjumpa. “Kamu udah pulang?” tanyaku dengan nada suara yang serak. “Kenap
Mungkin memang seharusnya aku tidak perlu percaya pada Mas Bayu. Aku tidak perlu mengatakan kalau aku masih mencintainya di depan Mama sampai dia mendengarnya. Hal itu membuatnya semakin besar kepala. Dia bertindak kalau aku berada atas segala kuasanya. Kemudian, dia akan melempar aku lagi ke dalam jurang kesakitan. "Dek!" Aku menoleh, Mas Bayu sedang berlari ke sini. Aku abaikan teriakan dia, aku alihkan tatapan ke jalanan yang sedang ramai. "Kamu mau ke mana?" tanya Mas Bayu setelah sampai di halte. "Nggak usah macem-macem! Ayo aku anter!" Mas Bayu menggenggam pergelangan tanganku. Namun, aku berusaha melepaskannya. Tetap saja, tenaga dia lebih besar. "Lepasin aku, Mas!" pintaku sambil berusaha melepaskannya. "Nggak, aku mau kamu pulang sama aku! Jangan pulang sendirian!" kata Mas Bayu. Dia mulai menarik tanganku agar bisa dia bisa memeluk tubuhku. Dia usapkan tangannya agar aku tenang. Namun, yang t
"Cari Bayu, Kak? Kenapa dia?" tanya Leon.Aku memberikan berkas itu kepada Rio. Dia membacanya perlahan-lahan. Bola matanya bergerak ke kanan dan ke kiri. "Ini berkas untuk lu?"Aku menganggukkan kepala. "Awalnya gue pikir itu berkas cerai kami, tetapi setelah Leon telepon dan gue lihat, ternyata itu bukan sama sekali.""Terus maksudnya dia apa mengambil alih perusahaan ini?" tanya Rio lebih lanjut."Itu ternyata perusahaan punya Luna, atau mungkin milik keluarganya. Kalau dilihat-lihat, perempuan itu seperti nggak punya pekerjaan. Dia bebas berkeliaran ke mana pun setiap hari. Jadi, gue pikir itu milik keluarga.""Maksudnya? Luna itu siapa, Kak?" Rio semakin bingung dengan penjelasanku."Luna itu perempuan selingkuhan Mas Bayu. Dia perempuan yang udah ngerebut Mas Bayu dari gue, Yo. Dia juga perempuan yang hampir menghancurkan hidup gue waktu itu."Rio tidak menjawab ucapanku lagi. Dia mulai mengerti sepertinya. "Oke, kita mau
"Sudah bangun?" tanya Aris. Aku sedang mengusap-ngusap dahi Mas Bayu yang berkeringat. Matanya masih tertutup, dengan napas yang sudah mulai teratur. "Belum, Ris. Dia masih mau tidur kayaknya." "Tadi Aris nggak sengaja ngeliat Bayu di dekat rumah kamu, Cit." Aku menoleh ke belakang. Sejak kapan Danu datang? Setahu aku tadi hanya ada aku, Rio, dan Aris di depan kamar rawat Mas Bayu. "Kamu jemput Aris, Nu?" tanyaku pura-pura mengalihkan pembicaraan. "Terima kasih, Ris." "Dia ada masalah apa sama Pak Wijaya, Cit?" kata Aris. Dia menunjukkan tayangan di ponselnya. "Tolong menyingkir! Saya lagi nggak bisa berbicara dengan Anda, Pak." Tayangan yang direkam dari dalam mobil. Suara Mas Bayu terdengar kecil, jaraknya terlalu jauh. "Saya ajukan beberapa penawaran. Saya tidak masalah jika kamu menginginkan hak paten perusahaan itu, tapi tolong berikan beberapa persen saham untuk saya." Aku tidak t
"Mungkin emang benar kalau dulu Mas Bayu cinta sama aku, Li. Benar kalau dulu Mas Bayu ngejar-ngejar aku. Nggak hanya kamu yang bilang, Mama dan temanku juga bilang begitu.""Tapi anehnya Mba, Mas Bayu masih bisa pacaran walau hatinya tetap ke Mba Citra," kata Loli.Aku jadi teringat kata-kata Kiki."Bayu itu playboy, Cit! Kalau lo mau masuk ke dunia dia, hati-hati aja. Apa lagi dunianya bukan pacaran lagi, udah ke nikah.""Jadi, dia pacaran karena cinta atau pacaran karena apa?" tanyaku."Mas Bayu pacaran karena dia mencari pelarian. Aku udah bilang kalau itu salah, tetapi Mas Bayu tetap Mas Bayu, orang paling keras kepala yang aku tahu."Aku pikir hanya aku sendirian saja yang menganggap Mas Bayu keras kepala."Tapi itu dulu, Li. Mungkin dulu, tetapi sekarang mungkin sudah berubah perasaannya. Setelah dia mengetahui sifat Mba, sikap Mba, perlakuan, dan keburukan Mba, dia bisa aja berubah, kan?"Loli mengerucutkan bibirnya. "Ent