Alden yang mendorongnya cepat untuk menjauh dari tubuhnya saat ada yang mengetuk pintu membuat Shiren merasa sangat kesal. Harga dirinya seakan terinjak karena Alden sekarang benar-benar tidak menghargainya."Siapa?""Saya Pak."Shiren mengepalkan sebelah tangannya mendengar suara Nareen. Wanita itu benar-benar telah mengganggu kesenangan mereka."Masuklah Nareen,"Dengan ragu-ragu sekertaris Alden terlihat membuka pintu. Shiren menarik nafasnya lalu menghembuskannya perlahan. Sabar Shiren jangan emosi. Ia harus terlihat seperti wanita elegan saat ini."Mohon maaf, tapi meeting Anda sebentar lagi akan dimulai.""Ah baiklah," Alden terlihat melirik ke arah Shiren, "Sebaiknya kau pulang dulu, Shiren."Shiren hanya bisa menurut pada Alden lalu keluar dari sana. Saat Nareen ikut keluar, Shiren segera membalikkan tubuhnya, "Kau sengaja melakukan itu?"Nareen terlihat mengangkat Alisa mendengar ucapan Shiren, "Apa maksudnya Bu Shiren?""Kau sengaja mengganggu waktuku bersama Alden karena ir
"Datang ke apartemenku, Alden. Akan ku ceritakan semuanya."Mendengar ucapan Shiren yang terbata, tanpa berpikir panjang Alden segera memutarbalikkan setirnya dengan cepat. Tujuannya seketika berubah saat mendengar suara Shiren yang terdengar sangat menderita di sebrang sana. Dengan kecepatan yang tinggi, Alden bisa mencapai apartemen Shiren dengan cepat, ia segera naik ke lantai dua tempat apartemen Shiren berada.Matanya terbelalak dengan lebar saat melihat keadaan apartemen Shiren yang kacau balau. Berbagai macam barang juga pecahan kaca berserakan seperti ada yang mengobrak-abriknya. Seperti apa yang terjadi."Astaga Shiren!"Alden segera berlari masuk ke dalam. Ia tersentak saat melihat Shiren yang menelungkupkan wajahnya dengan wajah yang penuh lebam. Dengan cepat Alden menghampiri wanita itu lalu membuka jasnya."Shiren, ini aku... Sebenarnya apa yang terjadi?"Shiren mengangkat wajahnya, untuk kemudian dalam beberapa detik wanita itu memeluk Alden kemudian menangis di sana. Ta
Sudah hampir tiga jam Keina menunggu di depan bioskop yang menayangkan film yang akan mereka nonton hari ini. Namun hingga kesekian kalinya, batang hidung Alden sama sekali tidak terlihat. Keina mengambil ponsel lalu menghubungi pria itu kembali, namun lagi-lagi Alden tidak menjawab panggilannya. Harapan Keina terasa musnah seketika. Kenapa Alden tidak datang? Kenapa pria itu mempermainkan dirinya seperti ini dengan memberikan harapan palsu seperti ini?Tubuh Keina melorot jatuh ke bawah. Ia menelungkupkan wajahnya ke atas lutut. Sakit sekali... Rasanya sangat sakit, ia merasa sangat bodoh karena melakukan banyak hal demi acara hari ini. Namun, lihat apa yang dilakukan oleh pria itu. Alden mengecewakannya lagi dan lagi. Kenapa Alden harus memberikan harapan jika ia hanya akan menjatuhkan dirinya dengan kejam seperti ini?Keina bangkit dari berlutut, tidak ada harapan. Lima belas menit lagi bioskop akan tutup dan Keina yakin Alden tidak akan datang. Ia menyerah, kakinya terasa seperti
"Dokter tolong istri saya, dia–"Alden tersentak saat melihat siapa yang berada di hadapannya saat ia membawa Keina ke rumah sakit. Matanya mengerjap sempurna, bukankah pria ini adalah pria yang bersama dengan Keina saat itu, kalau tidak salah namanya Adrian. Jadi, Adrian adalah seorang dokter? Bahkan dia merupakan dokter kandungan.Alden segera menggeleng dengan kuat, tidak penting siapa pria yang berada di hadapannya kini. Ia harus mendahulukan kondisi Keina terlebih dulu."Sebaiknya Anda keluar dari sini.""Tidak, saya tidak mau. Saya akan menemani istri saya."Adrian menghela nafasnya panjang, ia mendorong tubuh Alden, "Apa Anda mau membahayakan kondisi istri Anda dengan berdebat terlebih dulu? Silahkan keluar."Mendengar peringatan Adrian, Alden seketika menyerah. Ia membuka pintunya kemudian keluar dari ruangan Keina. Alden menatap dengan cemas saat Adrian menangani Keina. Tangannya terkatup di depan dada, berdoa pada Yang Maha Kuasa agar Keina baik-baik saja.Setelah beberapa s
"Bagaimana keadaanmu?" Tanya Adrian saat ia yakin Alden sudah tidak ada diantara mereka."Sudah lebih baik, berkat dirimu." balas Keina berusaha mengulas senyuman lebar.Adrian terlihat menghela nafas, "Jangan mencoba untuk membujukku dengan pujian Keina, aku tahu kau melakukan itu agar aku tak mengomel."Keina mengangkat bahunya, "Ku kira itu bisa berhasil untuk mencegahnya, ternyata tidak. Baiklah, aku sudah siap mendengarkan omelannya.""Bukankah sudah ku bilang untuk menjaga dirimu sendiri? Kenapa malah jadi seperti ini?"Keina menghela nafasnya, "Aku tahu aku salah, aku tidak bisa mengontrol emosiku sendiri kemarin. Kau pasti juga tahu seorang ibu hamil, emosinya sangat tidak terkontrol."Adrian mencondongkan tubuhnya lalu menatap Keina dengan tatapan memperingatkan, "Kau tahu bukan? Kandunganmu ini masih sangat rentan, bagaimana jika terjadi sesuatu padamu dan juga bayinya?" Adrian terlihat menyentuh bahu Keina dengan perlahan, "Jika kau butuh seseorang untuk sekedar bercerita,
Sejenak tidak ada yang berbicara diantara mereka. Alden yang terlihat tertegun saat mendengar pertanyaannya membuat Keina seketika menjadi gugup. Apa ini? Apa Alden benar-benar cemburu karena Adrian?Hati Keina terasa penuh seketika, apa ini artinya Alden mulai menyukainya?Namun, baru saja Keina merasa berbesar hati, sebuah tawa meledak di hadapannya. Bibir Keina seketika membrenggut melihat Alden yang malah tertawa dengan renyah. Yang benar saja, apanya yang lucu?"Aku cemburu? Yang benar saja Keina Nayara, bagaimana mungkin aku cemburu padamu? Kau lupa selama setahun kita menikah, aku sama sekali tidak perduli kau akan pergi dengan siapa atau berhubungan dengan pria lain. Jadi dimana letaknya kau bisa menyimpulkan bahwa aku cemburu sekarang? Aku hanya tidak suka dengan pria itu, dia arogan!"Hati Keina terasa kesal mendengar ucapan Alden, "Jika kau tidak cemburu baiklah, aku akan melakukan hal yang ku inginkan kalau begitu."Alden terlihat mengangkat alisnya mendengar ucapan Keina,
"Apa yang kau lakukan, Alden?" ucap Keina dengan terbata.Tidak peduli dengan rasa gugup yang Keina rasakan, Alden terlihat mengangkat wajahnya, "Mendengarkan suara bayi kita. Aku harus memastikannya apa dia benar-benar baik-baik saja di dalam sana?""Konyol." dengus Keina mencoba menyembunyikan rasa gugupnya.Alden terlihat tersenyum, belum sempat hilang rasa gugup Keina karena tindakan Alden tadi, Alden kembali menyentuh perutnya membuat perut Keina terasa dikocok.Astaga!"Kau anak baik kan? jangan terlalu merepotkan ibumu, kasihan dia."Tanpa sadar nafas Keina tertahan saat Alden melakukan hal itu. Tidakkah Alden sadar? Sikapnya ini membuat perasaan Keina melambung tidak karuan."Sudah hentikan! Kau ini sedang melakukan apa?" Keina menepis tangan Alden lalu menelan ludah sementara Alden hanya tersenyum miring."Aku hanya memintanya untuk bersikap baik, tunggu... Kenapa tiba-tiba wajahmu memerah? Apa kau demam?"Keina mengerjapkan matanya lalu menggeleng. Sial, bisa-bisanya wajahny
Astaga! Apa yang baru saja ia bilang? Ia meminta pelukan? Yang benar saja Keina Nayara.Keina berdecak, mengumpati dirinya sendiri di dalam hati karena telah salah bicara. Bagaimana bisa ia tiba-tiba berkata ingin berpelukan dengan pria itu? Melihat Alden yang hanya terdiam, Keina segera mengibaskan tangannya dengan panik."Ah, maksudku bukan aku, bayinya... Bayinya ingin dipeluk oleh ayahnya, tapi jika kau tidak mau tidak apa-apa, kita tidak perlu melakukannya." Jelas Keina dengan canggung. Ia kembali menyumpahi dirinya di dalam hati. Memalukan sekali. Akan lebih memalukan lagi jika Alden malah menolak keinginannya mentah-mentah.Melihat Alden yang tidak menjawab, Keina segera menundukkan kepalanya. Bagaimana ia bisa menghadapi Alden setelah ini?Namun Keina terhenyak saat merasakan gerakan di sampingnya, ia mengangkat wajahnya dengan bingung saat melihat Alden sudah berada di sampingnya, "Ayo."Keina mengerjapkan matanya dengan bingung, "Eh?"Keina tersentak saat Alden tiba-tiba men