Elvano dan rombongan kini tiba di Bandara Ngurah Rai, yang terletak di daerah Tuban, sekitar 13 kilometer dari pusat Kota Denpasar. Mereka segera menaiki mobil mereka masing-masing untuk menuju ke Resort Elvano yang berada di sana. "Papa ... Papa, lihat! Ada patung-patung cantit. Meleta siapa?" tanya Amora antusias ketika melihat patung-patung di setiap persimpangan jalan.Elvano yang tengah memangku Amora mengalihkan pandangannya ke arah dimana telunjuk munggil Amora mengarah. "Oh ... Itu patung-patung yang menggambarkan tokoh-tokoh pewayangan, Sayang." Jawab Elvano. Amora tampak bingung, tidak mengerti apa itu pewayangan. Rubyy yang melihat putrinya kebingungan pun mengelus kepala Amora sambil tersenyum. "Itu ada Gatotkaca, Nakula Sahadewa, Titi Banda, dan lain-lain. Mereka adalah pahlawan yang berjuang untuk kebenaran dan keadilan," jelas Rubby. "Wah, keren setali, Ma. Apa meleka punya tetuatan thusus?" tanya Amora penasaran."Siapa yang jawab, nih?" tanya Elvano. "Papa!" seru
Elvano, Rubby dan yang lainnya kini tiba di sebuah resort dekat pantai. Elvano segera membawa Amora anak perempuan berusia 2 tahun setengah itu berkeliling halaman resort. Sementara Sergio, pria itu tengah menemani Vincent di kolam renang. Dan para istri, Rubby dan Vina tengah meletakkan baju-baju mereka untuk liburan tiga hari ke depan di kamar masing-masing.Di posisi Andre, pria itu sedang membawa tubuh lemah Lisa ke dalam kamar di mana mereka semua masih berada di satu resort. Andre meletakkan Lisa di atas tempat tidur dengan hati-hati. "Kamu istirahat, ya. Apa kamu membutuhkan sesuatu?" tanya Andre setelah meletakkan wanita penderita kanker otak itu berbaring. Lisa menggeleng lemah. "Tidak, aku hanya ingin beristirahat. Bisakah kamu meninggalkanku sendiri?" ucap Lisa lemah.Andre tersenyum, dia mengusap kepala Lisa lembut. "Baik, selamat istirahat," kata Andre, dia pun menarik selimut menutupi tubuh Lisa. ***Sergio dan Vincent, kini sedang bermain-main di kolam renang anak
Sinar matahari mulai terlihat di area resort pinggir pantai di daerah Bali. Andre, sudah sibuk memesan sarapan untuk dirinya berikan kepada Lisa wanita penderita kanker otak itu. Andre membawa nampan berisi sarapan ke kamar Lisa. Dia mengetuk pintu dengan lembut, lalu masuk dengan senyum hangat. Lisa sedang terbaring di tempat tidur, menatap langit-langit dengan tatapan kosong."Andre, kamu sudah bangun?" Lisa bertanya dengan suara lemah."Ya, aku sudah memesan sarapan untukmu. Kamu harus makan, ya. Ini penting untuk kesehatanmu." Andre meletakkan nampan di meja samping tempat tidur, lalu duduk di samping Lisa. Dia mengusap rambut Lisa yang tipis dan rontok akibat kemoterapi."Terima kasih, Andre. kamu boleh keluar. Sepertinya, aku tidak akan bisa ikut kalian pergi jalan-jalan ke distinasi tempat wisata di Bali. Dan seharusnya, kau tidak membawaku. Karena aku hanya akan menjadi beban untuk kalian," ucap Lisa sedih menatap langit-langit dengan pandangan tanpa nalar. Lisa tahu, jika A
"Yuk, kita berangkat sekarang. Pantainya sudah menanti kita," kata Elvano sambil menggendong Amora di depannya.Di pagi hari, Elvano, Rubby, Amora bersama Vina dan Sergio, serta anak mereka, Vincent, suda bersiap-siap dengan tas ransel yang berisi perlengkapan mandi, handuk, topi, kacamata hitam, dan tabir surya. Untuk mengelilingi pantai-pantai indah di pulau dewata. Mereka berencana untuk pergi ke beberapa tempat menarik, seperti Tanah Lot, Kuta, Sanur, dan Nusa Dua."Let's Go!" Seru mereka bersemangat, mereka pun segera menaiki mobil mereka untuk menuju ke tempat utama ya itu, Tanah Lot. Selang, beberapa waktu mereka melaju menggunakan mobil, mereka pun tiba di Tanah Lot. Mereka segera turun dan mulai berjalan-jalan di sekitar pura yang berdiri di atas batu karang. Mereka mengagumi pemandangan laut yang biru dan ombak yang berkejaran. Mereka juga melihat banyak turis lokal dan asing yang berfoto-foto di sana."Wow, tempat ini sangat cantik, ya?" Vina berkata sambil mengambil gamba
"Sudah malam. Apa kau tidak ingin masuk?" tanya Andre saat menemani Lisa yang tampaknya masih betah. Malam ini, adalah malam terakhir mereka di pulau Dewata. Andre dan Lisa masih duduk di tepi pantai, menikmati angin sepoi-sepoi dan deburan ombak. Matahari mulai terbenam, memberi warna jingga yang indah di langit. Lisa tersenyum lemah, merasakan kehangatan Andre yang memeluknya dari belakang.Lisa menghela nafas berat, memandangi laut yang tenang di depannya. Tangannya gemetar saat dia mencoba tersenyum. "Andre, aku takut tidak sempat melihat matahari terbenam lagi.""Kau Jangan berkata seperti itu, Lisa. Kita masih punya banyak waktu," ucap Andre.Andre merasa hatinya teriris mendalam mendengar ucapan dari Lisa. Dia tidak bisa membayangkan betapa beratnya perjuangan yang harus dilalui oleh Lisa. Namun, dia berusaha untuk tetap terlihat kuat di depan Lisa."Aku kadang lelah, Ndre. Sering aku meminta jika Tuhan segera mengambil nyawaku saja daripada aku harus terus-menerus menyusahka
Vina dan Rubby keluar dari kamar mereka masing-masing setelah menidurkan buah hati mereka. Saat tiba di luar kamar, dua wanita itu sibuk mencari keberadaan suami mereka. "Paman, kamu dimana?" Rubby berteriak sambil menyisir area Resort. Beberapa langkah menyusuri bangunan dekat pantai itu, Rubby tidak menemukan Elvano. "Kemana sih, Paman? Kenapa tidak memberitahu ku dulu sebelum pergi?" gerutu Rubby, dia meraih ponselnya dan mencari nomor kontak Elvano. Saat Rubby sedang menatapa layar ponsel, Vina datang menghampiri Rubby. "Rubby, apa kau melihat Sergio?" tanya Vina. Rubby membuang pandangnya ke arah sahabatnya itu. "Aku juga sedang mencari keberadaan Elvano. Ini, aku ingin menghubunginya," jawab Rubby. Vina mengangguk setuju, "Aku juga khawatir dengan Sergio. Dia seharusnya bersama Elvano di teras 'kan?" Sambil menunggu Rubby mencoba menghubungi Elvano, Vina memperhatikan sekitar dengan mata yang gelisah. "Apa kita periksa lounge atau restoran? Mungkin mereka berdua sedang ber
Andre menelan ludah, wajahnya pucat mendengar kabar tersebut. "Apa yang terjadi pada Lisa, dok? Bagaimana bisa tiba-tiba menjadi kritis?"Dokter menjelaskan dengan hati-hati, "Kemungkinan ada beberapa faktor yang mempengaruhi. Kami masih melakukan serangkaian pemeriksaan lebih lanjut. Saat ini, kami berusaha memberikan perawatan terbaik untuk stabilisasi kondisinya."Sergio menatap Elvano, dan keduanya mencoba memeluk Andre yang terlihat begitu terpukul. "Ndre, jangan bersedih. Dokter tentu akan melakukan yang terbaik untuk Lisa," ucap Sergio mencoba menyemangati. "Jangan lemas begitu, Ndre. Kau terlihat begitu jelek!" kata Elvano mencoba mencairkan suasana. Seakan tak berhasrat meladeni candaan kedua sahabatnya, Andre menatap wajah kedua sahabatnya itu dengan wajah yang lesu. "Maaf, aku sedang tidak ingin bercanda. Kalian berdua kembali saja ke Resort, biarkan aku yang menjaga Lisa. Kasihan anak dan istri kalian pasti sedang menunggu di resort," ucap Andre dengan tatapan sayu. S
Dokter menarik napas dalam-dalam sebelum memasuki ruang tunggu. Dia melihat Andre yang duduk di salah satu kursi, dengan wajah pucat dan mata berkaca-kaca. Dia mendekati Andre dan menepuk bahunya dengan lembut.Andre menoleh dan pria itu segera berdiri ketika melihat keberadaan Dokter. "Dokter, bagaimana keadaan Lisa?" tanya Andre dengan suara serak.Dokter menghela napas lagi. Dia tidak tega melihat penderitaan Andre. "Dokter Andre, saya minta maaf. Kami sudah berusaha sebaik mungkin, tapi kanker otak yang diderita Lisa sudah terlalu parah. Kami tidak bisa melakukan apa-apa lagi. Kami hanya bisa memindahkannya ke ruang ICU," kata dokter dengan nada sedih."Dokter, tolong... tolong biarkan aku menemui Lisa. Aku ingin berbicara dengannya Dok. Apakah aku bisa berbicara dengan Lisa?" Andre memohon. Dokter mengangguk. "Dokter Andre mari ikut denganku," kata Dokter tersebut. Dokter itu membawa Andre ke ruang ICU. Sebelumnya, Dokter tersebut memberikan Andre pakaian steril dan masker, lal