Tidak main-main, pesona Bagus menjadi pusat perhatian di acara pesta pernikahan Revan dan Lesia. Penampilannya bak pangeran yang jatuh dari langit ke tujuh.
Beberapa wanita bergilir mendekati Bagus, dan itu membuat Bagus merasa risi dan cepat-cepat untuk memilih kembali ke rumah saja."Gila ya Nora, belum ada satu bulan, sudah dapat yang keren begitu, nyesel gak ya si Revan?!" tanya seorang tamu undangan seorang wanita yang saat ini tengah memandangi Nora dengan Bagus."Hem, kalau aku sih, Nora cocok banget sama pacar barunya, dan masih nggak nyangka kalau Lesia yang merebut Revan dari Nora!""Ya tahu dong, pagar makan tanaman, kasihan juga ya Nora, padahal ia sudah begitu baik menolong Lesia!""Iya, nggak apa-apa, mungkin memang jodohnya Revan adalah Lesia, bukan Nora!"Nora sedikit tergelitik mendengar perbincangan tamu undangan itu, ia tidak peduli jika hari ini, ia akan mengumkan jika Bagus adalah suaminya saat ini.Pernikahan Revan dan Lesia, terlihat begitu meriah, suasana begitu religius saat Revan mengucapkan ijab kabul dengan Lesia.Hati Nora bergetar, melupakan Revan ada masa sulit yang harus ia lalui. Kini Lesia sudah berhasil membuat hatinya hancur, pengantin perempuan itu ternyata musuh dalam selimut, sudah enam tahun lebih ia mempercayai Lesia, ia masih merasa kecewa. Ia tidak pernah mengungkit masa lalu Lesia, ia juga tidak membeberkan rahasia Lesia yang menjadi wanita simpanan."Aku harus sabar, aku harus kuat!" ucap Nora, dan langsung menundukkan pandangannya.Bagus, pria itu mengenggam erat jemari Nora, ia tahu bagaimana rasanya sakit di khianati oleh seseorang yang dicintai."Genggam saja, aku tahu kau sedang berpura-pura tegar untuk datang melihat ini!" ujar Bagus, membuat Nora menghapus air matanya.Setelah acara inti dilakukan, tentu para tamu undangan yang hadir datang memberi selamat kepada kedua pengantin itu.Nora tidak ingin berlama-lama, dengan cepat ia merangkul lengan Bagus dan mengajaknya untuk bertemu sang mantan kekasih dan mantan asistennya."Wah, kamu datang juga Nora, bagaimana perasaanmu melihat aku menikah dengan Revan?!" sergah Lesia. Melihat kehadiran Nora, ia ingin membuat wanita itu menangis dihadapan banyak orang yang hadir di acara pesta pernikahannya.Nora menyambutnya dengan senyuman, "Selamat Lesia, selamat juga untuk kamu Revan, aku harap kamu benar-benar bahagia memilih wanita yang kamu gilai ini, semoga cepat diberi momongan ya, kalau ujungnya kamu tidak bahagia bersama Lesia, jangan dipaksakan!" celetuk Nora, ingin sekali rasanya kedua tangannya menjambak rambut Lesia yang tersanggul itu."Aku yakin, kami pasti bahagia Nora, dan aku tidak peduli lagi dengan perhatianmu ini!" jawab Revan, dengan mengalihkan pandangannya kepada Lesia."Ini bukan perhatian Revan, ini hanya secercah doa dari diriku yang sudah kamu khianati ini, jadi sekali lagi selamat dan semoga kalian bahagia!""Eit--tunggu, siapa pria yang berada disampingmu? Pacar sewaan?" tanya Revan, pandangannya kini berpindah melirik bagus yang sangat kikuk di depannya."Oh ya, pria disebelahku ini namanya Bagus Atmaja, dia suamiku, kami sudah menikah, sudah tidak ada yang ditanyakan kembali, kalau begitu kami pamit!""Halah! Kau mau membalas dendam'kan? Tentu, kau pasti masih belum bisa berpindah lain hati dari diriku, bukannya aku cinta pertamamu?" ejek Revan."Cinta pertama? Setelah apa yang kau lakukan padaku, sudah tidak pantas lagi aku mengangapmu cinta pertama! Percaya atau tidak, aku benar-benar sudah menikah dengan dia, Bagus adalah suamiku, dia lebih baik daripada orang yang sudah lama mengisi waktuku selama ini!""Hey, lihat, ternyata Nora sudah memiliki suami, dan pria yang bersama dengannya saat ini adalah suaminya, dan kau harus menjelaskan ini semua kepada orang-orang yang sudah hadir disini!" teriak Lesia.Bagus merasa kesal, Nora tetap saja melayani ejekan Revan dan Lesia, dengan terpaksa ia menarik lengan Nora dan membawanya pergi dari acara tersebut, sebelum banyak orang-orang dan media yang mendekati mereka.'Heh, seorang Nora tidak mungkin menikah tiba-tiba tanpa suatu alasan!' bisik Lesia."Sakit Gus!" pekik Nora.Bagus menghentikan langkahnya, "Maaf" ucap Bagus."Maaf Nona jika aku lancang ikut campur urusan Nona, tolong jawab pertanyaanku, apa benar Nona meyakiniku sebagai suami Nona?" tanya Bagus. Pertanyaan itu membuat Nora diam seribu bahasa."Jawab Nona! Aku ingin jawaban Nona saat ini! Apa kebaikan Nona kemarin mengajakku ke tempat ini, karena malu memiliki suami seperti aku? Apa aku dijadikan sebagai alat, agar Nona mampu terlihat kuat dihadapan mereka? Jawab Nona!""B--Buk--Bukan seperti itu, aku hanya mencoba untuk ....""Untuk apa Nona? Aku tidak tahu urusan Nona dengan pria tadi, tapi aku tidak suka jika harus dijadikan alat untuk membalas dendam Nona akan rasa sakit hati Nona!" jerit Bagus, sungguh ia benar-benar tidak menyukai sikap Nora yang begitu picik."Secepatnya aku akan mengembalikan uang Nona, tolong Nona, Nona memang memiliki segalanya, semuanya bisa Nona beli dengan uang, tapi aku punya harga diri Nona, saya sudah bersedia untuk menjadi suami Nona, kalau memang tujuan Nona hanya untuk balas dendam, lebih baik pernikahan ini kita selesaikan baik-baik, saya tidak mau mempermainkan pernikahan!" tutur Bagus, ia"Dengarkan aku dulu Gus, bisakah kau mengerti perasaanku? Bisakah sedikit saja kau berada di posisiku? Apa yang harus aku lakukan Gus? Jika harga diriku di injak-injak oleh mereka? Mereka tega Gus, karena mereka aku terus merasa sedih, katakan siapa lagi yang bisa membantuku Gus?" jawab Nora.Bagus menghela nafasnya perlahan, Nora memang wanita yang mandiri, ia tidak membutuhkan siapapun. Semua sesuai jalan pemikirannya."Ini kunci mobilnya, aku akan pulang dengan caraku sendiri!" ucap Bagus, pergi meninggalkan Nora yang masih berdiri, terdiam.Langit sudah gelap, namun sosok Bagus belum sampai ke rumah Nora. Sesekali Nora membuka tirai jendela kamarnya, berharap ada seseorang yang membuka pintu pagarnya, dan ia berharap Bagus akan segera pulang. Senyumnya terukir kala melihat Bagus masuk dengan membawa bingkisan. Dengan cepat Nora berlari menuruni anak tangga demi menyambut Bagus yang pulang. Bagus terkesiap melihat Nora yang berada di balik pintu masuk. "Bagus, apa kau masih marah?" tanya Nora memastikan. Bagus memilih untuk berlalu pergi dan tidak menanggapi pertanyaan Nora. "Gus, aku sedang bertanya padamu! Jawab Gus, apa kau masih marah denganku? Aku tahu aku salah, aku minta maaf!" tutur Nora, membuat langkah Bagus terhenti. Bagus menoleh ke arah Nora, wajah Nora terlihat begitu kacau, entah ini hanya sebagian dari rencananya, atau ia benar-benar merasa bersalah telah memanfaatkan Bagus. "Maaf, aku permisi masuk dulu!" sahut Bagus. Nora tidak mau menyerah, ia tetap mengejar Bagus ke kamarnya. "Gus, aku masih ma
"Apa yang kamu inginkan?!" tanya Nora panik. "Nona, dengan perceraian kau tidak akan menyelesaikan masalah. Kau siap untuk menjadi seorang janda? Apa yang kau khawatirkan jika menjadi istriku? Apa karena kita berbeda kasta? Kau kaya raya sementara, aku hanya pria biasa yang mencari uang demi keluarga?!" tanya Bagus, ia ingin mendengar jawaban Nona majikannya. "Bagus, menyingkirlah, aku tidak suka kau berbuat sesuka hatimu, kau ingin mengancamku'kan? Berapa nilai uang yang kau butuhkan, maka akan aku berikan, asal kita selesai disini!" ujar Nora, membuat pria yang ada dihadapannya mengenggam kedua lengannya dengan erat. "Tidak semua yang kau pikirkan dapat kau selesaikan dengan uang Nona! Aku tidak butuh uangmu, aku hanya butuh kepastianmu, jika kau menginginkan aku sebagai suamimu, maka aku menginginkanmu sebagai istriku, kita tidak bisa bercerai semudah yang kau pikirkan!""Aku menolakmu, Gus!" jawab Nora. "Tidak! Kau istriku, jika kau masuk ke kamar ini, itu berarti kau adalah is
Di kantor Nora, suasana tempat itu begitu ramai, banyak sekali para pelamar yang datang dan berkerumun untuk melamar pekerjaan sebagai karyawan di perusahaan yang berbasis manufaktur kosmetik. Jelas hari ini ia begitu sibuk, sehingga jam istirahat Nora masih menyempatkan waktunya untuk menyelesaikan pekerjaannya. Rasa lelah dan penat membuatnya menyerah, sejenak ia pergi mencari angin segar untuk menjernihkan otak kanan dan kirinya. Langit yang ditatapnya begitu memikat hati, warna biru langit seolah memberi obat dari segala rasa lelahnya. Seketika kedua matanya beralih ke arah Bagus yang ternyata sedang menunggunya di bawah, bersandar di samping pintu mobil. Ia terus memandang Bagus dari kejauhan, pria yang berbeda, pria yang sebenarnya berkharisma, namun kesederhanaan mampu menutupi kepribadiannya sehingga Nora merasa jika Bagus adalah sosok pria yang begitu misterius. Semalaman suntuk ia terus memikirkan pria itu, Bagus mampu membuat hatinya ketar-ketir, mampu membuatnya dile
Nora terkejut mendengar suara Bagus yang saat ini sudah berada disampingnya. Pria itu datang menemuinya tanpa arahan. "Apa yang membuatmu datang kepadaku, aku sedang tidak membutuhkanmu!" seru Nora, wanita itu mencoba menutupi rasa gugupnya. "Aku suamimu, jadi aku bebas untuk menemuimu!""Hah, haruskah statusmu itu menjadi alasan agar kita bisa bertemu?!" tanya Nora, melirik ke arah Bagus. Bagus tersenyum "Tentu, lebih baik aku yang datang ke ruanganmu, daripada kau kelelahan sesekali menatapku dari jendela!" jawab Bagus. Nora menelan ludah mendengar kalimat Bagus, sontak saja ia merasa salah tingkah. "A--aku sedang sibuk, mungkin nanti saja kita bertemu lagi!""Baiklah, aku tidak akan mengganggumu, ini kubawakan nasi bungkus, baru saja aku membelinya di warung depan, dan tolong dihabiskan ya!" seru Bagus. "Tidak, aku sedang diet! Kau saja yang menghabiskannya?!" sahut Nora.Bagus menghela napasnya, langkah kakinya segera mendekati Nora."Mau aku suapi?" tanya Bagus, saat wajah
Tidak ada yang bisa menggantikan sosok Atun bagi Bagus, gadis soleha yang selalu menolongnya. Cintanya pada Atun begitu tulus dan murni, bahkan ia berusaha bekerja siang dan malam hanya untuk mengumpulkan pundi-pundi uang, agar bisa meminang sang pujaan hati. Lima tahun yang lalu, Bagus siap meminang sang pujaan hati. Laila, seorang janda yang begitu menggoda, pernikahan sudah di ambang matanya, suasana ramai memenuhi pesekitaran rumah sang janda yang sebentar lagi akan dipinang olehnya. Namun pernikahan itu seketika terdengar riuh dari kejauhan, Bagus dilarang bertemu dengan pengantin wanita itu, oleh seorang ibu tua yang mengetahui kejadian di dalam rumah Laila. Rasa penasaran membuatnya nekat untuk melihat apa yang terjadi di dalam kamar calon pengantin wanita. Semua orang berlari, tidak mau mendekati rumah pengantin wanita itu, sementara Bagus terus berjalan masuk ke dalam rumah mencari kamar wanita itu. Pintu kamar tidak tertutup, sepasang wanita dan pria tengah asik bercumbu.
Semalaman penuh adalah malam yang indah menurut Nora, perlakuan Bagus mampu membuat hatinya melayang jauh, sayangnya pria itu berubah bersikap dingin pagi ini, seakan tidak pernah terjadi sesuatu. Tidak ada senyuman dan sapaan, melainkan tatapan Bagus yang semakin tajam kepada Nora.Jantung Nora berdegup kencang, saat dirinya mencoba memberanikan diri untuk lebih dulu membuka suara. "Gus, soal semalam, jangan pernah katakan pada siapapun ya!" tutur Nora. "Semalam? Ah, aku minta maaf, aku tidak bisa menahan itu!" jawab Bagus santai. Mendengar itu Nora tersenyum malu, entah mengapa pria itu terlihat tampan saat memperlihatkan otot-otot lengannya. Hari ini Nora memilih untuk bekerja dirumah, ia begitu bosan dan penat jika harus mengerjakannya di kantor. Trttt .... Suara ponsel Nora bergetar, seketika dirinya terkesiap melihat nama seseorang di layar gawainya. Tanpa pikir panjang Nora segera menjawab panggilan itu. "Hallo!" seru Nora dan memutar balik tubuhnya membelakangi Bagus.
"Apakah kau tuli? Aku menyuruhmu untuk memberitahu Nora!" cetus Temy, membuat Bagus segera melakukan perintah pria itu. Temy tersenyum puas, sudah sangat lama ia merindukan Nora, wanita pujaan hatinya. Kini perasaannya begitu berbunga-bunga, pasalnya Nora sudah batal menikah dengan Revan. Ia sudah tidak memiliki saingan yang handal untuk merebut hati Nora. Pria berusia 35 tahun itu, sangat antusias untuk mengejar cinta Nora, ia adalah seorang duda beranak satu, Miliarder yang tampan dan tidak pernah luput dari skandal dengan wanita-wanita malamPernikahannya kandas karena mantan istrinya memiliki kelainan penyuka sesama jenis. Kehadiran Nora mampu menyembuhkan luka di hatinya. Saat itu mereka bertemu disebuah kapal pesiar yang besar, Nora memiliki tujuan untuk pergi kw makam orang tuanya yang berada di negara Singapura. Dalam perjalanan, tidak disengaja Nora bertemu Temy Kim, pria blaster Indonesia dan Korea. Ia pernah menyatakan cinta kepada Nora, sayang seribu sayang, cintanya t
Setelah kejadian malam itu, Nora semakin merasa giat untuk membuktikan pada Bagus, jika cintanya tulus dan tidak ada unsur kebohongan dalam hatinya. Rasanya begitu sulit mendapatkan kepercayaan Bagus. Namun, di dalam hati kecilnya Nora sangat yakin jika Bagus adalah pria yang ditakdirkan hanya untuknya. Begitu pun Bagus, sebagai seorang pria ia harus bisa menepati janjinya. Seketika perhatian-perhatian Nora selama menjalani pernikahan bersamanya, tentu membuat Bagus dilema, wanita itu seakan memiliki sihir, karena mampu membuat degup jantungnya berdebar kencang. "Kenapa memandangiku seperti itu atau kau memang terpesona denganku?!" goda Nora. Bagus tersenyum kecil, Nora memang terlihat cantik malam ini. Dua manusia itu tengah berkencan di sekitar pantai, suara gulungan ombak yang menyapa pasir. Keindahan suasana malam yang diterangi bulan dan bintang dan hembusan angin kencang, setelah beberapa menit yang lalu keduanya merasa puas melihat pesona matahari yang terlihat tenggelam di