"Letnan George, benar itu dua orang buronan dari Indonesia. Warna rambut mereka berbeda, tapi wajahnya mirip. Mari kita ringkus perlahan!" ujar Sersan Billy Hawkins yang mengintai Pak Julianto dan Nyonya Ribka di sebuah coffeshop.Kedua petugas Perth Police Department itu berpakaian preman dan tidak nampak mencolok bahwa mereka sebenarnya polisi bertugas di tempat publik. Dengan tanpa melakukan keributan, Letnan George dan Sersan Billy memasang borgol di pergelangan tangan pasangan suami istri tersebut di balik punggung mereka."Kalian ditangkap atas tuduhan buron. Interpol mencari kalian atas laporan polisi Indonesia. Mari ikut kami!" ujar Letnan George Hamilton disusul pembacaan hak Miranda sesuai peraturan penangkapan tersangka.Setelah paspor dan identitas Pak Julianto dan Nyonya Ribka diperiksa dan sesuai dengan data pribadi buronan, maka proses deportasi dari Australia pun dilakukan dengan rapi sesuai prosedur. Mereka diterbangkan bersama pesawat khusus interpol menuju Jakarta.
"Kami sangat welcome bila Bu Cantika ingin kembali memimpin perusahaan Golden Wings. Terus terang semenjak kepergian Anda, perusahaan ini seolah kehilangan separuh nyawanya," ujar Pak Alvian Hendrata mewakili jajaran direksi Golden Wings dalam rapat luar biasa pagi itu di Wiryawan Building.Rekan-rekan top management Pak Alvian pun mendukung perkataan pria tersebut. Mereka sudah putus asa dengan perkembangan kasus kriminalitas yang menyeret nama presdir Golden Wings dan menjadi head line berita di berbagai media."Baiklah, kalau memang saya dipercaya mengemban tugas sebagai eksekutif lagi di sini maka segera akan saya mulai pekerjaan dalam waktu dekat. Kita sudah tak bisa menunda-nunda untuk menyelamatkan perusahaan Golden Wings dari kebangkrutan. Kondisi kas yang menipis dan neraca income-outcome yang defisit membahayakan bagi kelangsungan nyawa perusahaan, Bapak Ibu sekalian!" tutur Cantika dengan profesional usai tadi menyimak presentasi laporan keuangan dari akuntan publik yang di
Khusus hari ini, seluruh karyawan dan karyawati perusahaan milik Cantika dan Arsenio diliburkan. Mereka semua diundang untuk merayakan pesta grand opening komplek bisnis terpadu milik PT. Cantika Gunadharma Jaya. Semua mengenakan kaos seragam perusahaan yang berwarna ungu agar terlihat kompak.Arsenio berjaga-jaga di dekat istrinya yang perutnya membuncit. Dia tidak mengizinkan Cantika mengenakan sepatu berhak tinggi demi alasan keamanan ibu dan janinnya. Ada tempat duduk khusus di tribun VIP untuk melihat penampilan artis papan atas ibu kota di panggung yang didirikan di halaman depan mall baru mereka; Grand Plaza Cantika Gunadharma. Kedatangan Leon bersama Evita dan putera mereka yang berusia tiga tahun, Diego segera disambut hangat oleh tuan dan nyonya rumah acara megah di tengah kota Jakarta sore itu. "Welcome, Pak Leon, Bu Evita, Diego! Mari duduk bersama kami di sini, pemandangan ke panggung hiburannya jelas," ujar Arsenio sambil mempersilakan tamu-tamunya duduk berjajar bersa
"Sampai jumpa di kantor besok pagi!" ujar Arsenio kepada semua kru PT. Cantika Gunadharma Jaya sebelum membubarkan mereka pulang ke rumah masing-masing.Cantika yang berdiri di samping suaminya bertanya, "Apa kamu mau menemaniku melihat-lihat mall sebelum tutup?" "Ayo, Darling! Kita hanya berdua malam ini," sahut Arsenio lalu merangkul bahu Cantika sembari melangkah memasuki mall yang mulai sepi jelang tutup.Kebetulan mereka bertemu dengan GM mall Grand Plaza Cantika Gunadharma di pintu masuk atrium utama. "Selamat malam, Pak Arsen dan Bu Cantika. Apa ada yang bisa saya bantu?" sapa Pak William Santosa."Selamat malam, Pak William. Saya dan istri ingin berkeliling melihat-lihat isi mall sebelum tutup. Tolong bilang ke petugas sekuriti mall ya. Nggak lama kok mungkin setengah jam saja!" jawab Arsenio yang ditanggapi dengan anggukan paham oleh GM mall tersebut.Mereka berdua pun melanjutkan perjalanan berkeliling mall dari lantai ground hingga ke lantai berikutnya dengan eskalator. "
"Kemarilah, Cinta!" sahut Arsenio seraya meraih pinggang istrinya yang berdiri telanjang di hadapan dia.Perut buncit Cantika tidak membuat tatapan penuh gairah itu redup. Dia pemuja setia sugar mommy nan sexy yang membuat hasrat dalam dirinya bergejolak. Kecupan-kecupan bibir tipis merah muda itu mulai menyusuri wajah lalu turun ke leher jenjang Cantika hingga ke belahan dada penuhnya. "Aarrhh ... Sen!" desah Cantika bergelanyut di leher suaminya. "Kita main di sini sekali ya, Darling?" pinta Arsenio penuh semangat hingga Cantika tak tega menolaknya. Wanita hamil itu pun menjawab, "Touch my body, Hubby!" Dan dia menyerahkan nasib selanjutnya di tangan suaminya yang perkasa. Badan kekar berotot Arsenio menyangga tubuh molek berlekuk dengan bulatan-bulatan menakjubkan itu. Dia menyisipkan batang beruratnya yang sangat keras karena bergairah ke lipatan hangat nan sempit milik Cantika. Suara percintaan yang khas disertai desahan birahi keduanya bergema di dalam kamar mandi jelang te
Baby Alexandra mendatangi Rutan Sawah Besar siang itu dengan membawa beberapa wadah berisi masakan koki rumah keluarga suaminya. Dia bermaksud menjenguk papa dan mamanya yang masih menunggu panggilan sidang dari Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Sebenarnya ini pertama kalinya dia bertemu kembali dengan papa mamanya pasca kehebohan kabar buron ke Australia lalu deportasi dari negeri Kangguru itu juga tempo hari."Waktu besuk lima belas menit saja ya, Mbak!" ujar sipir penjara yang mengantar Pak Julianto Wiryawan terlebih dahulu menemui Baby di ruang khusus pengunjung tahanan rutan."Iya, Pak. Makasih!" sahut Baby lalu menunggu papanya duduk di kursi seberang meja. Dia lalu menyapa ramah, "Halo, Pa. Gimana kabarnya?""Hmm ... Papa kira kamu sudah lupa sama orang tua kamu!" sahut Pak Julianto ketus. Dia kesal karena lama sekali nyaris setengah bulan baru puteri kesayangannya membesuk di rutan.Baby tersenyum kecut, dia lalu membuka tas pembungkus makanan lezat di meja. Dia mengeluarkan ko
"Kamu dari mana, Baby?" tanya Pak Revano ketika bertemu menantunya di ruang tengah siang jelang sore itu. Dia melihat ada bungkusan tas agak besar seperti tas bekal makanan di tangan Baby yang segera diserahkan ke pelayan rumah."Ehh ... Papa Vano sudah pulang. Baby ... Baby habis jengukin papa mama di rutan tadi," jawab perempuan itu apa adanya, dia bingung harus berbohong dengan alasan apa lagi.Pak Revano mengerutkan keningnya jijik, dia paham siapa menantunya dan dari mana asal Baby. Benar-benar menyebalkan karena dahulu Cantika yang ingin dia jadikan menantu, tetapi malah adik tirinya yang tak berguna dan hanya bisa berfoya-foya."Ohh, lantas apa kata mereka? Apa Julianto dan Ribka minta bantuan ke kamu?" pancing Pak Revano sambil berdiri bersedekap di hadapan menantunya.Baby hanya menundukkan kepalanya tak nyaman dicecar pertanyaan oleh papa mertuanya. Rasanya dia ingin berlari kabur ke kamar saja. Namun, itu jelas tak sopan. Maka dia pun menjawab, "Di rutan serba nggak enak, m
"Cantika, Nenek Bernadete mau datang ke Jakarta besok lusa sampai. Kita jemput beliau berdua di Bandara Soekarno-Hatta ya?" ujar Arsenio di ruangan presdir jelang istirahat makan siang. Istrinya yang baru saja selesai mengantar klien keluar ruangan pun menjawab, "Boleh, Sen. Aku bilang ke Vina buat kosongin jadwal lusa dari pagi apa mau gimana?" Mereka berdua duduk di sofa untuk berbincang sembari menunggu katering diantar. Karena aktivitas yang begitu padat, Cantika mengatur agar jam istirahat siang semua karyawannya disediakan menu dari katering termasuk dia dan juga Arsenio."Jadwal pesawat mendarat di Jakarta sekitar pukul 15.00 WIB. Sepertinya lebih baik kita berangkat sesudah lunch break aja buat jemput Nenek Bernadete, gimana?" jawab Arsenio sambil memeriksa pesan di ponselnya."Boleh, biar aku bisa kerja setengah hari juga sih. Kapal pesiar yang datang dari Asia Timur akan tiba besok di Tanjung Priok, aku sudah siapikan bus penjemput ada lima unit masing-masing kapasitas 80