Lukas mengeluarkan cake tart dengan cream berwarna putih, pada bagian sisi ditaruh stroberi segar dan hiasan keemasan. Ukurannya tidak begitu besar, cukup dihabiskan oleh dua orang saja. Di bagian permukaan tertulis 'selamat dua tahun untuk kita'.
Naya membacanya berkali-kali. Semua kenangan bersama Lukas selama dua tahun ini muncul perlahan di kepala. Saat pertama dia bertemu dengan Lukas, di sebuah acara ulang tahun teman mereka. Saat pria itu untuk pertama menjabat tangannya, sambil mengucapkan 'aku Lukas, Lukas William'. Nada suaranya tenang dan lembut.
"Nggak kerasa ya." Naya fokus melihat Lukas yang menusukan sebuah lilin gold di atas cake.
"Iya… Soalnya kita sering LDR-an, sih. Walau tanpa sengaja. Maaf, aku sibuk terus." Lukas menyodorkan cake lebih dekat ke hadapan Naya.
"We never know, Na…" Maria menempelkan post-it ke monitor komputer. Beberapa hari terakhir Naya merasakan perasaan yang membuat ia sulit tidur. Lukas sudah pergi ke Surabaya semalam.Naya membaca paduan yang tertulis di post-it. "Dia nggak kasih tahu gue, Ia. Ya masa sampai lupa? Dia bakal nggak ada di sini sebulanan. Kan bisa pamit dulu.""Gue kan udah bilang sama lo, Lukas tuh makin ke sini, makin aneh. Gue masih bisa terima kalau dia nemuin lo satu minggu sekali selama ini, Na. Tapi ya harusnya dia ingat dong buat kabarin lo pas mau berangkat. Minimal lo bisa nganterin dia, kan? Gue udah bilang lho, dia tuh mencurigakan." Maria mengambil karet dan mengikat rambutnya.Sebenarnya Naya ingin sekali menelepon Lukas sekarang juga, bertanya padanya tentang bagaimana bisa pria itu pergi begitu saja tanpa memberi
Dibandingkan cafe sebelumnya, cafe satu ini lebih kecil dan terasa sempit. Naya bisa paham mengapa Maria suka dengan cafe ini. Selain karena bisa lebih dekat dengan personil band favoritnya, suasana cafe ini sedikit berbeda. Tidak ada kelompok orang-orang yang sibuk dengan acara sendiri. Semuanya berbaur jadi satu, berkumpul di dekat stage dengan ukuran kecil. Tidak ada pengunjung yang sibuk asyik dengan obrolannya. Semua fokus mendekati stage, menunggu The Solar yang sedang asyik menyetel alat musik mereka. Siap menikmati penampilan. "Cek.. Cek.." Suara yang tidak asing, Rama, sang vocalist mengecek kualitas mic di tangannya. Maria berbisik. "Dia duda lho. Udah cerai dua kali. Tapi kayak masih single gitu ya, awet muda." "Nah, itu tuh yang namanya Billy, Na. B
Naya tidak kalah kagetnya dengan Maria. Bukan seperti ini rencana yang dia buat. Awalnya Naya hanya ingin perkenalkan Evan sebagai teman barunya. Minimal Maria kenalan dulu dengan Evan, baru nanti Naya bercerita tentang kisahnya dengan pria itu. "Evan." Evan menyodorkan tangannya tanpa rasa kikuk, sementara Naya tidak bisa menutupi perasaan malu bercampur khawatir. Maria menyambut tangan Evan sambil memperhatikan wajahnya yang kemudian dengan cepat kilat melihat penampilannya dari atas sampai bawah. "Gue Maria. Lo?" "Cowoknya Naya." Evan menjawab yakin. Maria melihat Naya dengan ekspresi bingung, berbagai macam pertanyaan yang nyangkut di kepala. Naya hanya bisa menjawab dengan sikap diam, mengulas senyum kecil. Dia tida
"Hmmm…" Naya memejamkan mata. Semakin terbiasa, dia semakin jago mengikuti gerakan Evan. Berbeda saat pertama kali melakukannya, kali ini terasa lebih nyaman. Evan mendorong miliknya lebih dalam dari biasanya membuat Naya menggelinjang. Kedua tangan Naya mencengkeram punggung Evan kuat. Begitupun Evan yang berusaha menahan badannya dengan kedua tangan. "Ahh… Evan.. Ahh…..." Suara desahan Naya membuat Evan kian mempercepat gerakannya. Dia menciumi Naya tanpa ampun. Napas mereka semakin menggebu. "En..nak?" Evan berbisik sambil tetap fokus menggerakan miliknya dengan tempo yang semakin cepat. "Ah.. Aku.. Aku mau keluar." Naya tidak kuat lagi. "Aaaahhhh……." Hentakan kencang dari Evan berhasil membuatnya sampai di puncak.
Pada awalnya Naya merasa tidak masalah saat Lukas jauh darinya. Toh, selama ini mereka memang jarang bertemu. Lukas sibuk, Naya pun mencoba sibuk. Dia selalu coba menyeimbangi dan tidak pernah berhenti usaha membuang pikiran negatif soal Lukas.Semua teman-temannya yang mengenal Lukas pun sudah dari pertama bilang kalau pria itu adalah pria baik-baik. Seorang pria yang sedang menggapai mimpinya untuk sukses berkarir di bidang yang ia sukai."Lho? Kirain lagi ngikut Lukas, Na." Hanif duduk di sofa. Malam ini mereka janji untuk merayakan ulang tahun Risa di salah satu restoran Asian food langganan.Naya menggeleng cepat. Boro-boro nemenin Lukas di sana, kontakan saja terbatas."Tuh Risa. Niat banget, neng… Pake dress cantik gitu. Kita rayain cuma bertiga gini doang.
Maria memasukan gula ke dalan gelas kopi, mengaduknya perlahan. Sejak pagi, dia tidak berhenti memperhatikan Naya. Hanya saja Maria masih menahan keinginannya untuk bertanya-tanya.Naya mengikuti apa yang Maria lakukan, memasukan kopi hitam dan gula ke dalam gelas, lalu menyeduh dengan air panas."Kayaknya gue mau ke Surabaya, deh." Suara benturan sendok dan gelas menguasai ruangan.Maria memasukan sendok bekas adukan kopi ke mulut sebelum dia menaruhnya di tempat cucian. "Emang lo dikasih tahu sama si Lukas dia di mana atau informasi lebih jelasnya?""Ya nggak. Kan bisa langsung nodong, gue kabarin dia kalau udah di sana. Mau nggak mau dong dia harus ketemu gue, kan?"Maria diam sesaat. Sebetulnya ide menyusul Lukas tanpa ka
“Kantor bapuk!” Naya berteriak dalam hatinya. Harusnya hari ini dia bisa berleha-leha pulang ke rumah, atau menghampiri Evan di tokonya. Tapi mendadak dia harus mengerjakan kerjaan sampai malam alias lembur. Ada Bimo dan Tasya yang bernasib sama. Naya memutuskan untuk memesan makanan dari aplikasi online, setidaknya dia harus mengisi perutnya yang sejak tadi terasa lapar. Lembur di kantor yang sebenarnya hanya beberapa jam saja memang sering terasa seperti satu hari penuh. Tasya menyodorkan layar tablet. “Pertengahan bulan depan ada Run for Life lagi lho. Kamu ndak mau ikut?” Naya menaikan bahunya. “Jauh jaraknya?” “Ndak terlalu kok. Kan asyik-asyikan juga. Tahun lalu ada banyak artes yang ikutan. Lumayan tho bisa pamer sama orang kalau pernah lari bareng artes
Langit-langit kamar jadi pemandangan pertama yang Naya lihat selepas dia membuka mata. Dia menarik napas dalam, menghembuskannya panjang. Walau sudah memutuskan untuk menjalani semuanya dengan santai dan berusaha mengambil rasa senangnya saja, perasaan Naya tidak bisa berbohong. Rasa penasaran sekaligus curiga pada Lukas, juga kepastian yang dia tunggu dari Evan. Serakah! Naya mengatai dirinya sendiri.Kalau dia memajukan egonya, mungkin saat ini dia lebih mementingkan Evan. Naya akan menyudahi hubungannya dengan Lukas, pria kaku yang sampai saat ini tidak berani memberinya ‘lebih’. Lukas yang memiliki ambisi tersendiri pada karirnya dan Lukas yang semakin jarang menyediakan waktu spesial untuknya.Buat apa dipertahankan? Naya hanya ingin semuanya berjalan baik-baik saja. Bagaimanapun, Lukas adalah pria yang hadir di saat Naya membutuhkan sosok peli