Apakah Alexander akan mengakui jika dia sudah tau jika bayi yang di kandung Clara itu adalah darah dagingnya? Terus ikuti ceritanya ya
"Jangan banyak bicara! Sekarang kau pakai saja alas kaki yang biasa kau pakai," ujar Alexander mengalihkan perhatian Clara yang terlihat sekali mencurigai dirinya."Baik Tuan," jawab Clara mencoba untuk berjalan tapi kakinya terlalu sakit untuk itu.Alexander terus memperhatikan Clara yang tampak kesulitan berjalan akibat sakit di kakinya. Wajahnya penuh dengan ekspresi kekhawatiran saat melihat Clara meringis menahan rasa sakit. Tanpa ragu, Alexander kemudian mengangkat tubuh Clara dengan lembut dan membawanya menuju sofa yang nyaman.Clara, meskipun merasa cemas dan takut akan tindakan Alexander seperti malam sebelumnya, tidak bisa menolak bantuan dari pria itu. Dia hanya bisa bertanya dengan nada khawatir, "Tu-Tuan Apa yang kau lakukan?"Namun, jawaban dari Alexander hanya membuat Clara semakin gelisah. "Diam! Kau ini cerewet sekali, ya!" hardik Alexander sambil tetap memegang erat kaki Clar
"Sayang, apakah kau mengenal dia?" tanya Nyonya E-Manuel terkejut saat mengetahui gadis itu tau nama wanita yang saat ini di bawa oleh Alexander."Ya, saya mengenalnya Tante. Karena tadi pagi kita bertemu, benarkah Nona Clara?" jawab gadis itu dengan senyum penuh arti.Nyonya Emanuel tampak heran, Alexander terlihat sedikit panik tapi dia berusaha menutupi dengan sikap dinginnya itu. Sementara itu, Clara tampak cemas dengan sorot mata Gadis tersebut yang ditujukan kepadanya."Apa yang kau lakukan di sini?" tanya Alexander mengalihkan topik pembicaraan Bertha."Tante Selma yang mengundangku ke sini," jawabnya dengan senyumnya yang menggoda."Clara bagaimana kandunganmu, apakah kramnya sudah hilang?" tanya Gadis itu dengan senyum liciknya. Ya, dia adalah Bertha dokter kandungan yang sempat memeriksa kehamilan Clara. Alexander tidak menyangka jika teman masa kecilnya yang selalu bisa menjaga rahasianya ternyata telah mengkhianatinya.Alexander merasa seperti dunia ini runtuh di hadapanny
"Tuan, sebaiknya saya tunggu di luar saja," bisik Clara pada Alexander.Clara saat ini merasa sangat terpukul dengan perlakuan keluarga Alexander terhadap dirinya. Dia merasa seperti wanita rendahan, dipandang sebelah mata karena hamil tanpa suami. Ironisnya, anak yang ada dalam kandungannya adalah dari sang putra Alexander sendiri. Clara bingung harus bertindak bagaimana, apakah mereka akan percaya jika dia mengatakan kebenaran bahwa sebenarnya Alexanderlah yang telah memperkosanya. Rasa benci mulai menyelimuti hati Clara, membuatnya melepaskan genggaman tangan Alexander secara tiba-tiba. Kejutan datang ketika Alexander justru membela dirinya dengan keras."Diam kau Bertha! Kau tidak tahu apa-apa tentang dia! Lebih baik kau pergi dari sini!" hardik Alexander dengan penuh emosi, sambil menyeret tubuh Bertha keluar dari ruangan tersebut.Clara tak bisa menyembunyikan raut heran melihat sikap belas kasihan yang ditunjukkan oleh Alexander padanya. Bahkan Tuan dan Nyonya Emanuel juga terl
Sejak kepulangan Alexander dari kediaman keluarganya, Alexander tak mengucapkan sepatah katapun kepada Clara membuat wanita itu semakin bingung harus bagaimana."Tuan, apakah kau mau makan?" tanya Clara mencoba untuk mengalihkan pikiran Alexander.Alexander tetap diam, langkahnya mantap menuju kamarnya tanpa menoleh sedikit pun. Clara merasa putus asa melihat sikap dingin yang ditunjukkan oleh pria itu. Dia mengangkat kedua bahunya dengan perasaan campur aduk, "Sepertinya percuma saja berbicara pada tembok."Perut Clara mulai terasa keroncongan, dia menyadari bahwa belum sempat makan sejak pulang dari kantor karena proses make over yang memakan banyak waktunya. Janin yang masih berusia 7 minggu dalam kandungannya pasti juga merasakan kekosongan tersebut dan membutuhkan asupan nutrisi yang cukup.Tanpa ragu lagi, Clara bergegas ke kamarnya untuk berganti baju. Dengan cepat dia membuka lemari pendingin
Alexander terbaring di atas tempat tidur, wajahnya meringis kesakitan setiap kali lambungnya menolak makanan pedas yang tadi dia nikmati dengan rakus. Clara memasuki kamarnya dengan ekspresi khawatir yang tak bisa disembunyikan ketika mendapat kabar dari pengawal pribadi Alexander jika bosnya itu tidak bisa menerima rasa pedas karena Alexander memiliki Maagh angkut."Tuan, apakah Anda baik-baik saja?" tanya Clara dengan suara lembut saat membuka pintu kamar Alexander.Alexander menoleh ke arahnya, tatapannya penuh dengan rasa kesakitan. "Tidak, saya tidak baik-baik saja. Ini... ini sangat menyakitkan."Clara berjalan dengan langkah ringan menuju tempat tidur Alexander. Wajahnya penuh kekhawatiran saat melihat pria yang biasanya tegar itu kini meringkuk kesakitan di atas tempat tidurnya. Dengan lembut, Clara menawarkan bantuan kepada Alexander."Saya akan membantu Anda. Apakah Anda ingin saya memanggil dokter?" tanya Clara pelan, suaranya penuh dengan kepedulian.Alexander menggeleng l
"Ada apa ini? Kenapa wajah kalian tampak serius?" tanya Alexander dengan sorot matanya yang tegas memandang bergantian kepada pengawal pribadinya dan sekretaris pribadinya.Clara membalikkan badannya ke arah bosnya itu. Dia merasa tegang, namun tekadnya untuk menanyakan sesuatu kepada Alexander tidak bisa dibendung lagi."Tuan, saya ingin menanyakan sesuatu kepada Anda. Untuk sekarang saya minta jawaban yang jelas dan tidak menggantung seperti kemarin," ujar Clara dengan wajah yang serius. Matanya menatap lurus ke dalam mata sang bos, mencari kejelasan dari pertanyaannya.Melihat akan terjadinya perdebatan sengit antara Clara dan bosnya, Markus memilih untuk meninggalkan ruangan itu dan memilih untuk menunggu bosnya di luar gedung. Dia tahu betul bahwa percakapan antara Clara dan Alexander mungkin akan berlangsung lama, dan dia tidak ingin ikut campur dalam urusan tersebut."Ada apa? Kau selalu saja
"Apa yang kau pikirkan?" tanya Alexander me dekati Clara yang kini tengah begitu terpukul dengan ucapan Alexander.Bruk!!! Tubuh Clara kini berlutut di depan Alexander, air mata berlinang tak tertahankan. Dengan gemetar, ia memegang erat kaki pria itu sambil merintih pelan."Tuan, aku mohon biarkan aku pergi," pintanya lirih, suara seraknya terdengar penuh harapan. Clara mencoba sekuat tenaga untuk meyakinkan Alexander agar tidak mengambil anaknya yang masih dalam kandungannya itu. Matanya berkaca-kaca dan tatapannya penuh ketulusan saat menatap wajah sang tuan dengan rasa takut yang mendalam.Namun, suara dingin dan tegas dari Alexander membuat Clara semakin terpukul. "Bangunlah Clara! Aku tidak suka melihatmu seperti ini!" tegur Alexander dengan nada tinggi.Dengan tekad yang membara dalam hatinya, Clara menolak untuk bangkit dari posisi berlututnya. "Tidak! Aku hanya akan berdiri jika kau setuju dengan permintaanku!" serunya penuh keyakinan.Senyum licik merekah di wajah Alexander
Clara segera menyembunyikan kopernya di dalam lemari. Segera dia melangkah ke pintu untuk membuka pintu Penthouse tersebut."Nyonya Selma!" ujar Clara terkejut dengan kedatangan ibu dari bosnya itu."Wah, ternyata kau juga tinggal di apartemen mewah putraku, ya?" sindir Selma sinis menyerobot masuk melewati Clara yang masih tertegun, tapi tak lama kemudian Clara mengikuti langkah wanita paruh baya yang masih terlihat sangat cantik dan terawat tersebut."Nyonya, Apakah Anda ingin bertemu Tuan Alexander? Dia pergi perjalanan bisnis ke Munich," papar Clara sembari mengikuti langkah wanita yang terlihat sedikit angkuh itu, mencoba mengalihkan perhatiannya.Selma tersenyum tipis sambil memandang sekeliling penthouse mewah tersebut. "Tentu saja aku ingin bertemu dengannya. Aku penasaran bagaimana anak manja seperti dia bisa sukses dalam bisnis," ucapnya tanpa senyum.Clara merasa tegang mendengar komentar Sinis dari Selma tentang bosnya. Ia tahu bahwa hubungan antara Selma dan Alexander tid