#28
Rafael terdiam cukup lama. Ia tidak mengerti jalan pikiran wanita yang ada di hadapannya sama sekali. Padahal menurutnya akan jauh lebih mudah untuk bercerai jika sekaligus melaporkan Reno atas tuduhan KDRT."Kamu benar-benar udah yakin gak akan mempolisikan dia?" tanya Rafael lagi.Alma menggeleng cepat. "Nggak, Pak. Saya yakin itu."Rafael tampak menghela napasnya pelan. Ingin mendebat keputusan Alma, tapi rasanya dia tak memiliki hak apa pun karena hubungan mereka tak sedekat itu."Baiklah kalau begitu, saya gak akan maksa kamu. Tapi satu hal, kalau suatu saat nanti kamu berubah pikiran dan ingin memenjarakannya maka jangan sungkan untuk meminta kesaksian saya, Alma," ucap pria itu bersungguh-sungguh.Alma tak menjawab, dan hanya merespon ucapan Rafael dengan anggukan singkat.Lantas setelahnya, Rafael berpamitan pulang karena hari sudah menjelang malam dan dia tak mau membuat sang ibu kha#29"Mama mikirnya kejauhan banget sih. Kok bisa kepikiran kalau Rafa suka sama Alma." Rafael terkekeh kecil.Suasana yang sempat tegang saat menunggu kata-kata dari Rafael, seketika berubah cair."Ya ampun, bukannya jawab pertanyaan Mama." Mama Arum mencebikkan bibirnya, kesal."Maaf, Ma. Kalau waktunya sudah tiba nanti, Rafa pasti bawa wanita yang akan aku nikahi. Mama tenang aja," ucap Rafael menenangkan sang mama."Ya, tapi kapan, Nak? Mama kan udah tua, gak salah kan kalau Mama ingin lihat kamu menikah dan memiliki anak." Mama Arum tampak bersungguh-sungguh mengatakan kemauannya yang belum dapat Rafael wujudkan."Mama sabar ya. Waktunya pasti akan tiba." Rafael berucap sambil mengulas senyum misterius di wajahnya."Oh, ya. Gimana kabar Alma sekarang, Rafa? Katanya kamu udah ketemu sama dia. Apa kamu juga tau tempat tinggalnya yang sekarang?" tanya Mama Arum mengalihkan pembicaraan."Kabarnya baik kok, Ma. Kebetulan tadi itu Rafa terlambat karena nganterin Alma pulang ke rumahnya,
#30Dengan berat hati, Bu Kamila merelakan koleksi emasnya untuk dipakai Reno dulu. Tentu saja, dengan jaminan Reno segera mengembalikannya berkali lipat, bahkan wanita paruh baya itu menuntut jika Reno juga harus bisa mengumrohkannya."Reno pamit dulu, Ma." Reno melangkahkan kakinya keluar rumah, lalu Reno melajukan mobilnya menuju ke kantor. Mobil itu merupakan insentif dari kantornya.Perasaan Reno bercampur aduk saat ini. Ada sisi hatinya yang masih tak rela melepaskan Alma. Akan tetapi, sisi hatinya yang lain tak mau lagi mempertahankan Alma karena apa yang sudah dilakukan oleh dirinya dan Bu Kamila sudah pasti sangat menyakiti hati Alma. "Semoga keputusanku menceraikan Alma benar." Reno menggumam pelan. Tujuannya saat ini adalah kantor tempatnya bekerja. Lalu, setelahnya Reno akan izin untuk pergi keluar sebentar ke kantor pengadilan agama dan mengajukan gugatan cerai terhadap Alma."Hanya ini yang bisa kulakukan untuk menebus seluruh kesalahanku padamu, Alma. Aku janji, akan m
#31Alma tampak masih menggelengkan kepalanya. Seolah-olah apa yang barusan dikatakan dokter bukanlah kenyataan."Dokter … anda gak salah, kan? Apa mungkin dokter salah diagnosa? Saya kemarin sempat kehujanan, saya pasti cuma masuk angin, Dok," ratap Alma, wanita itu sangat syok dan enggan menerima kenyataan."Nggak, Bu. Saya yakin, saya nggak salah saat memeriksa Ibu." Dokter kesehatan yang disediakan oleh pihak pabrik pun tetap bersikukuh jika dia tak mungkin salah memeriksa.Alma tampak sangat tertekan. Pikirannya entah melayang ke mana-mana. Berbagai macam kekhawatiran terlintas di kepalanya.Rafael yang hendak masuk ke ruangan untuk mengetahui kondisi Alma pun tak sengaja mendengar racauan Alma tentang ketidaksiapannya menerima kehamilannya itu. Pria itu merasa iba, dan tahu bagaimana kondisi rumah tangga Alma. Hamil di saat seperti ini tentu membuat Alma jadi bimbang."Kamu pasti kuat dan bisa melalui semuanya, Alma. Aku pastikan akan berada di sisimu." Rafael berucap pelan, men
#32Alma berusaha menunjukkan wajah tenang terutama di hadapan Lily. Meskipun hatinya terus dihantui rasa khawatir atas kabar kehamilan yang baru diketahuinya itu. Sebuah pesan kembali masuk ke ponselnya. Ternyata itu adalah pesan dari salah satu rombongan jamaah umroh yang berangkat bersama Bu Hasna. Alma sempat bertukar nomor ponsel dengan beliau saat mengantarkan Bu Hasna beberapa hari yang lalu.Rupanya, Bu Wirda mengirimkan beberapa foto Bu Hasna ke ponsel Alma dan sekaligus mengabari kalau Bu Hasna baik-baik saja di sana.[Neng Alma, ini tadi Bu Hasna sempat saya fotoin. Jadi saya kirimin semuanya ke Neng Alma. Alhamdulillah … kita semua di sini sehat wal afiat, Neng. Tunggu kami kembali ya.]"Ibu …," lirih Alma sembari memandangi foto Bu Hasna cukup lama.Tak terasa air mata menitik perlahan dari kedua kelopak matanya. Alma sungguh merasakan kesedihan saat ini, dan dia sungguh merindukan Bu Hasna yang kini menjadi satu-satunya tempat bersandar."Mama, kenapa nangis?" tanya Lil
#33"Gimana? Kamu udah ketemu kan sama anaknya Tante Kamila? Ganteng, kan?" cecar Bu Rasti ketika Sofia baru saja pulang."Iya, ganteng kok, Ma," sahut Sofia malas-malasan."Kalau ganteng kenapa ekspresimu kayak gitu sih?""Ya, nggak kenapa-napa, Ma. Aku capek aja, dari tempat kerja langsung mampir ke rumah temen Mama," tutur Sofia. Ia enggan menceritakan pada sang mama kalau tadi dia bahkan tak sempat untuk berkenalan secara layak dengan Reno, karena Bu Rasti pasti akan mengomelinya habis-habisan."Ya sudah, pokoknya kamu udah tau kan, gimana gantengnya si Reno anaknya Tante Kamila itu, kerjaan dia juga udah lumayan lho, gajinya tetap," ucap Bu Rasti terkesan mempromosikan anak dari teman arisannya itu.Sofia menghela napasnya berat. "Kayaknya ini yang kedua puluh kali mama bilang gitu deh." "Eh, iya kah? Sebanyak itu ya?""Kayaknya si Reno juga belum cerai sama istrinya kan, Ma?" "Iya sih, tapi kan bakalan cerai juga! Jadi, kamu harus pepetin terus, biar nanti kalau udah sah cera
#34"Karena itu gak akan pernah mengubah keputusanku dan Mas Reno untuk tetap bercerai, Mbak."Alma menjawab keingintahuan Dewi dengan jawaban lugas. Akhirnya, Dewi pun memilih tidak bertanya lagi dan mencoba mengerti keputusan berat yang sudah diambil Alma untuk berpisah dengan Reno."Kamu yang sabar ya, Al. Apa pun masalah kamu sama Reno, Mbak cuma bisa doain kamu supaya bahagia walaupun nantinya harus berjuang sendiri," ucap Dewi. Sebagai sesama wanita, Dewi memberikan supportnya terhadap Alma. Dia memilih tidak lagi menghakimi keputusan Alma dan justru memberikan rekan kerjanya itu semangat. Dewi menepuk-nepuk pelan pundak Alma untuk menyalurkan semangat baginya."Makasih, Mbak." Alma menyahut singkat, sembari memegang tangan Dewi. “Kamu pasti kuat, Alma. Mbak yakin.”Alma hanya mengangguk samar. Ia merasa bersyukur, sedikit beban di dadanya telah sedikit berkurang meski belum sepenuhnya. Namun, Alma bisa sedikit bernapas lega.'Sekarang giliranku harus memastikan sesuatu sama P
#35 "Mama, kita jadi ke pasar malamnya kan nanti malam?" tanya Lily pagi itu ketika mereka bertiga tengah menikmati sarapan."Lily mau ke pasar malam ya?" tanya Bu Hasna."Iya, Nek. Mama udah janji mau ngajak Lily ke sana. Sekarang kan nenek udah pulang jadi kita bisa kan pergi ke pasar malamnya?" Lily bertanya dengan nada antusias.Bu Hasna menatap Alma. "Ehm, kalau Ibu masih capek, nanti aku sama Lily aja yang pergi. Ibu istirahat di rumah aja," ucap Alma merasa tak enak hati jika memaksakan kemauan putrinya."Nggak kok, Nduk. Ibu udah cukup istirahatnya semalem, jadi kita bisa main ke pasar malam sesuai kemauan Lily," ucap Bu Hasna seraya menoel pipi cucunya."Beneran, Nek? Asyiikkk …." Lily bersorak bahagia. Tawa kecilnya itu pun mampu menularkan senyum tipis di wajah Alma. Melihat Lily dan sang ibu saja sudah cukup untuk menyemangati Alma. Ketiganya melanjutkan sarapan pagi, hingga Alma kembali mengalami mual."Huoekkk…!" Alma berlari kecil meninggalkan meja makan menuju ke ka
#36 Hari itu menjadi hari yang begitu membahagiakan bagi keluarga kecil Bu Hasna. Canda tawa segera tercipta di rumah sederhana itu oleh celotehan Lily yang entah mengapa begitu cepat akrab dengan Rafael dan sang mama.Menjelang sore, Mama Arum dan Rafael akhirnya berpamitan untuk pulang. Bu Hasna bahkan memberikan buah tangan dari tanah suci yang tidak seberapa untuk Mama Arum."Tolong diterima ya, Bu. Ini memang nggak seberapa," ucap Bu Hasna sambil menyodorkan sebuah kantong ke Mama Arum."Ya ampun, Bu, malah jadi ngerepotin begini sih. Ini buat tetangganya Bu Hasna aja," ucap Mama Arum enggan menerima pemberian Bu Hasna."Mereka sudah saya kasih kemarin, Bu. Jadi ini buat Bu Arum aja, ya. Tolong diterima," ucap Bu Hasna lagi."Makasih banyak ya, Bu Hasna, Alma. Sekali lagi saya dan Rafael pamit pulang dulu, kapan-kapan bolehlah kalian berkunjung ke rumah saya," ucap Mama Arum tulus."Lily boleh main air di sana, Oma?" tanya Lily tiba-tiba menimbrung.Mama Arum memang menyuruh Li