Hai, semuanya! Corn Leaf di sini!
Cuma mau kasitau, jangan lupa review setelah baca, ya.
Biar aku makin semangat nulisnya!
Lope! Lope!
🧹🧹🧹🧹🧹🧹🧹
Senin pagi yang indah. Tapi entah mengapa banyak sekali orang-orang yang membenci hari senin. Selalu saja ada yang mengeluh tentang hari senin. Serasa begitu banyak pekerjaan menanti di hari senin. Padahal, harusnya manusia lebih bersyukur, masih bisa menatap hari senin. Tsah!
"Masih enam hari lagi..." gumam Willy dengan wajah terkantuk-kantuk. Lelaki gempal itu menyeret langkahnya dengan malas, menapaki anak tangga menuju ke ruang laboratorium.
Waktu masih menunjukkan pukul setengah delapan pagi, tapi Willy dan Alf sudah berada di kantor. Tidak seperti biasanya, dimana mereka tiba 10 menit sebelum pukul delapan.
"Hari baru tuh harusnya semangat! Pagi-pagi udah loyo! Padahal kemarin sok cera
Yuhuu!!! Kembali lagi bareng Corn Leaf di sini! Yuk, marilah kemari, baca cerita ini, dan jangan lupa review ya gaess... Reviewnya yang membangun, ya... Biar aku makin semangat nulisnya. UwU. 🧹🧹🧹🧹🧹🧹🧹🧹 Alf dan Willy kembali ke ruangan laboratorium dengan wajah muram, membuat si emak-pimpinan kaum tukang ghibah Lab. Sisilia, Merlin, tak sabar untuk bertanya. Merlin beringsut ke meja Alf, saat pria itu sudah mulai menyiapkan bahan untuk menguji sebuah sampel. Sedangkan Willy, sibuk mengecek laporan hasil uji fitokimia yang dilakukan Alf beberapa waktu lalu, dan laporan lainnya agar bisa dikirimkan hasil uji itu ke pengirim. "Gimana?" tanya Merlin setengah berbisik, saat sudah bersisian dengan Alf. Matanya menatap Alf dengan tatapan penuh harap. Mengharapkan jawab pastinya. "Apanya?" Alf balik bertanya. Merlin mendesah, "Kenapa kalian sampe dipanggi
Hai gaesss, apa kabar ? Semoga sehat selalu. Nah, cerita kali ini fokusnya ke Willy.Jangan lupa reviewnya gaes, biar aku selalu semangat! Happy reading! 🧹🧹🧹🧹🧹🧹🧹🧹 Waktu sudah menunjukkan pukul 12.00, artinya jam istirahat tiba. Semua penghuni laboratorium bergegas keluar ruangan, demi mencari makan siang. Alf dan Willy juga terlihat menuruni tangga, disusul Merlin dan Ellen. Diego sudah lebih dulu melesat keluar daritadi, entah kemana. Katanya, udah janjian mau makan siang bareng pacarnya. "Mau makan dimana lo berdua?" Ellen bertanya dari balik punggung Alf dan Willy. "Tempat biasa," jawab Alf. Tempat biasa yang dimaksud si Alf adalah warung Mas Bhambang di samping kantor, yang menjual bakso, soto maupun berbagai jenis nasi. Nasi campur, nasi ayam, nasi goreng, dan nasi lainnya. Selain itu, harganya juga lumayan pas di kantong para karyawan bergaji UMP ini. "Gue mau mak
Hai, semuanya! Jangan lupa reviewnya, ya. Biar tulisanku makin berkembang. Terima kasih buat semua yang selalu mengikuti cerita ini, meskipun terkadang banyak garingnya. Eaa... Langsung saja, happy reading, guys! 🧹🧹🧹🧹🧹🧹🧹🧹🧹 Inn mengetuk-ngetuk pelan sebuah pena biru di atas meja. Tatapan matanya mengarah lurus ke layar notebook yang sedang menyala. Tapi, bukannya sedang fokus dengan deretan tulisan di layar. Pikiran wanita 30 tahun itu sedang berkelana ke sosok seseorang. Siapa lagi kalau bukan Alf. Kalimat yang diutarakan Nover saat bertemu dengannya di mall, kembali terngiang di telinga. Kalimat yang membuat Inn menarik kesimpulan bahwa si Alf berbohong padanya. Dan kalimat yang juga membuat Inn bertanya-tanya, mengapa Alf harus berbohong? Kalaupun saat itu Alf sedang berhalangan, kenapa tidak berkata jujur saja? Kenapa Alf har
Hai, semuanya! Cerita kali ini tentang emak Alf. Karena permintaan dari kalian, aku buatin nih, bab emaknya Alf lagi, meskipun sebatas percakapan via telepon. Semoga tetap suka, ya! Terima kasih buat semua yang selalu mengikuti cerita ini, meskipun terkadang banyak garingnya. Eaa... Langsung saja, happy reading, guys! 🧹🧹🧹🧹🧹🧹🧹🧹🧹 Alf mengusap rambutnya yang basah, habis dikeramas, malam itu. Dia melangkah malas memasuki kamar, dan mendaratkan bokongnya di atas kasur. Tangannya masih belum berhenti mengeringkan rambut bergaya front puff-nya. Tiba-tiba, ponsel Alf berdering, tapi Alf masih sibuk dengan aktivitasnya. Terlalu malas untuk sekedar merentangkan tangan, demi meraih ponsel di atas nakas. Panggilan pertama tak terjawab, menimbulkan panggilan kedua. Alf tetap santai. Pikirnya, mungkin saja itu panggilan grup
Yuhuu! Corn Leaf hadir kembali! Jangan lupa reviewnya ya, gaes! Biar aku makin semangat menulis bab-bab baru! Karena review kalian tuh obat yang manjur banget untuk mengobati segala rasa letihku. Tsah! Yuk, langsung saja! Happy reading, guys! 🧹🧹🧹🧹🧹🧹🧹🧹🧹 "Selamat pagi, semuanya!" Ibu Nover membuka briefing di pagi itu dengan sebuah sapaan, yang serentak dibalas para karyawan dengan penuh semangat. "Hari ini akhirnya kita briefing lagi, ya! Setelah, kemarin-kemarin, saya memang banyak kerjaan, jadi gak sempat!" Semua karyawan Laboratorium Sisilia, terlihat berdiri membentuk lingkaran, di lobi laboratorium. Pandangan mereka tertuju pada sosok ibu Nover, yang hari ini terlihat fresh dengan blus katun berwarna hijau muda, dan celana katun cokelat muda, serta sepatu Sneakers putih. Sebenarnya, tidak ada aturan khusus mengen
Yuhuu, Corn Leaf kembali hadir!! Cerita kali ini tentang usaha si gempal kribo menggemaskan, Willy, dalam mendapatkan hati si Jessy! Yuk, dukung Willy dengan ngasih review sebanyak-banyaknya, ya! Happy reading! 🧹🧹🧹🧹🧹🧹🧹🧹🧹 Willy bersandar di tembok kamar kosan Alf, dengan tatapan menerawang, pada plafon di atas. Sesekali pria gempal itu terlihat menarik dan mengembuskan napas panjang. Entah apa yang sedang memenuhi pikirannya saat ini. Alf yang baru selesai mandi, menatap heran wajah sahabatnya itu. "Ngelamunin apa, sih?" tanya Alf sambil meraih handphone di atas nakas, dan mengecek notifikasi yang masuk. Gak ada pesan dari, Inn. Sabar, Alf. Ea... Willy hanya melirik sekilas punggung sahabatnya, dan lagi-lagi mengembuskan napas panjang. Mungkin, lelah untuk menjawab.Atau itukah jawabannya? Berharap si Alf mengerti arti desahan nap
Yuhuuuu, aku hadir lagi nih di sini!!! Jangan bosen-bosen, ya untuk ngasih review di novel ini, biar aku selalu semangat! Ea ea! Happy reading, guys! 🧹🧹🧹🧹🧹🧹🧹🧹🧹 "Jadi, ntar jam berapa nih?" Diego menyenggol Willy, saat sedang berkemas untuk pulang. Jam kantor sudah selesai. Ibu Nover juga sudah pulang lebih dulu karena ada urusan keluarga. "Kok nanya gue? Nanya Jessy, dong!" jawab Willy ketus. "Lah? Kan Jessy gebetan lo! Jadi, lo perpanjangan tangan ke dia, gitu maksud gue!" balas Diego sambil mengedipkan sebelah mata dan nyengir kuda. Wajah Willy bersinar bahagia dan bangga pastinya. "Iya juga, ya!" Dengan sigap, Willy langsung meluncur ke lobi kantor, hanya demi menemui Jessy. Ya elah, Wil! Kan tinggal wasap aja juga bisa! "Jess..." panggil Willy lembut selembut istri-istri kalau baru terima duit. Ahay! Jessy mendongakkan kepala, alis
Hola, guys! Ketemu lagi, nih sama bab baru. Jangan lupa reviewnya, ya! Selalu ditunggu... Huhu... Happy reading! 🧹🧹🧹🧹🧹🧹🧹🧹🧹 Tiga kuda besi melaju perlahan memasuki salah satu kompleks perumahan elit. Hingga tiba di depan sebuah rumah tipe 120 dengan nomor 24, motor Diego berhenti, diikuti motor teman-temannya. Tampak sebuah rumah berwarna minimalis bertingkat dua, menyambut mereka. Di bagian halaman, terdapat taman mini, dengan hamparan rumput terpangkas rapi. Di beberapa titik, juga terlihat lampu tenaga matahari, menerangi taman itu. Tidak dipungkiri kalau rumah Jessy bisa dibilang rumah orang kaya. Selain karena rumah tipe 120 digolongkan rumah mahal oleh para karyawan bergaji UMP ini, berada di kompleks perumahan elit saja sudah menandakan bahwa si Jessy dari keluarga berkecukupan. Willy menganga menatap rumah si Jessy. Lebih tepatnya rumah orang tua si Jessy. Seket