Reni sudah tiba di lobi bandara. Ia sudah menelepon Arjuna sebelum sampai sini, bahwa mereka akan bertemu di lobi bandara. "Arjuna belum nyampe, Ren?" tanya Mamanya. Reni menggeleng. "Katanya sih bentar lagi nyampe, Ma. Kita tunggu bentar aja ya!" Tak lama kemudian, Arjuna datang. Ia membawa satu koper besar yang memuat seluruh pakaian dan juga dokumen yang dimilikinya. Ia tidak mau ribet membawa banyak tas jika kopernya bisa memuat semua barang yang ia butuhkan. "Selamat pagi, Om Tante!" sapa Arjuna seraya mencium tangan orang tua Reni. Begitu pula sebaliknya, Reni juga mencium tangan Wirawan dan Andini yang kemudian ia ditarik ke dalam pelukan Andini. "Kamu makin lama makin cantik aja! Perawatannya pake apa?" bisik Andini kepada Reni. "Cuma skin care rutin aja sih, Te. Tapi emang makin kompleks skin carenya, hihihi." Keduanya asyik tertawa bersama sampai suara Arjuna menginterupsi. "Om, Tante, saya mau pamit ke Semarang selama kira-kira tiga sampa
Pesawat yang ditumpangi Arjuna sudah take off beberapa waktu yang lalu. Ia memilih untuk menghabiskan waktunya selama di pesawat dengan mempelajari kembali skema gambarnya. Ia tidak ingin sampai salah memahami konsepnya sendiri yang sudah disetujui oleh Satria. Tiba-tiba seseorang duduk di sebelahnya membuat Arjuna yang mengenakan headset merasa terusik. Akhirnya Arjuna menoleh dan mendapati Sandra ada di sebelahnya. "Kamu ngapain?!" tanya Arjuna penuh keterkejutan. Ia bingung kenapa Sandra bisa satu pesawat dengannya. "Loh, kan aku salah satu investor di proyeknya Satria. Emangnya kamu nggak baca surat perjanjiannya kemarin itu?" Arjuna mencoba mengingat-ingat. Sepertinya karena terlalu girang mendapat kabar bahwa proyeknya mendapatkan investor besar, Arjuna sampai tidak teliti membaca dokumennya. "Kenapa kamu mau jadi investor di proyek ini?" Sandra tersenyum tipis. "Ya nggak apa-apa. Aku cuma mau mengembangkan uang yang aku punya biar nggak mandek di sit
Reni baru saja tiba di rumah ketika ia melihat motor milik Rendi terparkir di halaman. Perempuan itu bergegas masuk ke dalam rumah dan benar saja, ia melihat Rendi sedang asyik mengobrol dengan Papanya. "Nah, itu Reni dateng!" seru Santi yang membawa nampan berisi cemilan. "Kamu udah ditungguin dari tadi loh sama Rendi." Reni memutar bola matanya. Ibundanya ini memang paling bisa menggoda dirinya agar salah tingkah. "Reni bersih diri dulu." Reni menoleh ke arah pria yang juga sedang menatapnya. "Aku tinggal bentar nggak apa-apa kan, Ren?" "It's okay!" jawab Rendi seraya tersenyum. Perempuan itu segera bergegas naik ke kamarnya. Sebenarnya ia sungkan juga jika harus menyuruh Rendi menunggunya. Tetapi, badannya serasa lengket setelah seharian berjalan-jalan bersama Nadya. Ia memilih untuk mandi dengan cepat. Mengenakan skin care yang lebih sederhana agar bisa segera kembali ke ruang tamu. "Duh, udah ditungguin malah perawatan dulu!" seru Santi dari ruang teng
Pagi-pagi sekali Reni sudah nangkring di depan rumah. Ia sengaja bangun lebih pagi untuk menyiapkan sarapannya sendiri. Ia ingin memasak nasi goreng pedas sesuai dengan pesanan Rendi kemarin. Lelaki itu bilang, nasi goreng pedas tempo hari yang Reni berikan rasanya enak. Karena tersanjung, akhirnya ia memasaknya. "Nungguin Mas Rendi ya, Non?" seru Mang Ujang yang baru selesai mencuci mobil Mamanya karena semalam pulang kehujanan. Reni mengangguk. "Iya nih, Mang. Mau berangkat magang. Mamang udah sarapan belum?" "Cuma tadi makan gorengan sama minum kopi aja, Non. Sarapannya mah masih nanti jam sembilan!" "Reni habis bikin nasi goreng pedes kalo mamang suka. Nanti minta ke Si Mbok aja. Tadi udah Reni sisihin kok!" Mata Mang Ujang berbinar-binar. Ia merasa senang disisihkan masakan seperti itu, bukan diberi makanan sisa seperti di majikannya dulu. "Beneran, Non?" Reni mengangguk seraya tersenyum. Kemarin ketika pulang, Rendi memberinya banyak sekali nasihat me
Pagi hari tadi, tiba-tiba saja Rendi menelepon Reni dan mengatakan bahwa ia sedang sakit. Suaranya terdengar sangat parau. Reni yang khawatir akhirnya mengantarkan sarapan melalui ojek online ke kosan Rendi. Rendi juga sudah mengirimkan surat sakit dari dokter pada Aulia agar diberikan jatah cuti sampai ia sembuh. "Rendi sakit ya, Ren?" tanya Aulia ketika Reni sedang merekap daftar tamu. "Iya, Mbak. Kayaknya dia kecapekan. Tadi telepon suaranya parau banget!" "Aku juga kaget tadi subuh nelpon kirain ada apa. Ternyata mau ijin nggak masuk. Aku langsung bilang aja ke Pak Aldo buat ngasih jatah istirahat dua sampai tiga hari. Ya, minimal sampai dia sembuh lah!" Aulia tiba-tiba mengingat sesuatu. "Oh, iya! Nanti Pak Aldo mau dateng ke galeri! Akhirnya setelah kalian magang hampir setengah jalan, ketemu juga sama Pak Aldo!" Wajah Reni berubah sumringah. Bosnya itu sepertinya terlalu sibuk hingga untuk menjenguk galeri saja butuh lebih dari satu bulan. "Tapi sayangny
Arjuna membuang napasnya kasar. Sudah berkali-kali ia berusaha menghubungi Reni, tetapi tak ada satupun panggilannya yang dijawab. Arjuna sudah mengiriminya pesan siang tadi, agar Reni menghubunginya setelah pulang magang. Ternyata nihil. Akhirnya, Arjuna mencari kontak seseorang di ponselnya dan segera memulai sambungan. "Halo, Bro? Tumben nih telpon. Ada apa?" seru Aldo lebih dulu setelah mengangkat panggilan. "Mahasiswa kalo magang di tempat lo pulangnya jam berapa?" "Jam lima biasanya udah pulang. Kenapa?" "Oke. Cuma nanya doang. Thanks ya!" Arjuna langsung memutuskan sambungan tanpa menunggu jawaban dari Aldo terlebih dahulu. 'Berarti sekarang Reni udah pulang? Tetapi kenapa dia nggak angkat telponku? Kemana dia?' batin Arjuna berkecamuk. Ia sempat ingin menelepon ke rumah Reni, tetapi ia merasa hal itu bukanlah hal yang baik. Nanti kalau orang rumah malah khawatir pada Reni bagaimana? Atau mengira hubungan mereka sedang bermasalah? Bisa-bisa, mere
Setelah magang hari ini selesai, Reni dipanggil masuk ke ruangan Aldo. Sepertinya pemilik galeri itu ingin menemui anak emasnya setelah sekian lama tidak bertemu. "Halo, Reni!" sapa Aldo ramah ketika Reni mebuka pintu ruang kerjanya. "Halo, Kak Aldo! Sibuk banget nih sampe baru sempet ke galeri sekarang?" Reni membalas tak kalah ramah. Aldo tergelak. Akhir-akhir ini ia memang disibukkan dengan berbagai event pameran bahkan sampai ke luar kota. Selain itu, beberapa waktu lalu ada kunjungan dari maestro seni pahat dunia ke Jakarta. Jadilah Aldo super sibuk dan belum bisa menengok galeri seninya yang satu ini. Padahal di sini, ada Reni. Anak emasnya di bidang fotografi yang sudah berguru padanya sejak masih SMA. Ketika sudah kuliah, Aldo selalu mengikutsertakan Reni dalam perlombaan fotografi tingkat manapun. Tak heran bila Reni sering memboyong piala kemenangan dalam berbagai perlombaan fotografi tersebut. "Iya. Banyak banget projek di luar. Untungnya pas kamu ma
Sesampainya di rumah, Arjuna segera memasukkan motornya ke dalam garasi kecil di samping rumah. Ia melepas kancing kemeja teratasnya ketika Sandra membuka kunci pintu rumah. Keduanya segera masuk. Sandra mengunci kembali pintunya. "Kenapa dikunci? Bukannya biasanya dibuka aja biar ada angin masuk? Gerah nih, San!" cecar Arjuna kemudian membuka kemejanya. Sandra juga ikut-ikutan membuka kancing kemejanya. "Eh, eh! Kamu kalau mau buka baju di kamar aja, jangan di sini!" Arjuna menahan jemar Sandra yang sudah hendak membuka satu kancing lagi yang akan membuat dada perempuan itu menyembul ke luar. "Aku juga gerah!" keluh Sandra. Tanpa sadar, tangan Arjuna menggosok dada Sandra yang membuat perempuan itu mendesah pelan. "Kamu ngapain sih?" tanya Arjuna bingung melihat sikap aneh Sandra. "Aku bentar lagi mau menstruasi." jawab Sandra. "Ya terus?" Arjuna mengerutkan kening. Sandra mendekat membuat Arjuna mundur perlahan. Ketika ia sudah menabrak te