Share

Bab 6

    Nadhine melongokkan kepalanya ke segala arah. Sedari tadi ia belum menemukan Arjuna padahal ia ingin Arjuna melihatnya saat memamerkan busana nanti.

   “Kemana sih, Juna? Kok ngilang gitu aja?” gerutunya sambil mencoba menghubungi Arjuna. “Angkat dong, Jun!” serunya gemas saat teleponnya tak kunjung diangkat oleh kekasihnya.

   “Kenapa sih kok mondar-mandir terus dari tadi kayak setrikaan?” seru suara di belakang Nadhine membuatnya tersentak dan menoleh.

   “Ini lho, Feb! Aku tadi kan ngajak Arjuna ke sini buat liat hasil desain aku. Aku bilang ke dia kalo bentar lagi aku mau memeragakan busana. Eh, dianya sekarang ngilang!”

  Seseorang yang disebut Feb itu mendekat. “Mungkin dia udah pulang kali. Si Juna itu kan sibuk banget.”

   “Ya sibuk sih sibuk. Tapi masa’ liat aku bentaran aja dia nggak sempet sih!?”

   “Udah kali nggak usah uring-uringan kayak gitu. Ya itu resiko kalo pacaran sama business man. Pasti sering dicuekin. Jadi ya, terima aja konsekuensinya.” Ujar Feb cuek.

  Nadhine semakin kesal dan berjalan meninggalkan temannya.

***

Arjuna memerhatikan lukisan-lukisan yang ada di depannya. Sambil berjalan, ia juga berkonsentrasi pada gadis di depannya yang menjelaskan tentang lukisan yang mereka lewati.

“Emangnya tiap tahun selalu ada pameran kayak gini?” tanya Juna sambil memerhatikan lukisan dua wajah perempuan yang dibingkai warna-warna pastel.

“Ya bukan tiap tahun lagi, tapi tiap semester. Tiap jenis lukisan harus dipamerkan. Karena menurut dosennya sih kalo dinilai sama dosen doang nanti kita ngamuknya sama mereka kalo nilainya nggak sesuai. Jadi mendingan dipamerkan supaya mendapatkan penilaian yang objektif dari orang luar.” Jelas Reni sambil terus berjalan.

“Oh, gitu.” Arjuna manggut-manggut. “Berarti saya bisa kasih penilaian dong?”

“Ya bisa. Nanti di meja daftar tamu itu para pengunjung diminta untuk memberikan kritik dan saran. Dari kritik dan saran itu kita dapet nilai.”

“Kalo pengunjungnya ngasih kritik dan sarannya asal-asalan gimana?”

“Emm, kalo itu aku masih belum tau. Karena sejauh ini yang aku dapet kritikan mereka bener-bener objektif sekaligus membunuh. Aku belum pernah nemuin mereka nulis ‘bagus’ gitu doang. Pasti tulisannya panjang-panjang disertai penjabaran yang mendukung kritikan mereka.” Reni berhenti dan membalikkan badannya membuat Arjuna ikut berhenti. “Atau jangan-jangan kamu mau nulis komentar asal ya?” Reni menyipitkan kedua matanya.

Arjuna mengernyit. Detik berikutnya ia tertawa. Reni yang melihatnya menampakkan wajah bingung. “Aduh! Kamu tuh gampang banget berprasangka buruk ya sama orang?” tanyanya seraya menghela napas. “Ya nggak mungkinlah aku nulis kayak gitu. Lagian, aku kan cuma nanya karena menurut aku ada aja orang yang nggak mau memberikan penilaiannya. Gitu aja dikira aku yang mau ngelakuin.”

“Yakin?” tanya Reni sambil mendekat.

Arjuna menunduk menatap Reni yang memang tidak lebih tinggi darinya. Tingginya hanya mencapai dagu Arjuna. Seketika wangi apel menguar ke dalam hidungnya. Arjuna memejamkan matanya sejenak. “Yakin!” serunya mantap seraya membuka mata.

Reni mencibir kemudian melanjutkan jalannya. Arjuna tersenyum. Nih cewek lucu juga!

***

Hampir dua jam Arjuna mengelilingi aula pameran lukisan itu. Ia berterima kasih pada Reni yang sudah menemaninya berkeliling.

“Thanks ya, udah nemenin liat-liat lukisan!” serunya saat keluar dari aula.

“Iya sama-sama. Aku juga berterima kasih karena kamu mau mampir ke pameran ini. Karena bagi kami, satu pengunjung itu sangat berarti.” Ujarnya dengan mata berbinar membuat Arjuna lagi-lagi tersenyum lebar.

“Iya!” Arjuna mengacak rambut Reni. “Kapan-kapan kalo ada pameran lagi, aku pasti dateng.” Arjuna menghela napas. “Ya udah, aku permisi dulu!”

“Iya.” Reni mengangguk. Arjuna segera beranjak meninggalkan gedung jurusan seni lukis. Reni menatapnya sampai benar-benar hilang dari pandangan.

“Hayoo, gebetan baru ya?” goda Nadya sambil tersenyum jail pada Reni.

“Apaan sih? Orang kenalnya juga baru tadi.” Sergah Reni.

“Emangnya dia jurusan apa? Atau fakultas apa? Kayaknya kok nggak pernah liat?” tanya Nadya.

“Di daftar tamu sih dia nulis umum. Berarti dia udah nggak kuliah lagi.”

“Kok dia bisa sampek sini ya? Apa dia ada urusan?”

“Katanya sih tadi dia dari pameran tata busana. Terus mampir ke sini. Mungkin di sana ada temennya atau mungkin... pacar?” Reni mengernyitkan kening seraya mengangkat bahu.

“Yang pasti sih pacar.” Nadya menyeringai. “Kayaknya lo cocok lho sama dia!”

“Ish, Nad! Apaan sih? Orang baru kenal dibilang cocok!” Reni mendengus sebal kemudian masuk ke aula meninggalkan Nadya yang terkikik.

***

Arjuna berdecak kesal melihat ponselnya. Nadhine menghubunginya beberapa kali tetapi ia sama sekali tidak tahu.

“Pasti sekarang ngambek nih!” akhirnya Arjuna balik menghubungi Nadhine.

“Hallo!” seru Arjuna saat panggilan sudah tersambung.

“Kamu kemana sih kok tiba-tiba ngilang? Padahal aku pengen kamu liat pas meragain busana tadi. Eh, kamu udah pergi duluan!” omel Nadhine membuat Arjuna menjauhkan ponselnya.

“I-Iya maaf. Aku tadi ngerasa nggak nyaman aja di sana. Jadinya aku langsung balik aja dan siap-siap ke kantor. Maaf ya!” kilahnya.

“Ya udah deh. Udah dulu ya, aku mau lanjutin acara ini!”

“Iy—“

Klik. Sambungan terputus. Arjuna mengernyitkan keningnya.

“Belum selesai ngomong udah ditutup aja!” ia mendengus kesal kemudian melanjutkan perjalanannya.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status