"Queen?"
Samudra membeku di depan pintu kamar mandi saat dia justru mendapati Queen sedang mengenakan batherope. Gadis itu terlihat baik-baik saja.Queen menoleh. "Bang Sam?"Mendapati lelaki yang dia sukai sudah berdiri di hadapan, tentu saja perasaan Queen begitu senang. Sampai-sampai dia langsung menghambur ke pelukan Samudra."Aku pikir Bang Sam udah gak peduliin aku," ucap Queen dengan beruraian air mata. Bisa memeluk Samudra seperti ini membuatnya tenang dan semakin yakin. Yakin bila Samudra memedulikan dirinya.Sementara yang dipeluk masih mencerna semuanya. Aroma sabun dan shampo yang menguar cukup mengganggu akal Samudra saat ini. Namun, untuk sekarang bukanlah waktu yang tepat untuk memikirkan hal yang bisa membuyarkan niatnya datang ke tempat ini.Tak dipungkiri jika Samudra juga merasa sangat lega. "Kamu ... baik-baik aja 'kan, Queen?" tanya Samudra setelah berhasil menguasai perasaan yang diam-diam membuncah di dada. Gadis manja ini rupanya tidak sampai bertindak konyol."Hmm." Queen yang masih betah berada di pelukan Samudra menganggukkan kepala. Nampaknya, dia enggan melepas pelukannya tersebut. Ini terlalu hangat, pikirnya.Apalagi Queen tak mendapat penolakan berarti dari Samudra. Meskipun lelaki itu tak membalas pelukan Queen. "Tadi aku dengar suara pecahan," kata Samudra, sembari melirik sekilas lantai kamar mandi."Tadi gelas yang pecah," jawab Queen.Mendengar Queen menyebut 'gelas' Samudra jadi mengingat sesuatu. Dia lekas mengurai pelukan, lalu memegangi kedua lengan gadis itu."Kamu minum, Queen? Iya 'kan?" Sepasang manik Samudra menelisik bola mata berbulu lentik milik Queen yang mengerjap lambat. Gadis di hadapannya ini memang seperti habis minum. "Queen?"Queen tak menjawab pertanyaan Samudra dan justru memilih menghindar—melepaskan lengannya dari cengkeraman pria itu. Queen melangkah menuju ranjang, dan mendudukinya.Sikap Queen yang mendadak berubah tentu membuat Samudra terheran-heran. "Itu artinya dugaan aku bener'kan?" Samudra menghampiri Queen dan berdiri sambil berkacak pinggang."Minum dikit, kok," sahut Queen, tanpa menatap wajah lawan bicaranya. Dia malah sibuk menekuri ruas-ruas jari kakinya yang berhias cat kuku warna merah. "Lagian aku minum juga ada alasannya. Bang Sam juga udah tau," imbuhnya.Kali ini Queen tak akan lagi menahan diri mau pun menekan perasaannya. Cukup selama lima tahun ini dia berusaha bersabar dan menunggu Samudra menyambut cintanya. Kendati dia tahu jika apa yang dilakukannya adalah suatu kesalahan.Samudra menghela frustrasi, lalu mengusap wajah penatnya. Dia berkata, "Apa pun alasannya, itu gak bisa dibenarkan, Queen. Seandainya Om Alex dan Tante Suci tau, pasti mereka akan marah. Apalagi kamu gak bisa dihubungi beberapa hari ini.""Biar!" Queen menatap Samudra, lalu berdiri. "Biarin aja mereka marah. Aku juga udah dewasa. Aku bebas lakuin apa pun sesuai keinginanku. Termasuk mencintai Bang Sam," imbuhnya.Setelah itu Queen melangkah keluar kamar, dan menuju pantry untuk mengambil minuman kaleng di lemari pendingin. Sementara Samudra tercenung sejenak dengan kalimat terakhir yang diucapkan Queen. Selanjutnya, dia mengikuti gadis itu ke pantry.Samudra melihat Queen sudah meletakkan dua kaleng minuman bersoda di atas meja mini bar. Dia seolah kehabisan kata-kata untuk menanggapi perkataan Queen barusan."Minum dulu, Bang." Queen menyodorkan kaleng minuman warna hitam itu ke Samudra. Selanjutnya dia membuka kaleng minuman miliknya sendiri, lalu meminumnya sambil berdiri."Makasih." Samudra mengambilnya, dan melakukan hal yang sama persis seperti Queen barusan. Dia menarik stoolbar kemudian mendudukinya.Queen pun menduduki stoolbar, sambil menatap wajah Samudra yang semakin tampan. "Kenapa Bang Sam ke sini? Kenapa Bang Sam khawatir, kalau memang Bang Sam gak ada perasaan apa pun buat aku? Harusnya Bang Sam gak perlu ke sini," ucap Queen, sambil menyingkap ujung jubah mandi yang menutupi sebagian kulit pahanya yang putih mulus.Setiap gerak-gerik mau pun perubahan pada raut wajah Samudra, membuat Queen semakin tidak sabar akan reaksi obat yang sudah dia campur ke minuman sang lelaki."Karena aku peduli sama kamu," kata Samudra, sambil mengusap tengkuk yang mendadak berat. Sorot matanya berubah sayu, serta mendadak dia merasa kegerahan."Cuma peduli? Karena itu Bang Sam rela jauh-jauh ke sini dan ninggalin si Jammet. Apa gak ada alasan yang lebih masuk akal? Seenggaknya Bang Sam jujur kalo sebenernya Bang Sam juga punya perasaan yang sama kayak aku." Queen menenggak minumannya lagi.Samudra pun menenggak minumannya lagi karena tenggorokannya terasa kering. Hawa panas makin menjalar ke seluruh tubuhnya. "Itu jawaban paling jujur.""Bohong!" Queen tersenyum miring sebab Samudra sudah menunjukkan tanda-tanda jika obat yang dia campurkan mulai bereaksi."Terserah." Samudra melepas jaketnya dan menjatuhkannya ke lantai. Seluruh tubuhnya makin panas, dan... sensitif.Telapak tangan kiri Queen terulur—mengusap keringat di kening Samudra. "Bang Sam kenapa? Sakit?" tanyanya pura-pura tidak tahu apa-apa.Sentuhan Queen di keningnya membuat Samudra sedikit terperanjat. Dia terlihat gugup dan sontak beringsut mundur. "Enggak. Aku gak pa-pa."'Kenapa rasanya badanku panas semua? Ada apa ini? Dan kenapa aku ngerasa aneh waktu Queen menyentuhku?'Dalam benaknya, Samudra tak berhenti bertanya-tanya sendiri atas apa yang saat ini tengah menyiksanya. Parahnya lagi, di bawah sana tepatnya pada inti tubuhnya tahu-tahu menegang hingga terasa sangat sesak.'Sial! Kenapa tiba-tiba aku horny? Rasanya aku ingin meledak.' Samudra sangat merasa tidak nyaman dengan kondisi sialan tersebut."Bang Sam?" Queen beranjak dari duduknya, kemudian mendekati Samudra. Dia mencoba menyentuh lengan lelaki itu tetapi langsung ditepis."Jangan sentuh. Aku mohon jangan sentuh aku, Queen," seru Samudra sambil beranjak dari duduknya dan melangkah mundur."Memangnya kenapa? Kenapa aku gak boleh pegang Bang Sam? Bang Sam jijik sama aku, iya?" Queen pun berakting seakan-akan dia sedih dengan penolakan Samudra. Akan tetapi, dia tetap nekad mendekati lelaki pujaannya."Kamu kenapa, Bang? Kamu sakit? Biar aku obatin, ya?" tanya Queen lagi. Dia berusaha menjangkau Samudra. Perlahan tapi pasti. "Mau?"Samudra menelan ludah, sambil berkali-kali mengusap tengkuk. Dia pun mencoba mengalihkan pandangannya dari makhluk seksi ciptaan Tuhan di hadapan. Queen selalu nampak menggoda di mata Samudra.Sialnya bayangan saat Queen menciumnya kembali berkelebat di ingatan. Padahal itu sudah berlalu lima tahun yang lalu. Samudra semakin frustasi dengan pikiran-pikiran kotor yang terlintas di kepala.'Sial!'"Queen ... A-aku gak tau sama apa yang terjadi di tubuhku sekarang ini. Seluruh tubuhku panas dan ... Rasanya aku hampir gila dengan gejolak asing ini. Aku benar-benar— Aarggh ... sial!" Samudra mengumpat sekeras-kerasnya sebab dia makin tak terkendali. "Apa aku boleh menumpang mandi? Aku kegerahan.""Mandi? Apa dengan mandi itu cukup?" Queen melangkah mendekat, sambil menyingkap kain batherope bagian atas yang menutupi dada. Kulit putih nan mulus itu seketika terekspos. "Aku bisa kok ngobatin apa yang Bang Sam rasain saat ini."Ah, Queen merasa malam ini dirinya sangat murahan dengan menawarkan diri kepada Samudra. Masa bodo dengan tanggapan orang-orang ke depannya. Yang terpenting malam ini dia bisa mengendalikan Samudra dengan bebas."Gimana? Bang Sam setuju sama penawaranku?" Langkah Queen berhenti tepat di depan Samudra yang semakin kacau. Jemari-jemari lentiknya membelai rahang, lalu turun ke leher Samudra.Queen beringsut maju, menempelkan bibirnya di telinga kiri Samudra. Dia berbisik, "Aku janji bakal kasih sesuatu yang belum pernah Jammet kasih ke Bang Sam." Lalu mengecup cuping telinga itu dan menggigitnya kecil. "Penawaran gak berlaku dua kali."Barulah Samudra menyadari sesuatu. "Queen ... kamu udah gila! Jangan-jangan ini semua—"Queen menempelkan telunjuknya di bibir Samudra yang tipis tetapi terlihat menggoda."Ssst! Gak ada waktu untuk berdebat. Saat ini yang Bang Sam butuhkan cuma ..."Tindakan Queen semakin liar dan di luar dugaan. Gadis itu dengan beraninya melumat bibir Samudra tanpa permisi. Lalu, apa yang bisa dilakukan Samudra?Untuk sesaat Samudra terlena dengan pagutan bibir Queen yang terasa sangat manis. Meski dia sama sekali belum membalas pagutan gadis itu. Sepasang lengan Queen naik perlahan ke pundak Samudra, melingkari lehernya dengan posesif.Mati-matian Samudra menekan keinginan untuk membalas pagutan dan lumatan lidah Queen yang makin menuntut. Namun sekeras apa pun dia berusaha, efek obat semakin mengendalikan akalnya. Setiap gerakan dan gesekan yang dirasakan di bagian tubuhnya, membuat libido Samudra kian memuncak.'Sial! Gimana ini?'Queen tersenyum smirks di sela-sela upayanya meruntuhkan pertahanan Samudra yang begitu kokoh. Namun, bukan Queen namanya kalau tidak bisa membuat lawannya menyerah.Perlahan jemari Queen turun dan berhenti tepat di depan celana gelap yang terasa mengencang milik Samudra. Dia sengaja menekan benda yang sudah menegang itu sambil tak berhenti melumat bibir sang pujaan."Eugh ...." Erangan maskulin itu lolos dari bibir Samudra. "Queen ... Kamu jangan macam-macam. Aku bisa aja nyakitin kamu," kata Samudra, dengan napas yang mulai terengah-engah.Tembok pertahanan Samudra mulai runtuh karena sentuhan-sentuhan nakal Queen di bawah sana. Samudra bahkan mencengkeram erat pinggul seksi milik sang gadis. Aliran darahnya berdesir semakin panas. Dia ingin meledak detik ini juga.Queen menghentikan ciumannya. Mendongak, lalu tersenyum sangat manis sambil menatap penuh damba Samudra. Dia berkata sembari menyusupkan jemarinya di sela-sela rambut Samudra. "Gak masalah buatku. Asal Bang Sam ngerasa puas setelah ini. Kita bisa berpetualang dengan bebas. Dan malam ini aku milikmu."Oh, ya ampun... Tatapan itu makin membuat hasrat Samudra meronta-ronta di bawah sana. Lantas, Samudra bisa apa selain ...."Kamu yang maksa aku, Queen. Setelah ini jangan salahin aku kalau aku bertindak di luar batas," ujar Samudra, napasnya memburu bak hewan buas yang siap memangsa.Queen tersenyum. Apa yang dia harapkan setelah ini akan terwujud. "Fine. Aku gak takut. Selama ada Bang Sam aku gak takut." Lengkungan di bibirnya begitu alami, kendati jantungnya berdebar-debar."Baiklah, kalau kamu keras kepala." Samudra langsung melahap bibir Queen dengan hasrat dan nafsu menggebu-gebu.***bersambung...Masih saling menautkan bibir, keduanya melangkah tergesa menuju kamar. Queen tak menyia-nyiakan kesempatan tersebut, meski dia sedikit kewalahan dengan pagutan liar dari Samudra. Pasokan oksigen pun kian menipis, dan suhu di kamarnya menjadi sangat panas. Karena tak ingin kehabisan napas dan pingsan, Queen terpaksa mendorong dada Samudra. "Aku kehabisan napas, Bang," ucap Queen dengan napas tersengal-sengal. Bibirnya yang penuh sedikit membengkak karena ulah Samudra. Samudra pun sama halnya seperti Queen. Namun, akalnya sungguh sudah dikendalikan oleh nafsu yang kian memuncak. Lelaki itu menarik ujung kaos yang dikenakan, meloloskannya secepat kilat dan membuangnya asal ke lantai. Queen menelan ludah menatap pemandangan sempurna di depan mata. Tubuh yang begitu proposional, kontras dengan kulit cokelat gelap membuat Samudra terkesan seksi. Otot perut yang liat membentuk sixpack dengan sempurna. "Liat apa?" Ibu jari Samudra mengusap bibir Queen yang sedikit terbuka. Lelaki itu suda
Tengah malam Samudra terbangun karena mendengar bunyi ponselnya yang menggema di ruangan temaram itu. Beranjak dari kasur dengan keadaan setengah telanjang, Samudra mengambil benda pipih miliknya dari saku celana yang tergeletak asal di lantai. Nama yang tertera di layar ponsel cukup membuat sepasang kelopak mata Samudra, yang awalnya masih mengantuk terbuka lebar seketika. "Jane?" Samudra sontak menoleh ke belakang—di mana seorang gadis, yang tengah terlelap dalam keadaan polos tanpa sehelai benang pun, dan hanya selembar selimut yang menutupi. Queen terlihat begitu damai dan ... cantik. 'Ck, sadar Samudra! Kamu baru aja bikin masalah.' Dalam hati, Samudra merutuk kecerobohan dan kebodohannya. Suatu kesalahan yang pastinya akan mengundang masalah besar ke depannya. Atensi lelaki itu kembali teralihkan pada dering ponsel. Samudra lekas menjawab panggilan telepon dari sang istri. "Halo …." sambil berjalan menuju kamar mandi, karena dia tak ingin mengganggu Queen. Samudra berdiri
Harusnya Samudra sudah tiba di unit apartemen miliknya sejak satu jam yang lalu. Namun, karena ulah Queen yang memercik gelora hasratnya, Samudra tidak bisa mengendalikan diri hingga dia kembali bergumul panas dengan gadis itu di dalam kamar mandi. Ck, dia kini benar-benar sudah menjelma menjadi pria brengsek. Samudra hampir tak percaya jika sekarang dia telah kecanduan tubuh Queen. 'Ini gila, Sam! Kamu benar-benar sedang menggali kuburanmu sendiri!' Samudra merutuk dirinya sendiri ketika ingatannya kembali berputar pada pergumulan panasnya dengan Queen. Dan dia melakukannya secara sadar tanpa di bawah pengaruh obat apa pun. Bahkan, Samudra tak kuasa menepis bayang-bayang kemolekan tubuh indah Queen—perempuan yang dengan suka rela memberinya pengalaman pertama. 'Brengsek kamu, Sam!' Setelah menekan kode akses pada pintu unitnya, Samudra melangkah masuk setelah benda itu terbuka otomatis. "Sayang ...." Lelaki berja
"Daddy mau aku buatin minum apa? Atau sekalian aku buatin sarapan, ya? Kebetulan aku lagi buat omelette." Sebisa mungkin Queen bersikap wajar meski jantungnya sedari tadi tak berhenti berdebar-debar. Kedatangan mendadak sang daddy sungguh membuatnya hampir terkena serangan jantung. Tanpa mengabari, daddy-nya muncul di unitnya. Apalagi saat ini Alex terlihat seperti sedang mencari-cari sesuatu. Queen jadi serba salah sekarang. Dia bingung hendak melakukan apa lebih dulu. Pilihannya hanya ada dua—tetap stay di ruang tamu dengan Alex atau kembali ke pantry untuk melanjutkan membuat sarapan. 'Duuh ... aku gak mau Daddy menyadari cara jalanku yang aneh gara-gara semaleman bercinta habis-habisan sama Bang Sam. Untung Bang Sam udah pulang.' Queen membatin resah sekaligus takut apabila Alex menyadari ada sesuatu yang janggal dalam caranya berjalan. Hal itu disebabkan karena semalaman dia dan Sam bercinta tanpa batas. Alex masih belum berminat duduk, d
"I-itu ...." 'Ya ampun, kenapa Daddy harus tanya itu, sih? Aku 'kan jadi bingung mau jawab apa. Sementara Daddy udah tau kalau Bang Sam dateng ke sini. Seandainya aku jawab jujur, terus aku mesti alasan apa, coba?' Benak Queen terus menyeru gelisah, memutar otak untuk mencari alasan yang tepat. Dia bahkan sampai tak berhenti meremas-remas jemarinya yang sudah berkeringat. Gugup. "Queen?" Alex menegur. Queen tersentak, lantas menjawab lirih, "Semalam ... Bang Sam memang ke sini, Dad." Selanjutnya yang bisa dia lakukan hanyalah menunduk, lalu menggigit bibir bawahnya dalam-dalam sambil memejamkan mata. Queen sungguh tidak bisa berpikir. Berhadapan dengan Alex itu sama halnya dia berhadapan dengan Intel. Ck! Alex menghela napas panjang, cukup puas mendengar kejujuran sang putri. Akan tetapi dia masih belum bisa tenang jika belum mengetahui alasan Samudra yang datang malam-malam ke apartemen putrinya. "Ada urusan apa
"Gimana kondisi Suci, Han? Dia kenapa?" Alex terlihat begitu mengkhawatirkan kondisi sang istri yang masih terbaring di tempat tidur, sehingga tak sabar melontarkan pertanyaan kepada Farhan—dokter pribadi keluarganya, yang baru saja selesai memeriksa. "Istri kamu anemia, Lex. Apa dia akhir-akhir ini kelelahan?" ungkap Farhan sesuai dengan diagnosanya pada Suci yang terlihat lelah dan agak pucat. "Anemia?" Alex termangu sejenak sambil menatap nanar sang istri. Menurut Alex kondisi Suci yang sampai seperti ini banyak faktor yang menjadi penyebabnya. Salah satunya ialah memikirkan Queen yang pergi berhari-hari dan tanpa kabar. "Beberapa hari ini dia sibuk bantuin sahabatnya yang menikahkan anaknya, Han. Dan ... akhir-akhir ini memang ada sedikit masalah di keluarga kami," imbuh Alex, kemudian menatap Farhan. "Solusinya apa, Han? Apa perlu donor darah?" Farhan menggeleng. "Enggak perlu, Lex. Nanti aku kasih resep penambah darah dan vitamin. Dan ... Jangan lupa cukupkan istirahat, mak
"Kamu itu sebenarnya gak berniat 'kan nikah sama Jannet?"Mami ...."Asumsi sang ibu yang sama sekali tidak masuk akal, membuat Samudra hampir menganga. "Mami kenapa bisa berasumsi gak masuk akal kaya gitu, sih? Apa hubungannya, coba?" Samudra meraup wajah dengan frustrasi. "Kalau kamu memang cinta istrimu, kamu gak bakalan nyamperin Queen di apartemennya, Sam. Apalagi sampai nginep." Raut Niken makin kesal apabila mengingat Samudra yang entah melakukan apa di apartemen Queen sampai berjam-jam. "Sam juga punya alasan, Mam. Kenapa Sam ke apartemen Queen. Dia—" "Apa yang dilakukan Queen itu bukan urusanmu, Sam. Dia bukan apa-apamu. Kamu juga tau 'kan dia itu suka sama kamu. Pastinya dia sengaja lakuin itu semua karena memang sudah berniat mau mengacau dan cari perhatian," sela Niken panjang lebar.Perihal Queen yang diam-diam menyukai Samudra memang sudah terendus oleh Niken sejak lama. Karenanya, dia sudah mewanti-wanti anak angkatnya itu untuk tidak meladeni Queen dan menjaga jara
'Bang Sam?' 'Queen?' Kedua sosok yang saling berhadapan itu membeku di tempatnya berdiri. Mereka tak menyangka akan bertemu di rumah ini. "Kak. Kak Queen," tegur Amar, lantas menyenggol siku sang kakak yang masih bergeming. Queen pun terperanjat, dan buru-buru mengalihkan pandangan dari Samudra. Dia menoleh ke sang adik. "Ya? Apaan?" "Muka kakak mendadak pucet, kayak abis liat hantu," bisik Amar, sambil melirik sekilas ke arah Samudra dan Niken. Amar tak tahu menahu perihal apa yang dirasakan kakaknya detik ini. Yang dia tahu, Queen mendadak diam membatu dengan raut pucat pasi. Sepasang bola mata Queen melotot dicibir demikian oleh sang adik. "Ngaco kamu! Mana ada muka aku pucet," cicitnya, kemudian berdecak. "Udah, ah. Kakak mau ke dapur dulu." Queen pun memutuskan untuk pergi dari hadapan Samudra dan Niken. Namun, sebelum itu dia menyempatkan untuk menyapa sahabat dari bundanya, serta memberi selamat kepada Samudra. "Halo, Tan." Queen tersenyum ramah kepada Niken, dan dibala